16. Luka Tak Terkisah

171 34 3
                                    

Menurutmu, apa problematika terbesar yang seringnya menggelayuti remaja?

Perundungan. Hampir merajalela di belahan bumi manapun, mereka bagai monster yang mencari-cari santapannya. Dunia mulai tidak waras. Seakan kehabisan objek untuk memuaskan kebahagiaannya, mereka malah menumbalkan manusia untuk dinobatkan menjadi objek paling menyenangkan. Nyaris menyerempet kanibal, mereka saling memanfaatkan satu sama lain dalam artian yang buruk.

Dia suka dirundung di les ini.

Chenle bagai disihir. Ketika untaian kalimat mengerikan itu melesak masuk ke dalam rungunya, hatinya mengelabu. Ketakutannya mulai tumbuh. Tanpa harus disiram atau dipupuk, ketakutan itu makin keras menggerogoti. Chenle ditimpa rasa penasarannya yang tak terelak.

Ini bukan pasal Song Deonghwa, si pemuda tak tahu diri yang bahkan tak mau mengakui kesalahannya.

Ini tentang Park Jisung.

Aku terbiasa kayak gini.

4 penggal kata yang pernah meluncur dari birai sang sobat, masih singgah menghantui benaknya. Chenle dibuat bertanya-tanya. Kala itu, di ruang arsip sekolah yang mana dokumen-dokumen lapuk tak terurus dipulangkan, Jisung pernah berujar. Bahwa saat itu—ketika dirinya dituduh kejam oleh Jeonghyun—itu bukan pertama kalinya. Kalimatnya rancu. Tapi Chenle punya terkaan bahwa maknanya bermuara pada sebuah luka yang tak terkisah.

Lepas dari jeratan malam di luar sana, Chenle duduk tak bergeming. Sedikit dirayapi sebuah ketakutan yang tak beralasan, dia menelusuri kasus seputar perundungan lewat internet. Klik, klik, bunyinya mengudara dari mouse yang lincah dia tekan berkali-kali.

Dalam satu kedip, apa yang ia inginkan terpenuhi. Bukan cuma satu dua kisah, banyak kisah terkubur yang pilu untuk diceritakan. Mulai sebuah duka yang membungkus erat seorang siswa untuk mendorongnya mengakhiri hidup sebab bullying sampai pihak sekolah yang malah lepas tangan ketika salah satu siswanya dikorbankan untuk disulap menjadi objek penyiraman air keras.

Ini jahat, terlampau jahatnya.

Chenle berhenti. Nggak, cukup sampai di sini. Kepalanya menggeleng. Sekarang, coba gabungkan semua yang telah berhasil ia korek kebenarannya. Pertama, Jisung pernah menegaskan bahwa kala itu bukan pertama kalinya ia diperlakukan tidak pantas. Kedua, ada kemungkinan dia pernah terluka sebab perundungan. Ketiga...

Chenle menengadah. Langit-langit kamarnya yang memabukkan mata ia tatap lamat-lamat. Yang ketiga apa ya?  Dia butuh sesuatu yang mencurigakan untuk ditindaki lebih lanjut.

Sesuatu yang mencurigakan...

Sesuatu yang mencurigakan?

Nyaris memekik, Chenle membulat. Ah! Laki-laki asing yang sempat datang sewaktu hujan deras melanda. Memaksa Jisung untuk mengakui dirinya. Sekaligus menjadi satu-satunya sosok yang mengungkit kisah masa lalu milik Jisung yang sukar dibahas.

Itu mencurigakan. Itu cukup mencurigakan.

Semuanya makin terang di satu titik tapi roboh, terburai hampir tak berbentuk ketika raungan ponsel memecah konsentrasi. Chenle menoleh. Ponselnya yang dicampakkan, menyala terang-terangan. Orang bilang, perumpaannya adalah panjang umur ketika seseorang yang tengah menguasai atensimu tiba-tiba menghubungi. Park Jisung, si penelepon yang sempat menciptakan bulatan kecil dari mulut si Zhong.

"Halo?" Chenle lebih dulu mengudarakan sapaannya. Tak bisa mengatasi uap-uap kecemasannya ketika Jisung tahu-tahu terhubung di seberang sana. "Ada apa?"

Hening menyapa rungu setidaknya untuk 7 detik lamanya. "Nggak apa-apa." Sahutannya tak setara dengan terkaan Chenle tapi cukup ampuh menghilangkan praduga buruknya. "Aku ganggu ya?"

Shy Shy Jwi ✔️Where stories live. Discover now