10. Dia, Kim Hoseung

231 46 3
                                    

Coba katakan, apa yang lebih buruk ketimbang saat-saat dimana takdir tengah mengolok-olokmu layaknya seorang raja yang menghakimi prajuritnya? Pikirkan seberapa banyak luka yang digoreskan ketika ia menertawakan. Sebagai seorang prajurit, kamu tak akan bisa menentang. Paling-paling mengangguk mengiyakan, meminta maaf lantas menyesali segala-galanya.

Park Jisung terlalu hafal bagaimana cara takdir bekerja.

Sirinenya yang memekakkan telinga, mengingatkan bahwa 5 detik setelah Jeonghyun bertanya-tanya, tak lagi membawa gelenyar takut secuil pun. Dia terbiasa. Terbiasa dipandang lewat mata bukannya terbiasa didengar tentang penjelasannya nanti. Terbiasa disingkirkan bukannya terbiasa diutamakan. Namanya juga manusia. Makhluk paling mulia yang hanya ingin memandang segalanya dari sudut pandang masing-masing. Apa peduli mereka terhadap omongan sesungguhnya bahkan sampai si empu tersedu-sedu dibuatnya?

Maka, saat itu tiba, "kamu habis mabuk, Park Jisung?!"

Yang disebut namanya keras-keras tak lagi bisa berkutik. Bagai bunglon yang tengah menyamar, predatornya mencium eksistensinya kemudian boom! Dia kembali kalah entah untuk yang ke berapa kalinya.

Jeonghyun memekik. Lantangnya bukan main. Paling parah, suaranya lebih dari ampuh untuk menyedot atensi mereka-mereka yang tengah kebetulan melintas atau sengaja memutar arah.

Jisung gelagapan. Tangannya diayunkan, kepalanya digelengkan, tatapannya ditegaskan, mulutnya mengucapkan kebenaran. "Nggak, nggak. Aku nggak kayak gitu." Dia menyangkal.

Manusia lebih menyukai terkaannya ketimbang fakta yang tengah terjadi. Lantas, Jeonghyun memicing. Lehernya terjulur, hidungnya kembali mengendus sebelum kerutan itu menghias di keningnya. Dia beranjak menjauh. Tangannya mengibas-ngibas baunya yang sempat menusuk penciuman. "Mau bohong pakai alesan apa?! Kamu minum berapa botol sih? Gila, aku pikir kamu anak baik-baik." Kepalanya digelengkan. Tatapannya dikerahkan seolah tengah mengatakan, aku nggak nyangka kamu kayak gitu Park Jisung.

"Nggak Jeonghyun. Aku nggak minum apa-apa. Ini cuma kejadian di pi—"

"Cuma apa?! Wajahmu juga babak belur, kamu habis ngapain sebenernya?!" Tangan kirinya dimanfaatkan, telunjuk dan si ibu jarinya mengapit kuat hidungnya sendiri. Menahan udara buruk yang siap masuk ke dalam rongganya. Lantas tangan kanannya menunjuk Jisung berkali-kali.

"Ini—"

"Kamu minum-minum terus digerebek warga ya?!" Dugaan yang menyakitkan itu kembali meluncur.

Semakin kuat, Jisung menepis. "Bukan, bukan kayak gitu ceritanya. Kalau aku mabuk, aku nggak bakal ada di sini. Aku harusnya linglung kayak orang amnesia. Sementara aku nggak. Aku sehat. Ini cuma bau yang bukan murni dari aku sendiri. Ini dari orang lain." Jisung bersikeras. Tak mau merelakan si kawan baik lainnya malah belok menikamnya sendiri karena kesalahan yang bahkan tak ia lakukan.

"Kalau gitu, siapa? Orang lainnya siapa sampai kamu bisa ketularan baunya sekuat itu?"

"Itu Ki—" tersendat, Jisung membisu. Kim Hoseung, itu Kim Hoseung. Batinnya meraung keras tapi lidahnya dibuat kelu. Enggan untuk berucap walau hanya dua patah kata yang menjelaskan lengkap nama seseorang. Si pemuda dibalik tuduhan kejam untuknya.

Jisung bisa, Jisung pasti bisa. Tapi sayangnya ia baru saja mengacaukan segalanya dengan sempurna. Hoseung terpuruk. Dan dia tidak mungkin turut menghancurkan puing-puingnya yang bahkan tersisa seujung kuku. Seandainya mulut itu berucap, mengatakan yang sebenarnya, maka selamat! Park Jisung resmi dinobatkan menjadi orang paling jahat di dunia. Orang naas yang tak punya hati nurani.

"Kenapa kamu diem? Kamu lagi bohong kan makanya nggak bisa jawab pertanyaanku?" Jeonghyun kembali mencecar. "Semuanya! Aku nggak bohong! Kalau kalian nggak bisa cium baunya, coba deketin. Dia sengaja tutupin baunya pakai parfum." Tatapannya disapukan. Seakan tengah memecut anak buahnya untuk ikut menghakimi.

Shy Shy Jwi ✔️Where stories live. Discover now