Prologue: Maze

100 12 2
                                    

Matahari sudah tak seterik tengah hari dan itu saja sudah membuat Senja bersyukur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari sudah tak seterik tengah hari dan itu saja sudah membuat Senja bersyukur. Apa lagi angin baru saja berhembus dan membuat anak rambutnya yang mencuat sana-sini dari ikatan rambut bergerak tak tentu arah. Rasanya sejuk dan sesaat Senja dapat merasa rileks menikmati suasana kampus di sore hari yang tak sepadat di siang.

Rencananya Senja akan langsung pulang setelah menyelesaikan rapat di organisasi yang diikutinya. Lelah dan rasanya Senja ingin tidur begitu sampai indekos, sayangnya tugas dan deadline sama sekali tak akan membiarkannya bersantai. Kesimpulannya malam ini akan menjadi malam panjang untuk Senja untuk kesekian kalinya dan lagi-lagi alasannya karena tugas yang menumpuk.

Senja berjalan gontai menuju area depan kampus sambil bergerak merogoh saku jaket untuk meraih ponsel. Senja bukan salah satu dari mahasiswa beruntung yang diberi fasilitas kendaraan oleh orangtuanya, karenanya tidak ada pilihan selain menaiki transportasi umum. Jemari Senja sudah membuka aplikasi untuk memesan ojek, namun tepukan di bahu membuatnya sontak menoleh ke belakang.

Di sana ada laki-laki dengan kemeja flanel yang membawa tas ransel. Lelaki itu tak memakai topi sehingga Senja dapat dengan jelas melihat wajahnya yang akan keterlaluan jika ada yang mengatakan 'lumayan ganteng'. Sejenak Senja sempat gugup, namun perasaan itu seketika runtuh karena mungkin saja laki-laki ini sedang berniat melakukan sesuatu yang jahat. Zaman sudah banyak berubah dan manipulative, kini ada banyak orang yang memanfaatkan wajah rupawan untuk hal yang tak baik.

"Sori, tapi lo bisa pindah ke sana nggak?"

"What?" Senja membalas tak mengerti sambil melihat arah mana yang lelaki itu maksud.

"Bukannya mau ikut campur, tapi terlalu bahaya kalau lo berdiri di sini. Mending nunggu ojek atau apapun itu agak ke tengah di bawah pohon itu dari pada di sini."

Memang benar tempat Senja berdiri saat ini bukan tempat yang aman. Kakinya berdiri di gapura masuk kampus yang salah satu sisinya terdapat pos pengamanan. Beberapa kendaraan mahasiswa berlalu lalang keluar-masuk area kampus, namun suasananya tak seramai itu. Memang jalan raya besar di depan Senja ramai karena saat ini bertepatan dengan jam pulang kerja, tapi Senja sekarang berada di trotoar dan rasanya siapapun bisa berhati-hati saat melihat keberadaannya.

"Gue nggak ngelihat ada yang salah dengan posisi gue berdiri sekarang. Lagi pula kalau lo bicara begini secara nggak langsung lo mencampuri urusan gue."

"Dengerin gue."

Sebelum melanjutkan apa yang akan dikatakan laki-laki di hadapan Senja lebih dulu menatap ke arah jalan raya dengan gugup. Sekilas ada kepanikan yang Senja tangkap di sana, tapi ... untuk apa?

"Gue nggak kenal lo, gue cuma mau nolongin lo. Gue ada urusan bentar lagi, jadi bisa gue minta lo buat pindah ke tempat yang nggak terlalu dekat dengan jalan raya dan jalan masuk kampus?"

Okey ... entah kenapa Senja jadi cukup segan sendiri melihat wajah serius nan tegang di hadapannya. Tapi mereka bahkan tak saling mengenal dan bisa saja laki-laki ini sedang merencanakan niat jahat padanya.

"Nggak mau. Mending lo pergi dari sini dan nggak usah ikut campur urusan gue."

Ada decak kesal yang keluar dari laki-laki tinggi itu yang justru memberikan kesan seksi dengan mata yang tegas. Namun dengan cepat Senja tersadar dan kembali fokus lagi ke layar ponselnya. Bisa-bisanya Senja mengagumi ketampanan seseorang disaat seperti ini. Baiklah, semakin cepat Senja memesan ojek maka semakin cepat pula dirinya akan sampai kosan dan beristirahat sebelum mengerjakan tumpukan tugasnya.

Awalnya Senja mengira akan seperti itu, namun hal tak terduga terjadi. Lelaki asing yang entah siapa itu menarik lengan Senja begitu saja. Memaksa Senja untuk berjalan ke bagian dalam trotoar, tepatnya pada pagar panjang yang membentang mengelilingi kampusnya. Laki-laki itu membawa Senja ke bagian terdalam tepat di bawah naungan pohon besar.

Sesampainya di sana Senja segera menyentakkan lengan. Sebisa mungkin untuk tak melakukan kontak fisik terlalu lama. Wajah Senja melotot galak, bersiap untuk menyemburkan amarah karena beraninya laki-laki ini menarik dan menyentuh Senja seenaknya ketika mereka tak saling kenal dan—

BRAK!!!!

Jantung Senja hampir terhenti mendengar benturan yang amat keras di belakangnya. Kepalanya sontak menoleh lalu matanya melotot dengan sempurna saat mendapati sebuah truk besar dengan bawaan berat baru saja masuk ke trotoar dan baru berhenti ketika menabrak pos pengamanan. Tubuh Senja bergetar hebat, membayangkan kalau saja dirinya masih berdiri di sana maka sudah bisa dipastikan Senja tidak akan bisa bernapas seperti sekarang. Kaki Senja seakan meleleh membayangkan itu terjadi dan tanpa sadar meraih apapun yang bisa dijadikan pegangan.

Laki-laki itu!

Senja seketika mendongak, mendapati laki-laki asing yang kini menjadi tumpuannya mencegah agar Senja tak terduduk di atas trotoar. Wajahnya terlihat khawatir, namun Senja dapat melihat kelegaan di sana. Begitu berbeda dengan Senja yang bergetar hebat dengan wajah memerah menahan tangis.

"Gue bantu lo duduk."

Senja tak menjawab apapun, tapi tidak menolak saat lelaki itu menuntunnya pada sebuah bangku besi. Laki-laki itu mendudukkannya di sana, namun tidak ikut duduk.

"Gue akan beliin lo minum di sana. Nanti bakalan ada yang nganter ke sini. Pastiin lo dijemput teman lo atau pesan ojek."

Mendengar itu membuat Senja tersadar kalau lelaki itu akan meninggalkannya begitu saja.

"Tunggu—lo—lo mau ke mana?"

"Udah gue bilang. Gue ada urusan."

"Tapi gue—"

"Seperti yang lo bilang tadi. Kita nggak kenal dan nggak berhak untuk ikut campur masalah satu sama lain."

"Iya, tapi—"

"Gue cabut."

Semudah lelaki asing itu mengatakan, maka semudah itu pula sosoknya berbalik dan meninggalkan Senja yang masih sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Matanya memandangi lelaki itu pergi, namun tak lama keramaian di sisi lain menyadarkannya akan sesuatu. Baru saja Senja begitu dekat dengan kematian. Kalau saja lelaki itu tak begitu keras kepala maka sudah bisa dipastikan Senja akan berakhir hanya tinggal nama.

××××××

Thanks buat yang udah vote ⭐

FORGET ME NOTWhere stories live. Discover now