SATU

1.7K 244 6
                                    

Suasana lapangan langsung hening, begitu Sean naik ke atas podium. Si kembar Briliant itu berhasil menepaki posisi jabatan yang tertinggi di sekolah mereka. Jabatannya sebanding dengan jabatan kembarannya, Saka yang merupakan ketua OSIS di sekolah mereka. Sebuah jabatan yang tertinggi di sekolah Saka. Namun di sekolahnya, jabatan tertinggi adalah pemimpin para murid. Sean membawahi langsung ketua OSIS, ketua keamanan asrama laki-laki dan perempuan.

Disaat penerimaan siswa baru, Sean di minta untuk memberikan sepatah kata mengenai kedisplinan di sekolah mereka. Sifatnya yang dingin selalu berhasil menarik perhatian semua orang. Namun sedari tadi, matanya tidak pernah teralihkan dari wajah gadis itu. Wajah suram yang tampak dingin. Wajah yang berbeda dengan yang ia ingat. Apa sebenarnya yang sudah terjadi pada gadis itu?

"Hanya ada dua kesalahan yang saya bisa toleransi. Sekolah ini tidak menerapkan sistim poin, maka ketika kamu melakukan kesalahan yang ketiga, kamu akan di depak dari sekolah tanpa pandang bulu. Disini tidak ada perbedaan kasta. Semuanya sama di mata hukum. Tidak ada masa toleransi. Jika kamu ingin tamat dari sini, perhatikan dan terapkan kata-kata saya." Kata Sean mengakhiri ucapannya.

Hingga sampai akhirpun, gadis itu tidak menoleh sekalipun kepadanya atau sekedar merasa tidak asing dengan suaranya.

Begitu acara penerimaan selesai, panitia yang sudah di bagi oleh ketua OSIS mulai berpencar untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka. Satu kelas akan di beri lima panitia yang menjadi pembimbing mereka. Sean akan berkeliling nanti, untuk melihat semua kegiatan-kegiatan yang sudah di buat oleh panitia.

"Sean, boleh tanda tanganin proposal ini? Ryu udah acc kok" ucap sebuah suara ceria dari belakangnya.

Berbalik, Sean mengangguk, lalu mengeluarkan pulpenya. Dia bahkan tidak ingin ingin repot-repot membalas senyum ceria dari gadis itu, Oli.

"Siswa baru sekarang kayaknya lebih elite dari tahun kita ya" tanya Oli masih dengan nada cerianya, mencoba berbasa-basi. Bahkan matanya sampai menyipit karna memasang senyum lebar.

"Semua sama" jawabnya singkat, lalu menyuruh gadis itu pergi darinya dengan dingin.

Walau Sean mengusirnya secara terang-terangan, Oli tidak pernah ambil pusing. Sean adalah laki-laki misterius yang berhasil menarik sisi pejuangnya. Ia akan melakukan semuanya yang ia bisa agar Sean bisa membuka hati lalu membiarkannya masuk. Oli pasti akan mendapatkan Sean, janji gadis itu.

Ryu yang menjadi pengamat hanya bisa menghela nafas lelah. Temannya ini terlalu kejam, pikirnya. Walau begitu, tetap saja rasa takjub dengan semua kelebihan Sean tidak pernah hilang dari Ryu. Walau hanya di pandang sebelah mata, Ryu selalu berusaha berada di dekat Sean, melihat semua apa yang di lakukan oleh temannya itu. Sean sudah seperti idolanya, motivasinya.

"Se, keliling sekarang?" Tanyanya ketika sudah berdiri di samping Sean.

Temannya itu mengangguk, lalu mulai berjalan menuju ruang kelas yang paling dekat dengan mereka.

Disaat keliling seperti ini, Sean akan mengecek langsung penampilan para peserta, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika ia mendapatkan ada yang tidak sesuai, Sean tidak segan-segan memberi hukuman pada orang itu di depan orang banyak. Intinya, Sean menyunjung tinggi sebuah kedisplinan.

"Ada kendala?" Tanya Sean kepada seorang panitia yang paling dekat dengan posisinya, dengan mata yang menatap ke sekeliling secara perlahan untuk mencari kesalahan dari para peserta.

Salah satu panitia menggeleng, dan mengatakan semua acara berlangsung sukses. Walau sudah mendapat jawaban dari panitia, Sean masih juga menatap serius ke arah peserta, seakan benar-benar sedang mencari sesuatu.

"Peserta perempuan yang berada di barisan kedua paling belakang, tolong kemari!" Perintah Sean dingin.

Seorang panitia langsung menunjuk orang yang dimaksud Sean, dan peserta itu dengan langkah berat berjalan ke arahnya.

"Lepasin anting kamu! Tidak boleh memakai barang berharga saat ospek berlangsung. Ada peraturan seperti itu. Sebenarnya kamu membaca semua peraturan atau tidak?" Tanyanya dingin, yang semakin membuat peserta perempuan itu menunduk, agar tidak menatap kearahnya.

"Beri dia hukuman!" Perintahnya langsung kepada panitia, lalu ia berjalan keluar dari ruangan itu untuk masuk ke dalam ruangan lainnya. Begitu seterusnya dan Sean selalu mendapati beberapa siswi dan siswa yang melakukan pelanggaran. Hingga di kelas terakhir, Sean cukup terkejut, saat gadis yang ia kenal, Ruby, saat ini sedang berdiri di depan kelas sambil memandang marah ke arah para panitia.

"Ini kenapa?" Ryu bertanya langsung begitu mereka memasuki kelas. Sedangkan Sean berjalan dan ikut berkumpul bersama para panitia agar gadis itu bisa melihat ke arahnya.

"Dia enggak mau ngikutin kata panitia bang" Sinta, yang merupakan salah satu bawahannya langsung menjawab pertanyaan Ryu.

"Lebih jelas!!" Tukas Sean ingin mendengar penjelasan lengkap mereka. Walau begitu, gadis itu tidak pernah melepaskan pandangannya dari Sinta, seakan apa yang sudah di lakukan bawahannya itu sudah keterlaluan. Belum lagi, Ruby tidak menoleh ke arahnya walau jarak mereka hanya beberapa meter. Apakah dia sebenarnya salah orang saat ini?

"Saat ini acara presentasi mengenai sekolah kita. Mereka semua di beri beberapa cemilan, tapi gadis ini membuang makanan yang kami beri tepat di depan mata kami" ucap Sinta marah.

"Apa makanannya? Bukankah cemilan kotak yang sudah kita persiapkan itu?" Ryu bertanya penasaran, sambil memandang ke arah seluruh siswa yang ada di kelas.

"Iya kak. Cemilan itu" jawab Sinta pendek.

Sean berusaha mengingat jenis cemilan yang mereka sediakan hari ini, apakah gadis itu memiliki alergi kemakanan yang mereka sediakan atau tidak. Dan menurut ingatannya, Ruby hampir tidak memiliki efek alergi kemakanan apapun.

"Ada bantahan? Siapa nama kamu?" Tanya Sean, yang kini memposisikan tubuhnya di depan Sinta, menghalau pandangan gadis itu agar hanya menatapnya.

"Makanan itu basi" gadis itu menjawab dingin, menatap penuh perhitungan ke arah Sean. Sama sekali tidak ada sedikitpun ekspresi yang memperlihatkan bahwa gadis itu mengenal dirinya atau tidak.

"Basi dari mana? Lo aja belum buka kotaknya. Hati-hati lo kalau bicara ya!!" Murka Sinta yang kini berdiri di samping Sean.

"Enggak percaya? Silahkan di cek!" Tantan Ruby.

"Nama kamu siapa? Dari tadi saya bertanya" Sean mengatupkan rahangnya, mulai terbawa emosi.

"Kikanaya. Ruby Kikanaya" jawab gadis itu masih dengan nada dinginnya.

Itu adalah nama yang sama dengan yang di ingat Sean, tapi mengapa gadis itu bahkan tidak terlihat mengenalnya?

Apa sebenarnya yang terjadi?

"Makanannya sudah masuk tong sampah yang penuh sampah. Jadi maksudnya, lo nyuruh kita makanan sampah begitu? Enggak ada otak ya anak baru ini" Sinta semakin marah, apalagi mengingat pengarai bawahannya itu memang tidak bisa menahan emosi.

"Ruby, silahkan datang ke ruangan saya sekarang! Biar saya yang selesain masalah ini" putus Sean akhirnya, lalu berbalik untuk keluar dari kelas.

"Panggil gue Naya! Jangan sembarangan mutusin asal panggil nama orang" tegas Ruby yang kini menatapnya penuh amarah.

Sinta yang mendengar itu bahkan semakin murka. Jika bukan karna panitia lain yang berusaha menghadang Sinta, mungkin tatanan rambut gadis itu akan berantakan nantinya.

Begitu ya? Pikir Sean kesal. Benar-benar tidak menyukai nama panggilan baru gadis itu.

Tbc

Stranger With Memory (Noveltoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang