PROLOG

3.3K 326 5
                                    

Hari semakin malam namun suasana tampak semakin ramai di sekitaran mereka. Setelah selesai dinner di pinggir jalan bersama keluarganya, mereka memutuskan untuk pergi ke sebuah mini market untuk membeli sesuatu.

Saka, Bell, kedua orangtuanya beserta beberapa pengawal sudah masuk ke dalam mini market. Namun Sean memilih menunggu di depan, dengan Momo yang saat ini sedang merokok.

Liburan mereka kali ini memang khusus ke kampung halaman Momo, yang ternyata, kepala pengawal mereka itu tidak terlalu ingat perihal kampung halamannya. Sejak umur tujuh tahun, Momo sudah di jual oleh kedua orangtuanya untuk membayar hutang keluarganya. Untung saja tekad kuat Momo membuka mata hati dari gengster yang membelinya. Intinya, perjalanan hidup Momo sudah cukup berat hingga bertemu dengan Mama mereka, Angel.

"Apa yang indah dari negara ini?" Tanya Sean membuka pembicaraan. Sebagai dua orang yang jarang bicara alias terlalu cuek dengan sekitar, Sean berusaha mencari obrolan. Karna mau tidak mau, tampaknya Momo akan menjadi keluarga mereka nantinya.

Kening Momo tampak berkerut, berusaha memikirkan jawaban sesuai dengan yang di ketahuinya. "Korea punya idol yang mendunia. Remaja jaman sekarang mengidolakan mereka. Bell juga penyuka salah satunya" jelas Momo.

Sean mengangguk tampak acuh. Walau Momo sudah menjelaskan, tetap saja ia tidak bisa memikirkan apapun. Idol? Tidak ada yang Sean kenal satupun. Ia bahkan tidak pernah melihat Bell memuja laki-laki lain kecuali keluarganya.

Sebuah tangan kecil dingin memegang lengannya, mengejutkan Sean. Ia menatap horor sang tersangka, yang ternyata seorang gadis yang tampaknya seumuran dengannya.

Gadis itu sedikit berjinjit, hendak ingin membisikkan sesuatu. Momo yang protektif langsung mendekat, berusaha menjauhi gadis itu darinya.

Namun Sean memberi kode agar Momo tidak bergerak dulu. Ia perlu mendengar apa yang hendak di bisikkan gadis itu.

"Maaf, tapi bisa tolong aku. Laki-laki di belakangku dari tadi ngikutin" bisik gadis itu pelan.

Sean melirik ke belakang gadis itu, dan mendapati pria berumur tigapuluan berdiri tidak jauh dari gadis ini. Sesekali pria itu melirik ke arah mereka.

Bukan..

Tepatnya ke arah bokong gadis ini.

Sean dengan cepat merangkul tangannya ke pundak gadis itu, lalu menatap pria itu dengan terang-terangan. Tanpa Momo, ia sebenarnya bisa menghajar orang itu saat ini. Tapi tampaknya, itu bukan rencana yang baik.

"Lo orang Indonesia berati?" Tanya Sean yang langsung menatap mata gadis itu. Ia terdiam sesaat, terlalu terpesona dengan mata coklat besar milik gadis itu.

Sebenarnya mata coklat adalah jenis mata yang biasa bagi orang Indonesia, tapi Sean tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya begitu terpesona. Tangannya bahkan merangkul gadis itu lebih kuat seakan memperlihatkan efek gadis itu padanya.

"Gue orang Indonesia" gadis itu mengangguk pelan. Lalu ia melirik ke arah Momo yang menatapnya dengan dingin.

"Please, gue enggak bermaksud apa-apa. Gue cuma mau jauh dari dia. Udah tiga jam gue di ikutin sama dia" adu gadis itu dengan lirih. Suaranya bahkan terdengar hampir menangis di telinga Sean.

Ia tersenyum menenangkan, lalu mengelus lengan gadis itu dengan lembut. "Santai aja" ucapnya pelan, lalu melirik lagi ke arah penguntit itu.

"Eh, ada teman baru ya?" Tanya Bell ceria saat keluar dari mini market. Wajahnya tampak antusias saat melihat perempuan yang di rangkul abangnya.

"Kenalan gih!" Perintah Sean kepada Bell, yang sebenarnya hanyalah modusnya untuk mengetahui nama gadis itu.

"Hai, gue Bell. Yup, gue kembaran dia. Gue yang paling bungsu dari tiga bersaudara. Dan benar, mata aku sedikit spesial" ucap Bell dengan riang.

Gadis yang di rangkulnya itu juga tersenyum. Senyum yang berhasil membuatnya kembali terpesona.

"Gue Ruby, lagi solo traveling sekarang. Maaf aku ganggu liburan kalian, tapi laki-laki di belakang aku dari tadi ngikutin aku kemana-mana" ucap Ruby tak kalah ceria dengan Bell, walaupun di kalimat terakhirnya, Sean bisa mendengar nada lirih.

Ruby?

Sean mengucapkan nama itu tanpa suara. Lalu ia teringat dengan batu Ruby milik auntinya. Batu ruby coklat yang terlihat cocok dengan warna mata gadis itu.

Mendengar penjelasan Ruby, Bell langsung menarik lengan bajunya. Ia berkacak pinggang sambil menatap orang itu dengan menantang.

"Sound of a bitch!" Umpat Bell marah dengan menantang.

Mendengar kata umpatan yang keluar dari mulut Bell langsung membuat Sean dan Momo ketar-ketir. Dari mana adiknya itu mendengar kata-kata umpatan seperti itu.

Momo langsung bergerak dengan panik mendekati Bell. Ia menarik gadis kecil itu ke belakang tubuhnya untuk menjadi temeng jika orang itu tiba-tiba melakukan kekerasan.

"Mata lo kemana? Dasar mesum" kesal Bell lagi. Kali ini, Momo tidak hanya menarik tubuh Bell, melainkan membawa gadis itu menjauh.

Tampaknya, bapak kedua Bell sedikit marah saat ini, pikir Sean menggeleng.

Lalu tanpa sadari, orang itu malah menarik lengan Ruby, hingga hampir membuat gadis itu terjungkal kebelakang.

Melihat tanda bahaya, beberapa pengawalnya langsung bergerak. Menarik laki-laki itu, kemudian membantingnya ke tanah. Sementara Ruby sudah terjatuh dan kini tampak terguncang.

Ia segera mendekat, sedikit berjongkok untuk melihat ke tangan gadis itu. Ada bekas kemerahan yang tampaknya disebabkan dari kuku orang itu.

"This is my bitch!" Ujar orang itu terbata-bata menggunakan bahasa ingris.

Mendengar itu, tubuh Ruby langsung gemetaran. Sean mendekat, ia langsung menarik Ruby ke rangkulannya, sebelum memeluk gadis itu dengan erat.

Sialan! Makinya dengan marah.

Bagaimana bisa dia seceroboh ini hingga membuat gadis itu terluka.

Sejak kejadian itu, Ruby akhirnya menghabiskan sisa liburannya bersama keluarga mereka seperti permintaan Mama mereka, Angel.

Liburan singkat tapi sungguh bermakna untuk mereka. Tepatnya untuk kedua anak manusia itu, yang saling memperlihatkan ketertarikan mereka.

Stranger With Memory (Noveltoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang