Bab 19 Ancaman

13.5K 746 5
                                    

Dengan wajah kusut layaknya belum di setrika. Alyssa melangkah menuruni tangga dengan sedikit enggan.

Pagi-pagi moodnya sudah hancur karena sikap menyebalkan Arga. Belum lagi ciumannya tadi.

Mengingat perihal ciuman langkah kaki Alyssa mendadak berhenti. Tanpa komando tanganya terulur untuk mengusap bibirnya yang tadi sempat di cium Arga.

Apa katanya tadi? Bibirnya masih sama seperti dulu? Manis dan lembut?
Mengerjabkan kedua matanya berulang-ulang. Alyssa berusaha mengingat sesuatu.

Memangnya, kapan Arga pernah menciumnya? Apa sebelum tadi Arga pernah diam-diam menciumnya?

Memikirkan semua itu mendadak kepala Alyssa terasa berputar-putar. Bahkan kini semakin terasa nyeri ketika otak cantiknya sama sekali tidak menemukan apapun.

Oh demi apa pun, Alyssa benci ketika hidupnya harus berurusan dengan pria kaya yang mengerikan seperti Arga.

"Bu Alyssa."

Lamunan Alyssa buyar ketika mendengar sapaan Surti di anak tangga pertama. Menatap Alyssa bingung.
Alyssa merutukki dirinya yang malah melamun di tangga masih dengan tangan yang berada di bibir.

Menurunkan tangannya. Alyssa dengan pelan turun. Menghampiri Surti yang kini masih menatapnya menunggu.

"Kenapa?" Tanya Alyssa ketika sudah sampai di depan artnya.

"Pak Agra sudah menunggu ibu di meja makan." Jawab Surti sedikit menyingkir. Memberi Alyssa sedikit ruang untuk lewat.

Mendelik tidak suka Alyssa melewati artnya begitu saja. "Beritahu dia! Kalau saya gak berniat sarapan dengannya. Saya akan--"

"Tapi pak Arga tidak sendirian, buk."
Ucapan Alyssa terhenti seiring langkah kakinya yang ikut berhenti. Kepalanya berputar kearah artnya yang kini menatapnya tak enak.

"Tadi saya di suruh pak Arga untuk memanggil buk Alyssa agar sarapan bersama. Ada keluarga pak Arga di ruang makan."

"Keluarga?" Ulang Alyssa yang diangguki Surti. "Siapa?"

"Nenek." Bukan Surti yang menjawab melainkan Arga yang muncul dari ruang makan.

Alyssa menatap Arga sekilas sebelum menoleh pada Surti yang melangkah menjauh.

Berdecak kesal. Alyssa pun melangkah ke arah Arga lengkap dengan wajahnya yang masih nampak keruh tak bersahabat.

"Nenek ada di sini. Dia ingin kita sarapan bersama."

"Aku sudah terlambat." Ketus Alyssa.
Tidak peduli dia akan dianggap sebagai menantu yang tidak memiliki sopan santun. Karna mengabaikan ajakan sarapan bersama untuk pertama kalinya dengan keluarga terdekat suaminya pula.

"Jangan macam-macam, kamu ingin saya mencium kamu di sini?"

Alyssa mengernyit. Menatap Arga tak suka. Sejak kapan Arga akan menggunakan ciuman sebagai ancaman? Tapi sayangnya Alyssa sama sekali tidak berminat untuk mendengarkan ancaman Arga. Lebih tepatnya Alyssa sama sekali tidak berminat untuk peduli dengan ancaman Arga.

"Kamu kira aku takut?" Sinis Alyssa.

"Oh bagus, teruslah bersikap menyebalkan agar saya terus mencium mu."

Alyssa hampir melempar wajah Arga dengan tas di tangannya kalau saja dia tidak melihat seseorang yang berdiri di belakang Arga.

Wanita itu.

"Dengar! Nenek tidak suka mendengar penolakan. Begitu pun dengan saya. Jadi simpan baik-baik rajukan kamu itu untuk nanti. Sekarang kita harus sarapan terlebih dahulu."

Tanpa mendengar jawaban Alyssa Arga meraih tangan Alyssa, membawanya berbalik hendak kembali ke ruang makan. Namun untuk beberapa saat langkah kaki Arga terhenti seiring dengan tatapan matanya menangkap sosok wanita yang kini tengah menatap ke arahnya. Lalu turun ke arah tangan Arga yang menggenggam tangan Alyssa.

Ada tatapan terluka di sana. Begitu jika Alyssa tidak salah mengartikan.
Tanpa mengatakan apapun atau berbasa-basi Arga melewati wanita itu begitu saja. Bersikap seolah dia tidak mengenalnya. Padahal Alyssa tau betul jika kemarin mereka saling berteriak dan marah.

"Selamat pagi, nek." Sapa Alyssa begitu matanya bertemu tatap dengan mata nenek Arga.

"Hmm."

Tanpa sadar Alyssa meremas genggaman tangan Arga yang masih menggenggam tanganya. Balasan sapaan nenek Arga terdengar sinis. Itu jelas di dengar Alyssa. Hingga Arga berdehem membawa Alyssa melangkah lebih dekat ke arah meja makan. Alyssa baru sadar jika ada orang lain selain nenek Arga di meja makan. Dan kini tengah menatap ke arah Alyssa lurus.

Menarik kursi, Arga memberi isyarat kepada Alyssa untuk duduk. Yang langsung di turuti tanpa bantahan. Setelah memastikan Alyssa duduk dengan tenang. Arga pun duduk di sampingnya. Tepat di depan pria asing itu. Arga bahkan tidak mau repot-repot memperkenalkan Alyssa pada pria itu. Begitu pun sebaliknya. Dia terlihat tidak berniat memperkenalkan pria itu pada Alyssa.

Lamunan Alyssa buyar ketika kursi di depannya di tarik. Wanita yang tadi sempat berpapasan dengannya, duduk tepat di depan Alyssa. Meliriknya sebelum sibuk dengan piringnya.

Hei, ada apa ini? Kenapa semua orang bersikap seolah-olah tidak ada orang? Mereka semua sarapan tanpa obrolan atau bahkan menganggap Alyssa ada?

"Makan!" Bisikan di telinga Alyssa menarik Alyssa ke dunia nyata.

Melirik Sekilas. Alyssa mengangkat sebelah alisnya begitu menemukan wajah datar Arga namun tanganya terulur untuk meletakkan piringnya di depan Alyssa. Menukar piring Alyssa yang masih kosong.

Tanpa mengatakan apapun, Alyssa menunduk menemukan roti yang sudah di oles selai strawberry.

"Aku tidak tau jika kamu bisa bersikap manis juga." Celetukan dari arah depan Arga menarik perhatian Alyssa. Pria itu memang berbicara dengan Arga namun matanya menatap ke arah Alyssa sebelum menoleh ke arah sampingnya. Tepat pada wanita yang kini menatap lurus ke arah piring Alyssa.

"Brian." Teguran nenek Arga membuat Alyssa menelan ludah.

Apalagi ketika tatapan matanya malah menatap Alyssa tajam. Seolah Alyssa lah yang membuka suara.

Oh please, Alyssa benci berada di situasi seperti ini.

Meski dengan perasaan bingung bercampur tak nyaman. Alyssa tetap menunduk. Berniat sibuk dengan sarapannya sebelum ucapan Arga membuat Alyssa kembali mengangkat kepalanya, menoleh kearah Arga.

"Terkadang kita harus bersikap manis agar wanita kita betah berada di samping kita." Ucap Arga terkesan santai. Namun terdengar seperti menyindir di telinga.

"Apa itu artinya kamu sudah bisa  move on, Arga?"

"Apa saya pernah bilang kalau saya pernah patah hati?"

Glek

Alyssa tidak tau kenapa suasana sarapannya bersama keluarga Arga begitu menakutkan. Tatapan Arga dan pria yang tadi sempat di panggil nenek Arga dengan sebutan Brian itu.

Layaknya musuh. Penuh dendam dan juga sinis. Malah mereka seolah siap saling melempar pisau. Saling bunuh satu sama lain.

Jika tau seperti ini lebih baik Alyssa tadi lebih lama berada di dalam kamar. Atau setidaknya pergi secepat mungkin agar tidak berada dalam situasi seperti ini.

"Arga, Brian. Jaga sikap kalian!" Tegur nenek Arga menghentikan sejenak perdebatan Arga dan Brian.

Setelah mendengar teguran dari neneknya. Kedua pria itu pun tidak lagi saling bicara. Namun tatapan mata mereka masih terlihat layaknya musuh.
Apalagi Arga kini rahangnya pun semakin mengeras. Lengkap dengan kepalan tangannya.

Mendadak Menikah (SELESAI)Where stories live. Discover now