Shafira mengerutkan kening. "Kan ada asuransi pemerintah, Ma."

            "Revaldo bilang lebih baik bayar daripada bergantung sama asuransi pemerintah dan karena dia maksa akhirnya Papa dan Mama nurut aja."

            "Ma, jangan gitu, akhirnya kita tetep harus gantiin uangnya kan?" seru Shafira jengkel karena kini Revaldo bukan siapa-siapanya, maka Shafira harus cepat-cepat mengganti kelebihan biaya rumah sakit. Dia tidak enak. Setelah masalah kemarin, kini dia masih harus menyusahkan Revaldo.

            Belum sempat Mamanya menyahuti, seorang dokter laki-laki masuk ke ruangannya bersama dua suster perempuan, Papanya dan Revaldo.

            Shafira rasanya ingin bersembunyi didalam selimut. Entah mengapa dia malu dengan Revaldo. Walaupun laki-laki itu pernah melihatnya dengan posisi yang sama saat dirinya sakit tifus, tapi rasanya berbeda saat Shafira mengetahui bahwa Revaldo turut membantunya membayar biaya rumah sakit.

            Semoga Revaldo tidak berfikir bahwa Shafira membebaninya.

~||~

            Dokter yang tadi mengunjunginya menginformasikan bahwa apabila Shafira sudah bisa buang angin dan buang air besar, dia bisa segera pulang. Well, ini pertama kalinya Shafira di operasi jadi dia tidak paham kenapa harus poop, baru dirinya diperbolehkan pulang. Kemudian, jahitan tidak boleh terkena air, which means Shafira tidak akan bisa mandi hingga paling tidak 7 hari setelah operasinya.

            Shafira juga tidak boleh melakukan pekerjaan berat, setidaknya sampai luka jahitannya mengering dan tentu saja dia harus kontrol 3 hari setelah keluar dari rumah sakit. Apabila dirasa jahitannya sudah kering, dokter akan melepaskannya dan Shafira bisa beraktivitas seperti biasa.

             So many rules, yet so many things to do.

            Shafira juga mendapatkan cuti 6 hari dan dia bisa kembali bekerja di hari senin nanti, dengan catatan bahwa dokter telah mengizinkannya untuk bekerja. Tentu saja dengan aktivitas yang tidak terlalu berat.

            Mungkin kini Shafira harus benar-benar mempertimbangkan untuk menyewa kost-kostan. Dengan kondisi seperti ini, dia jadi sedikit trauma untuk berada di stasiun malam-malam. Setidaknya dengan ngekost, dia bisa naik ojek online tanpa perlu berada diluar daerah yang asing untuknya di malam hari. 

            "Aku kayaknya mau ngekost aja deh, Ma, jadi gak perlu naik kereta, Cuma naik ojek online dan itu lebih aman kan. Aku gak harus ada didaerah asing malem-malem, rute ku Cuma kantor dan kostan, udah." Ucap Shafira mencoba untuk mencari solusi agar dia tidak kesulitan saat bekerja nanti.

            "Fir, Mama kurang percaya kalau kamu ngekost. Kamu bisa tinggal dirumah bude—"

            "Enggak ma!" potong Shafira cepat. Dia tidak mau tinggal dirumah saudara Papanya yang sok kaya itu. Mengingat mereka yang mencibir saat Papanya terlilit hutang membuat Shafira sakit hati. "Lebih baik aku tidur dijalanan dari pada harus tinggal dirumah mereka." Serunya kesal lupa bahwa ada Revaldo yang masih duduk di sofa, mendengarkan debat keluarga kecilnya.

            "Kamu bisa tinggal sama aku, Fir." Ucap Revaldo tiba-tiba membuat orang tua Shafira menatap laki-laki itu cepat.

            Revaldo berdeham, kemudian berdiri dan menghampiri Shafira. "Apartemenku ada 2 kamar dan harus lewatin kantor kamu kalau aku mau kerja. Jadi aku bisa anter jemput kamu tiap hari." Jelas Revaldo. "Kemarin juga aku udah bahas ini sama orang tua kamu dan mereka setuju."

His PromisesWhere stories live. Discover now