BAB 22

6.9K 961 77
                                    

Aku lagi kesambet nih guys, update cepet hehehehe

Oiya, di bagian ini akan ada lumayan banyak percakapan pakai bahasa inggris karena aku kesulitan nemu kata-kata yang pas kalo pake bahasa indonesia hehe 😬
Untuk yang kurang nyaman bacanya, aku mohon maaf  ya

Happy reading 😊

~||~

Stasiun manggarai memang tidak akan pernah sepi, apalagi di jam kantor seperti ini. Shafira harus rela berdesakan didalam kereta Bogor dan turun di stasiun Sudirman. Beruntung kantornya tidak terlalu jauh sehingga apabila masih tersisa waktu, Shafira memilih untuk jalan kaki daripada harus memakai ojek online. Dia bisa saja menginap dirumah Sarah selama weekday dan pulang di akhir minggu. Tetapi Shafira tidak ingin merepotkan Sarah lebih daripada yang seharusnya.

            Dua bulan terakhir cukup berat untuk Shafira. Keluarganya memutuskan untuk pindah ke Bogor, dekat dengan kampus IPB sehingga Mamanya bisa berjualan makanan disana. Sedangkan kakaknya sudah ditemukan dan baru dua minggu ini bekerja dipabrik tas. Shafira harus membiasakan diri bangun pukul setengah 5 pagi dan berangkat jam 6 pagi ke stasiun diantar Papanya menggunakan motor karena jarak rumahnya dari stasiun cukup jauh dan berdesakan didalam kereta selama 40 menit. Terlalu banyak masalah yang menimpanya hingga Shafira tidak sempat memikirkan Revaldo.

            Bukan. Bukan dia tidak sempat, tetapi berusaha menyibukan diri hingga dia tidak perlu mengingat laki-laki itu.

            Usai berpisah dengan Revaldo, Shafira sibuk mengintrospeksi diri. Bertanya-tanya apakah keputusannya sudah benar, apakah dia menyesal dan pada akhirnya Shafira bisa berdamai dengan diri sendiri karena pernah menyalahkan dirinya atas putusnya hubungannya dengan Revaldo.

            Shafira sadar bahwa dia terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Tidak seharusnya dia menjadi perempuan naif seperti itu. Shafira malu, tapi ya sudahlah . Nasi sudah menjadi bubur, Shafira pun memiliki masalah yang lebih penting untuk dipikirkan. Lagipula, setelah kehidupannya berubah drastis seperti ini, dia merasa tidak pantas untuk Revaldo.

            At the end of the day, she's just a star and he deserve a universe.

~||~

            Bekerja diperusahaan milik keluarga Revaldo tidak membantu perasaannya untuk lebih baik. Walaupun nama laki-laki itu jarang sekali disebut, tetapi wajah Pak Herman selalu mengingatkannya pada Revaldo. Shafira bahkan pernah berkhayal bahwa Revaldo akan seperti Pak Herman ketika tua nanti.

            Shafira tertawa miris, apabila beruntung, mungkin dia masih bisa melihat Revaldo menua. Ya tentu saja, lewat sosial media.

            Telepon dimeja kerjanya berdering ketika Shafira baru saja mengganti sandalnya dengan sepatu. Dia segera mengangkatnya. "Fir, inget kan kemarin mau ada acara selebrasi tender ? tolong urusin ya. Saya udah kontak manager restorannya." Anjani bersuara dari ujung telepon, membuat Shafira memilih untuk menghampiri sekretaris pak Herman itu dan segera menutup teleponnya.

            "Oke bu. Emang acaranya dimana? Terus konsepnya mau gimana?" tanya Shafira. Perempuan itu tau bahwa tim marketing mereka berhasil menang tender dan mengalahkan beberapa pesaing besar mereka yang salah satunya adalah perusahaan BUMN. Shafira bahkan baru menyesalaikan release nya untuk disebar ke tim media cetak dan digital nasional.

            "Di restorannya Revaldo. Tau kan? Noiré itu. saya udah confirm ke BOD mereka bisa dateng semua besok jam 7 malam. Ini list yang dateng, kamu confirm lagi ke tim marketing jangan sampai mereka ada yang gak bisa ikut ya." Anjani memberikan selembar kertas berisi nama-nama pegawai yang akan datang beserta nomor telepon mereka dan nomor telepon Dimas, yang merupakan Manager Noiré.

His PromisesWhere stories live. Discover now