10. Dia, Kim Hoseung

Start from the beginning
                                    

"Jeonghyun, itu nggak bener!" Jisung menggertak. Matanya membola. Berhasil meredam desas-desus yang sempat mengudara, menghujamnya bagai ratusan belati yang mengukir banyak luka. "Aku bilang itu nggak bener. Bukan kayak gitu cerita sebenernya."

Tapi Jeonghyun masih belum mau mengalah. Dia mendekat. Tatapannya kian menajam seakan sesuatu tengah memancingnya untuk bangkit dari lautan emosinya. "Terus kamu nuduh kalau penciumanku itu nggak bener? Mereka semua juga bisa cium baumu yang udah kayak pemabuk berat yang hobinya judi."

Jisung membisu. Jeonghyun, si pemuda bus yang di hari pertamanya nampak manis, lembut dan murah hati lewat senyumannya itu, rupanya tak lebih dari si mulut pahit yang andal menyebarkan rumor aneh tak berdasar?

Selamat Jisung! Kamu kembali terjerat akan skenario hidup yang kian membelit.

"Park Jisung!"

Jeritan lain mengudara. Baritonnya berbeda. Dicampur dengan sedikit geraman tertahan, dia menengahi bersama derap langkahnya yang memburu. Ketika semua netra ditautkan untuknya, terpecah sudah jawabannya. Itu Zhong Chenle; pahlawan Jisung, tameng Jisung, pembela Jisung, kawan Jisung, dan mungkin segala-galanya yang tersisa untuk Park Jisung.

Dia dibuat bertanya-tanya. Chenle, apa cuma kamu yang bisa Jisung percayai?

"Kenapa kamu kabur? Lukamu harus diobatin dulu." Chenle menegur. Lantas bagai dicubit, sosoknya tersadar. Senyumnya disunggingkan. Dia mendecih, meremehkan apa yang tengah terjadi. "Kamu kabur buat ini? Kamu lebih milih dikorbanin buat tuduhan konyol daripada obatin lukamu sendiri? Emang seberapa serunya nonton orang dikucilkan atas asumsi yang sama sekali nggak akurat?"

Jisung tak tergiur menanggapi. Mulutnya ditutup rapat, dikunci kemudian ia buang jauh-jauh benda itu. Tak lagi menginginkannya untuk membuka mulut.

"Heh, Jeonghyun." Chenle memanggil. Seakan tengah disambar guntur memekikkan, Jeonghyun dibuat terkesiap. "Bukannya Jisung udah baik banget sama kamu? Dia yang nolongin kamu waktu kamu nggak punya ongkos buat bayar bus kan? Jangan bilang kamu udah kasih dia balasan setimpal lewat susu kotak kalau kamu nyatanya nggak percaya sama dia."

Jisung tergerak untuk tertawa. Menderaikannya, terbahak-bahak layaknya iblis yang berhasil menjerat mangsanya untuk melenceng dari ajaran sesungguhnya. Jisung teringin untuk mengolok-olok. Setidaknya mengatakan, haha dasar orang-orang mental rentan! Apa lawanmu harus orang berkedudukan tinggi dulu? Miris. Lihat. Park Jisung memutarbalikkan segala yang menimpanya.

"Kamu juga kenapa diem doang? Bilang dong kalau tuduhan mereka salah! Bilang kalau kamu nggak mabuk! Bilang kalau kamu dihajar orang pagi-pagi buta! Bilang kalau tuduhan mereka itu bego banget. Kamu korban. Kamu berhak bela dirimu sendiri." Chenle memberi penuturan. Lidahnya menyeru, meminta sang kawan untuk tak terus terpaut duduk dalam tempurung yang menyesakkan. Berusaha menariknya, memamerkan seberapa indahnya dunia di luar sana. Mendorongnya untuk mengungkapkan kejujuran sekedar melindungi diri sendiri. Bukan malah menciptakan kebohongan untuk melindungi orang lain lantas ia menerima segala kehancurannya seorang diri. "Kamu nggak wajib tutup mulut buat amanin Hoseung sebagai pelaku."

Si marga Park membulat lebar-lebar. Bibirnya mendesis kecil. "Chenle..." Nadanya penuh akan ketidakpercayaan. "Darimana kamu tahu?" Pertanyaannya lirih mengudara.

Yang ditanya menghela nafas lelahnya. "Berhenti korbanin dirimu sendiri. Kamu nggak sebersalah itu dan dia pun nggak sebaik itu buat terus kamu bela." Kian menjerumus pada tingkat keseriusan lebih tinggi, Chenle menyadarkan. Satu hembusan nafas beratnya terlepas. Menyatu bersama udara. Kemudian, tangannya menggaet si Park. "Aku kasih tahu siapa Kim Hoseung sebenarnya."

ꗃꠂꠥ

Apa enaknya jadi cucu penerus yayasan sekolah?

Shy Shy Jwi ✔️Where stories live. Discover now