Bagian empat

3.3K 277 15
                                    

Happy Reading !!!

***

Sarapan pagi ini Iris membuat sup jamur yang begitu Ethan sukai, tidak lupa udang saus tiram pun ikut menjadi olahan Iris untuk Agas di temani beberapa lauk pendukung yang akan meramaikan meja makan.

Selesai dengan masakannya, Iris kembali naik ke lantai dua untuk membangunkan Agas yang ketika dirinya tinggalkan tadi masih lelap dalam tidurnya. Tapi ternyata pria itu sudah rapi dengan setelan kantornya, membuat Iris mengulas senyum dan menghampiri pria itu untuk membantu Agas memasangkan dasinya. Satu kegiatan wajib ketika mereka sedang bersama. Bukan hanya Ethan, nyatanya Agas pun begitu manja pada Iris.

“Kamu bangunin Ethan, ya, terus bawa ke meja makan, ajak dia sarapan. Aku mau mandi dan siap-siap dulu,” kata Iris di tengah kegiatannya menyimpul dasi di leher Agas.

“Oke sayang. Tapi sebelum itu aku mau ini dulu,”

Agas langsung memiringkan kepala sebelum meraup bibir ranum Iris yang selalu menggodanya meski tidak ada niatan perempuan itu melakukan hal tersebut. Tapi ya gimana, Agas terlalu mendamba, jadi selalu saja tergoda, dan inginnya bahkan Agas selalu bisa melumatnya di setiap detik, sayang kesempatan itu tidak selalu ada untuknya.

Saking candu dan bergairahnya, tangan Agas tahu-tahu mendorong Iris hingga tubuh perempuan itu terlentang di atas ranjang. Tangan liar Agas bergerak meloloskan kancing piyama yang Iris kenakan hingga membuat sesuatu di dalam sana menyembul, menampakkan keindahannya yang tentu saja tidak bisa Agas abaikan. Pria itu pun tidak bisa menahan diri untuk tidak menjilat, menghisap, dan menggigit gemas dada menantang itu, membuat Iris menggelinjang karena ulah Agas tersebut.

“Udah Mas,” cegah Iris saat tangan, bibir, dan lidah Agas semakin bergerak liar. Hal itu membuat Agas tersadar dirinya sudah menyentuh terlalu jauh.

“Maaf,” cicitnya seraya meraup wajahnya dengan tangan kosong demi meredam gairah yang berhasil terpancing.

Tidak berbohong, Agas memang selalu ingin melakukannya, tapi sebisa mungkin ia menahannya karena tidak ingin merusak Iris yang belum sah menjadi istrinya.

“Sini aku rapihin lagi kemeja sama dasinya,” belum sempat Iris meraihnya, Agas lebih dulu mundur seraya menggelengkan kepala.

“Biar aku rapi kan sendiri, kamu mandi aja. Udah siang,”

“Ta—”

“Aku takut gak bisa menahan diri, Ris,” selanya dengan nada begitu lirih.

Benar, Agas bukan tidak mengizinkan Iris merapikan kemeja dan dasinya. Ia begitu ingin, hanya saja Agas tak yakin bisa menahan dirinya di tengah kabut gairah masih melingkupinya.

Paham dengan itu, Iris akhirnya mengangguk dan melangkah menuju kamar mandi. Bagaimanapun Iris juga belum siap untuk melakukan satu hal itu.

Selesai meeting, Iris di ajak makan siang lebih dulu oleh bosnya sebelum mereka kembali ke kantor nanti. Tentu Iris tidak bisa menolak, karena selain gratisan sayang dilewatkan ia pun sudah begitu lapar sekarang. Terlebih belum tentu ia sempat makan begitu tiba di kantor mengingat banyak pekerjaan yang menanti.

“Itu Agas ‘kan?” Radhika, yang tak lain bos Iris menunjuk satu objek yang dilihatnya dan itu membuat Iris menoleh demi memastikan.

“Sepertinya iya,”

“Mau di samperin?”

Dengan cepat Iris menggelengkan kepala. “Gak usah Pak, mungkin dia sedang ada urusan dengan mantan istrinya.”

Kesayangan DudaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz