(39). let's get married!

347 63 19
                                    








⚠Hati-hati Typo⚠
Happy Reading!


















Seminggu sejak Wendy ngobrol serius sama Ratna, perempuan itu bertutur lembut tentang lamaran Jaeden dan baiknya mereka buat segera menikah. Mengingat kandungan Wendy yang gak bisa nunggu terlalu lama. Ratna gak mempermasalahkan keduanya yang ngelakuin hubungan di luar nikah, yang jadi masalah adalah anak mereka cepat atau lambat bakalan lahir ke dunia, dan bayi itu harus punya status yang pasti.

Dan itu akhirnya jadi pemikiran Wendy yang selalu ada di pikirannya akhir-akhir itu.

"Lemon tea, buat perempuan tercantik di alam semesta," Jae naro segelas lemon tea di atas meja kerja yang ada di dalem kamar Wendy.

"Thankyou," Wendy senyum ramah ke cowok di depannya, "Babe, kamu gak ke kantor?" Tanya Wendy heran karena Jae gak pergi ke kantor sekitar 2 hari ke belakang. Wendy paling tau kalo Jae selalu ngutamain kerjaannya walaupun keliatan lebih longgar akhir-akhir ini.

"Enggak," Jaeden narik kursi di deket meja rias Wendy dan duduk di samping perempuan mungilnya, "aku abis nyari sesuatu buat kamu, Sayang," kata Jae sambil senyum bodoh.

Wendy ngernyitin dahinya, "stop acting weird, what happened to you," Wendy natap Jaeden curiga.

"Tell me, kenapa kamu sampe sekarang masih gak mau nerima lamaran aku," Jae nyangga dagunya di atas meja pake kedua tangannya.

"Hey," Wendy nunjuk idung Jae pake telunjuknya, "look at you, kamu masih sangat meragukan."

"Apanya? Aku udah cinta sama kamu sejak kita SMA, dan aku yang cinta sama kamu duluan," Jae gak terima di bilang meragukan, "Ndy," Jae narik tangan Wendy dan di taro di dada sebelah kirinya, "kamu denger, detak jantung ini? Detak jantung ini cuma berdetak buat kamu. Dan kamu tau alesan aku bertahan dari kecelakaan itu? Aku bertahan demi kamu--"

Brughh!

Jaeden jatoh dari kursinya karena Wendy ngedorong cowok itu sekuat tenaga.

"Stop talking bullshit! Kamu gak inget aku setelah kecelakaan itu, bahkan kamu gak nyoba buat nyari tau. Sekarang kamu malah ngomong hal yang mustahil kaya gitu!" Seru Wendy gak terima sama gombalan Jaeden.

Jae masang tampang melasnya sambil ngusap pantatnya yang sakit gara-gara nyentuh lantai gitu aja, "Babe! Aky harus gimana biar kamu mau nikah sama aku? Aku gak tahan, aku pengen hidup sama kamu, serumah, setiap hari, liat kamu bangun tidur di sisi aku, di masakkin sama kamu, nemenin kamu saat susah, selalu di sisi kamu, dan yang terpenting," Jae ngambil tangan Wendy dan di cium lembut punggung tangannya, "aku mau ngebesarin anak kita sama-sama, sebagai keluarga kecil yang bahagia. Gak ada kesepian lagi, gak ada kesedihan lagi, please, nikah sama aku," Jae natap Wendy dengan mata yang berkaca-kaca.

Wendy ngehela nafasnya, tangan lentiknya ngambil segelas lemon tea yang belum kesentuh sedari tadi, Wendy neguk minuman itu sampe tandas. Wendy harus mempersiapkan diri sebaik mungkin buat ngasih jawaban ke Jaeden, ngeyakinin hati lebih tepatnya, mengingat Jaeden dulu selalu gampang buat ninggalin dia Wendy cuma mau liat Jaeden seserius apa.






***














"Gue udah punya jalan keluar buat kasus kita," celetukkan Jaeden berhasil narik atensi ke 9 jurnalis lain. Jaeden lagi kumpul buat ngebahas soal kelanjutan kasus yang lagi mereka tanganin.

"Apa itu? Lo gak lagi ngarang, kan, Jae? Lo tau kan kita udah ngehubungin banyak LBH tapi mereka nolak. Kasus ini terlalu beresiko," Renata keliatan gusar di tempat duduknya.

Jurnalis J ( Jae x Wendy ) ✔Where stories live. Discover now