(4). Negotiation

425 84 9
                                    


















Sekitar 15 pertanyaan terjawab dengan serius walaupun kadang di bumbui sama lelucon dari Jae sendiri seenggaknya wawancara hari itu berjalan amat mulus.

Jaeden yang harusnya langsung pergi setelah sesi wawancaranya selesai malah di minta buat stay dan ngabisin cake dan kopi yang di suguhin sebelumnya. Wendy bilang itu itung-itung sebagai imbalan buat Wendy karena udah mau di wawancara sama portal news lokal pertama dalam negeri. Awalnya Jae agak heran kenapa seorang Wendy Beau minta dirinya sebagai imbalan demi berita yang cukup menguntungkan buat Vite.com sendiri.

Tapi mau gimana lagi, Jae cuma bisa nurut. Lagipula gak ada kerjaan lain seudah wawancara sama Wendy selain mulai nulis artikel dan ngerilis beritanya secepat mungkin. Yahh hitung-hitung cuci mata ngeliat perempuan sebening Wendy.

"By the way, Jae ... " Wendy lagi-lagi ngomong sambil merhatiin jari-jari Jae yang telaten ngemasukkin kamera dan alat perekamnya ke dalem tas. Jae yang di sapa langsung nengok dam ngehentiin aktifitasnya.

"Ya?" Tanyanya penasaran.

"Kamu tau, kan, saya gak pernah ngomongin latar belakang dan kehidupan pribadi saya ke media manapun?"

Emang bener, semua media cuma tau sedikit tentang Wendy, perempuan dengan Ibu berkebangsaan Prancis dan Ayah berkebangsaan Indonesia, lahir di Paris 26 tahun yang lalu dan besar di Indonesia sejak umur 5 tahun. Sisanya masih misterius, bahkan nama Ayah sama Ibunya masih jadi rahasia yang selalu di cari tau sampe sekarang.

Bahkan di wawancara ekslusif kaya gini Jae sama sekali ga berniat buat ngulik masalah pribadi narasumbernya, meskipun itu adalah sebuah kesempatan emas yang harusnya bisa di manfaatkan.

"We dont need to talk about your privacy," kata Jae sambil ngumbar senyum tipisnya.

"Tapi saya punya penawaran buat kamu," mata Wendy mulai menajam dengan tatapan yang serius sampe Jae harus negakkin badannya karena atmosfir lagi-lagi berubah dengan cepat.

Jaeden yang ternyata cukup tertarik sama hal itu nahan diri buat nyunggingin senyuman yang lebih lebar "apa itu?" Tanya Jae penasaran.

"Jadi jurnalis yang ngikutin saya kemanapun saya pergi, kamu boleh nulis berita apapun sesuai yang kamu liat setiap hari tentang saya."

Jae gak bisa gak kaget, hampir aja rahangnya jatoh ke lantai karena penawaran yang luar biasa menggoda itu. Jurnalis pribadi? Gila! Jaeden sama sekali gak nyangka dia bakalan dapetin rejeki nomplok tiba-tiba kaya gitu.

"Kamu serius?" Tanya Jae lagi meyakinkan.

"I do 100%."

"Tapi kenapa?" Jae masih gak habis pikir sama penawaran fantastis itu.

"I just .... " Wendy buat kesekian kalinya nopang dagu pake tangannya di atas meja, "ngerasa kalo wawancara sama kamu, menarik."

No, Jaeden. Kamu yang paling menarik di mata saya.



"Alright, please let me take my time buat mikirin penawaran luar biasa ini," kata Jae masih agak pusing, dia ngerasa lagi mimpi karena ngerasa tiba-tiba kejatuhan durian runtuh.

"Ofcourse, just take your time."




















***













Sepulangnya Jaeden dari acara wawancara bareng orang penting itu, Jaeden langsung balik ke kantor buat mindahin file-file berharga yang susah payah dia dapetin ke dalem komputernya.

Jurnalis J ( Jae x Wendy ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang