Bab VIII • Selalu Drama

1.1K 140 13
                                    

"Gak terasa ya Cle, anak kamu sudah besar-besar. Mama inget banget tuh, waktu kamu persalinan pertama. Sibuk banget. Belum lagi waktu kamu hamil Charis dan Caraka. Mama ketawa terus kalo inget Chatur takut perut kamu meledak katanya. Haha. Dipikir balon ulang tahun apa meledak."

"Iya Ma. Cleo juga masih suka gak percaya udah punya anak empat yang ganteng-ganteng. Belum lagi karakter mereka yang unik-unik. Kadang Cleo masih ngerasa kaya mimpi punya mereka." Oma menggenggam tangan menantunya itu sambil tersenyum hangat.

"Chatur beruntuuung banget punya kamu. Mama aja yang hanya merawat Chatur waktu masih kecil itu udah berat banget. Tapi kamu. Diusia kamu yang masih muda kamu justru udah punya empat jagoan. Merawat anak itu bukan persoalan mudah. Tapi mama bersyukur, kamu menjalani ini dengan tulus."

"Mama jangan muji gitu dong. Lagipula merawat anak kan memang udah kewajiban aku sebagai ibu Mah. Aku Sayang mereka, bahkan ketika mereka masih berbentuk gumpalan darah."

"Gak salah emang Chatur pilih istri." sanjung mertuanya itu membuat Cleo terkekeh malu.

"Mama bisa aja."

Omong-omong, kedua wanita berbeda generasi itu sedang duduk di kursi santai pinggir kolam sambil memperhatikan ketiga bocah laki-laki yang tengah bermain air disana.

"Oma." panggil Caraka lengkap dengan sekujur tubuh basah berbalut baju renang biru dongker.

"Kenapa Sayang? Raka butuh sesuatu?"

"Raka pingin pipis. Oma bisa anterin Raka?"

"Biar Cleo aja Mah." sambar Cleo cepat.

"Eh, gak papa Cle. Biar mama aja. Kayaknya Raka lagi mau manja-manja sama mama." tolak wanita itu kemudian bangkit dan menuntun cucunya ke toilet.

Dari jarak yang sudah lumayan jauh, Cleo menatap kepergian dua sosok itu curiga. Dari pertama kali ia mengatakan mereka akan ke rumah mertuanya, entah kenapa salah satu anak kembarnya itu begitu antusias. Lebih-lebih sekarang bocah itu seperti cari muka sekali didepan mertuanya.

"Pasti ada maunya nih." Gumamnya pada diri sendiri.

•••

Cklek.

Caraka keluar dari kamar mandi pertanda selesai dengan urusannya didalam sana.

"Udah Nak?" tanya Oma diangguki Caraka. "Yaudah yuk, balik lagi ke kolam."

"Sebentar Oma." Caraka menarik balik tangan Oma agar tak segera mengajaknya pergi. "Sebenarnya, ada yang Raka mau bilang ke Oma."

"Apa itu Raka?" Caraka menunduk gamang.

"Jadi ceritanya tadi di sekolah ada yang diantar sama mobil Lamborghini merah. Bagus deh Oma. Terus kan Raka tanya sama temen Raka itu, tapi dia malah gak mau kasih tahu kalo dia beli mobilnya dimana. Kata dia percuma. Raka gak bakal dibeliin." curhatnya sedih.

"Oh ya?" respon ketertarikan Omanya seakan membawa angin segar bagi Caraka. Ia lantas berdongak meyakinkan.

"Iya Oma. Padahalkan Daddy punya perusahaan besar. Terus Oma sama Opa juga kaya. Kakek nenek juga sama. Banyak duitnya. Buktinya tiap ketemu, Caraka pasti dikasih uang jajan banyak. Tapi temen Raka itu nyebelin. Udah Raka bilang kalo Raka mampu, tapi dia tetep gak mau kasih tau Raka dia belinya dimana. Raka kan kesel. Karena itu Oma, Raka bertekad mau buktiin kata-kata Raka itu." lirikan manik bening itu kembali bermain peran ke arah Omanya. "Oma, mau gak bantuin Raka?"

"Bantuin apa?" timpal Oma pura-pura belum paham. Padahal dia tahu betul keinginan cucunya ini.

"Beliin Raka Lamborghini? Pliiiiiis. Oma kan pernah bilang sama Raka. Kalo laki-laki sejati itu yang dipegang ucapannya, bukan janjinya aja. Jadi, Oma maukan bantu Raka untuk jadi laki-laki sejati?" pintanya dengan segala bujuk rayu andalannya. Yaitu berdongeng diawal untuk menarik simpatik orang lain agar terperangkap dan mau tidak mau mengabulkan keinginannya.

C FamilyWhere stories live. Discover now