55. Pasta and Shrimp

1K 209 171
                                    

Sinar matahari hangat menyusup melalui celah-celah ranting pohon elm di atas kepalaku. Alas kain terbentang di bawah naungan pohon agar aku dan Mark dapat duduk nyaman bersama sekeranjang kecil roti dan buah-buahan. Pagi ini langit sedang cukup cerah. Jadi, Mark mengajakku piknik di bukit kecil yang menyuguhkan pemandangan danau beberapa ratus meter di bawah sana.

Mark memintaku untuk membaringkan kepala di pangkuannya. Sarapan sudah lama usai, namun kini ia masih asyik menikmati stroberi dengan satu tangannya tetap melingkari perutku dengan mesra. Bibirku tidak bisa berhenti tersenyum, menyenangkan sekali memandangi Mark makan sembari berbaring seperti ini.

Mark menunduk lalu menyuapiku dengan sebutir stroberi berukuran sedang. "Bagaimana jika kita perpanjang masa bulan madu kita?"

Aku mengernyit sambil mengunyah stroberi dalam mulutku. Sama sekali tidak kuduga Mark akan mengatakan hal demikian. Lebih dari seminggu berbulan madu ternyata belum cukup baginya. "Kita sudah delapan hari di Inggris."

"Ya, dan rasanya masih ingin berlama-lama." Mark bergumam seraya memainkan helai-helai rambutku.

Aku mengusap tangan Mark yang berada di perutku. "Aku juga begitu. Tapi aku sudah meninggalkan percetakan terlalu lama."

Aku sudah mengambil jeda dari seluruh perkerjaan di percetakan sejak hari di mana aku mendapatkan kabar kematian Mark, dilanjutkan dengan masa istirahat setelah penganiayaan yang dilakukan Nathan, dan sekarang; bulan madu.

Mark tersenyum lembut dan membelai puncak kepalaku. "Benar juga. Baik, besok sore kita pulang. Sesuai jadwal."

Aku mengangguk. Sebenarnya aku juga merasa enggan untuk meninggalkan Inggris. Terlebih karena memikirkan harus naik pesawat lagi dan sebagainya.

"Bulan madunya kita lanjutkan di rumah saja." Mark menambahkan dengan nada begitu ringan.

Aku hanya bisa menanggapi ucapan Mark dengan tatapan geli.

Mark semakin membungkuk lalu menghadiahiku sebuah kecupan lembut. Mataku memejam, hembusan angin Desember membelai halus pipiku.

Damai. Aku tidak tahu kata apa lagi yang dapat menggambarkan apa yang tengah kurasakan saat ini.

"Setelah ini kau mau kita pergi ke mana lagi?" Mark bertanya santai, tangannya kembali memainkan helai-helai rambutku. "Makan es krim? Ada kedai es krim yang cukup populer untuk para turis di sini."

"Aku sedang tidak ingin makan es krim." Entah mengapa tiba-tiba aku bergidik mendengar makanan yang satu itu, tanpa alasan yang jelas. "Aku ingin sesuatu yang asin. Tapi jika kau ingin makan es krim, akan kutemani. Tapi aku tidak makan."

"Di sana ada kentang goreng juga, kok," terang Mark. "Mau?"

Aku mengangguk senang.

"Untuk makan malam, kau mau apa?" Mark bertanya lagi, seperti ingin merincikan apa saja yang akan kami konsumsi seharian ini.

"Kita banyak makan di luar belakangan. Bagaimana jika kita makan malam dengan masakan rumah saja?" saranku.

Mark mengangguk. "Setuju. Aku yang masak."

"Aku saja," sergahku. "Aku sudah lama tidak memasak karena kau selalu mendahuluiku."

Mark tersenyum tipis. "Kita kan sedang berbulan madu. Clavinaku tidak boleh berlelah-lelah di dapur."

Aku memutar kedua bola mataku. "Dan menurutmu kau boleh?"

Mark melingkari perutku lagi dengan mesra. "Aku tidak semudah itu dibuat lelah, Sayang."

"Aku juga tidak," tegasku, tidak mau kalah.

Mark tersenyum miring, sebelah alisnya terangkat. "Oh ya?"

In A Rainy Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang