"Lo minggir, ini urusan gue sama dia." Sean melepaskan tanganku dari lengannya dan mendorongku agar mundur.

Aku ingin menghentikan Sean namun kalah cepat sebab laki-laki itu sudah berlari menuju Gara. Sean mengayunkan kepalan tangannya ke arah Gara yang dengan mudah Gara hindari dengan memelintir tangan Sean kemudian menghantam keras dada Sean menggunakan lututnya, lalu menghempaskan badan Sean ke bawah.

"MAMPUS LO BANGSAT!"

Seakan belum puas selanjutnya Gara menendang serta menginjak Sean yang tergeletak di tanah.

"TOLONG SIAPA PUN CEPAT PANGGIL GURU!" teriakku.

"GARA UDAH GARA!" jeritku. Takut setengah mati. Aku memeluk kaki Gara yang menendang perut Sean, menahan tendangan itu agar tak terus-terusan menghantam tubuh Sean. "PLEASE STOP!"

"Cuih! Tadi aja kelihatan sok hebat. Dipukul mampus juga lo," kata Gara dengan sinis setelah menghentikan aksinya.

Melepas pelukan pada kaki Gara, kepalaku tertunduk sembari memeluk Sean yang tak sadarkan diri. Mau tak mau air mataku luruh melihat keadaan Sean yang mengenaskan.

"Ada apa ini?" tanya Pak Jaya merebut atensi kami semua. Pria paruh baya itu tampak khawatir, ia mendekat ke arahku dan langsung mengangkat Sean ke dalam gendongannya.

***

Sean dibawa menuju rumah sakit menggunakan mobil Pak Jaya dan ia pula yang menjadi supirnya.

Sepanjang jalan aku menangis sambil mencoba membangunkan sosok tak sadarkan diri yang kepalanya kini berada dipangkuanku. Ku genggam satu tangan Sean dan berdoa semoga Sean tidak cedera serius.

"Pak bisa cepetan nggak Pak?" Aku mendesak Pak Jaya agar menambah kecepatan mobil.

"Iya sabar, Leta, kalau lebih cepat dari ini bukannya kita mau nolong Sean justru bisa jadi kita yang celaka."

Rasa cemas dalam jiwaku tak berkurang barang sedikit pun waktu Sean ditangani oleh dokter dalam ruang Unit Gawat Darurat. Aku dan Pak Jaya berada di luar ruangan karena tidak diperbolehkan masuk untuk menemani Sean.

"Sean punya masalah apa sampai terluka parah kayak gitu?" Pak Jaya memecah keheningan diantara kami. Wajar ia bertanya demikian, begitu ia sampai di belakang sekolah kondisi Sean sudah tak sadar dan Gara pergi melarikan diri entah ke mana.

Keinginan hati ingin menjawab pertanyaan Pak Jaya namun keluarnya sosok berjubah putih diikuti seorang Perawat dari dalam ruangan UGD menghentikanku.

"Keluarga pasien?"

"Gimana keadaan abang saya, Dok?" tanyaku berdiri di depan sang Dokter.

Dokter mulai menjelaskan kondisi Sean di mana ada luka robek pada pelipis Sean, lalu cedera diperut, mulut bagian dalamnya juga tak luput dari luka akibat pukulan dan benturan gigi.

"Soal cedera diperut itu gimana, Dok?" tanyaku lagi.

"Tadi sudah kami periksa, dilihat dari cedera perut yang pasien alami, perut pasien pasti dihantam berulang kali. Ada banyak kemungkinan. Kita tunggu sampai pasien siuman, nanti kami cek lagi untuk mendiagnosisnya."

Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada dokter yang pamit ingin pergi.

"Ada pihak keluarga lain yang bisa dihubungi?" tanya Perawat yang sebelumnya berdiri di belakang Dokter.

"Ada, Sus." Pak Jaya yang menjawab.

"Tolong dihubungi ya. Buat ngurus data pasien."

Aku menoleh ke arah Pak Jaya yang mana ia juga menatapku. "Cepat hubungi Papa kamu," perintah Pak Jaya.

Mengangguk mengiakan, aku sedikit berjalan menjauh dari Pak Jaya sambil mengeluarkan ponsel dari dalam saku rok.

Usai menelepon Daddy, aku kembali duduk dikursi menunggu Daddy datang. Tanganku masih gemetar, belum berani jika harus masuk melihat keadaan Sean.

"Abang kamu di mana?"

Aku mendongak melihat Daddy yang baru tiba. "Di UGD, Dad."

Daddy masuk ke dalam rungan UGD sedangkan aku mengekorinya melihat kondisi Sean yang ternyata belum juga sadar.

"Sebenarnya ada masalah apa sampai anak saya terluka kayak gini, Pak?" tanya Daddy menatap Pak Jaya sembari mengusap wajahnya gusar. "Padahal anak saya nggak pernah terlibat masalah di sekolah, dia hanya fokus dengan club basketnya."

"Saya juga belum tau akar permasalahannya, Pak. Mungkin Leta yang tau dan bisa menjelaskan kejadiannya seperti apa," tutur Pak Jaya.

Manikku berpaling pada Pak Jaya. Sejurus kemudian aku menarik lengan Pak Jaya, mengajaknya keluar.

"Pak Jaya balik aja ke sekolah, masalah ini biar saya yang jelasin sama Daddy."

"Saya berhak tau, Leta, saya ini guru kamu."

"Saya tau, Pak, makanya Pak Jaya balik ke sekolah dan cari Gara. Soalnya Sean berantem sama Gara."

"Baik, saya akan kembali ke sekolah. Tolong jelaskan ke Daddy kamu, takutnya Daddy kamu emosi dan nuntut sekolah."

"Pak Jaya tenang aja, Daddy bukan orang yang suka bertindak impulsif."

Pak Jaya mengangguk sekali. "Saya serahin sama kamu, kalau gitu saya pergi dulu."

A or A [New Version]Where stories live. Discover now