#04 - The Handkerchief

Mulai dari awal
                                    

Melodi kembali mengeratkan genggaman pada gelas smoothie coklatnya yang hampir habis, hingga apa yang dikatakan Revan setelahnya membuat Melodi dapat sedikit bernapas lega.

"Don't worry. I won't tell anyone. Never."

"Really?" tanya Melodi memastikan.

Revan mengangguk pasti. "For sure. Lo nggak perlu khawatir."

Salah satu beban yang sejak kemarin mengganggu dirinya seolah terangkat seketika. Melodi memberikan senyum tulus pada Revan sebagai ungkapan rasa terima kasih.

"Thank you ... thank you so much!"

Revan juga membalas dengan senyum. "No problem."

Meski Revan telah berjanji akan merahasiakan kejadian kemarin kepada siapa pun, Melodi merasa masih ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya.

"By the way, lo nggak penasaran kenapa gue sampai melakukan hal itu?"

"Penasaran?"

"Iya. Biasanya, kalau orang lain ngelakuin hal kayak gitu, orang-orang bakal tanya macam-macam atau bahkan sampai ada yang menghujat. Kenapa lo nggak tanya apa pun?"

Revan meminum coffee latte pesanannya yang baru saja diantar oleh pelayan beberapa saat yang lalu. Melodi menunggu jawaban Revan dengan harap cemas.

"Well ... gue cuma nggak pengen lo ngerasa nggak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu," ujar Revan sambil menatap lekat pada Melodi. "I know you have your own reason dan gue nggak cukup berhak untuk tahu. Yang bisa gue lakukan hanyalah mencegah lo supaya lo nggak ngelakuin hal yang lebih berbahaya dari itu. Is it bothering you?"

Melodi tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu. Gadis itu tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa sekarang.

"Lo ngerasa nggak nyaman sama tindakan gue kemarin, ya?" Revan terlihat menarik napas dalam. "Sorry for that, apa yang gue lakuin kemarin semuanya terjadi secara impulsif."

Melodi segera memberikan respon sebelum terjadi kesalahpahaman yang tidak diperlukan. "Nggak ... nggak gitu. Gue cuma ngerasa nggak terbiasa aja."

"Ah, is that so? Well, gue tetap minta maaf kalau tindakan gue kemarin bikin lo ngerasa terganggu."

"No no no ... you don't need to apologize, seriously. Gue justru berterima kasih karena lo nggak tanya apa pun kemarin."

Revan tersenyum samar. "So, is it clear? Ada yang pengen lo bicarakan lagi sama gue?"

"Oh, lo ada urusan lain setelah ini ya, Kak?"

"Nggak, sih. As I said before, I'm totally free right now."

"Gitu? Beneran nggak pa-pa, nih?"

"Ya nggak pa-pa kalau emang ada yang harus lo bicarakan lagi sama gue."

Melodi mengangguk paham. "Oke deh kalau gitu. Memang ada satu hal lagi yang pengen gue omongin."

"Go ahead."

"Soal permintaan lo sama temen-temen lo tentang pengiring FSN tiga hari yang lalu ...." Melodi mengembuskan napas pelan sesaat. "Gue minta maaf kalau perkataan gue waktu itu nyinggung kalian. Gue sadar kalau sikap gue waktu itu terkesan arogan. Harusnya gue bisa lebih bersikap sopan, apalagi kalian statusnya kakak tingkat gue."

Revan terkekeh pelan mendengar pernyataan maaf Melodi yang tiba-tiba. "Kenapa lo minta maaf? Bukannya lo emang lagi sibuk ya waktu itu?"

"Iya, sih. Emang lagi sibuk."

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang