#04 - The Handkerchief

Mulai dari awal
                                    

Gadis itu benar-benar frustasi. Denyut perih pada luka di pergelangan tangan kirinya kembali menarik kesadaran Melodi pada masalah yang belum sempat Melodi selesaikan. Dirinya yang kehilangan kontrol akibat respon sang mama selepas kompetisi dan juga Revan yang—entah bagaimana—berada di rooftop gedung pertunjukan kemarin. Sebenarnya, Melodi tidak terlalu peduli dengan kehadiran pemuda itu. Namun, apa yang telah Revan lakukan membuat Melodi berada pada ambang kebimbangan.

Tidak pernah ada seorang pun tahu Melodi melakukan tidakan menyakiti diri sendiri seperti itu. Apa yang ia lakukan kemarin memanglah bukan yang pertama kali, tetapi Melodi selalu berusaha bersikap selayaknya orang normal pada umumnya di kehidupan sehari-hari.

Melodi takut, amat sangat takut apabila orang lain tahu. Sebisa mungkin bekas luka yang tercipta ia sembunyikan di balik lengan panjang yang selalu ia kenakan. Sayangnya, kehadiran Revan yang tiba-tiba menjadikan Melodi harus membuat kesepakatan dengan pemuda itu sesegera mungkin. Melodi benar-benar tidak ingin Revan membocorkan apa yang terjadi kemarin pada siapa pun, terutama pada orang-orang terdekatnya.

Lantas dengan setengah keyakinan yang masih tersisa, Melodi segera mengetikkan pesan pada seseorang selagi gadis itu memiliki waktu tak terduga yang selama ini selalu ia butuhkan.

To: Feli Lovely
Fel, lo punya kontaknya Kak Revan?

🌻🌻🌻

Melodi menggenggam gelas smoothie coklatnya dengan gelisah. Gadis itu berkali-kali mengambil napas dalam untuk menenangkan diri. Sudah lima belas menit berlalu sejak dirinya tiba di Lo-fi Cafe dan sosok yang sedari tadi Melodi tunggu tidak kunjung hadir.

Hingga lima menit kemudian, gadis itu akhirnya dapat bernapas lega ketika Revan menampakkan batang hidungnya.

"Sorry, I'm late. Ada urusan kerjaan yang harus gue selesaikan dulu sebelum kesini."

"Ah, gue ganggu banget ya, Kak?"

Revan menanggapi setelah ia duduk pada kursi di hadapan Melodi. "Nggak kok. I'm totally free right now. By the way, ada apa ya?"

"Hng, soal kejadian kemarin ...." Melodi menyerahkan mini paper bag berisi sapu tangan yang telah dicuci bersih kepada pemilik aslinya. "Gue mau mau ngembaliin ini sama mau ngomong sesuatu."

Revan memperhatikan sekilas isi di dalam mini paper bag tersebut. Lantas, permuda itu tersenyum. "Aslinya nggak lo balikin juga nggak pa-pa, sih. Tapi ... thank you, ya." Ada jeda sesaat sebelum Revan kembali melanjutkan, "Tadi lo bilang kalau lo mau ngomong sesuatu, kan? Go ahead."

Melodi menggigit bibir dalamnya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang akan ia lakukan setelah ini adalah tindakan yang tepat. Dengan satu tarikan napas dalam, Melodi berharap pemuda yang ada di hadapannya kini tidak terlalu sulit untuk diajak bernegosiasi.

"Can I ask you a favor?"

"About what?"

"Soal yang kemarin .... Can you just keep it for yourself?"

Revan tidak kunjung menjawab. Pemuda itu menampakkan air muka yang tidak dapat Melodi dideskripsikan. Gadis itu buru-buru melanjutkan, "Gue tahu apa yang gue lakukan kemarin terkesan ... gila? Kalau lo nggak ngehentiin gue kemarin, gue juga nggak tahu bakal separah apa luka yang bakal gue bikin. Lo kalau mau menganggap gue nggak waras juga nggak pa-pa. Tapi ... please, jangan kasih tahu siapa pun soal kejadian kemarin. Cukup lo aja yang tahu. Can you?"

Revan masih saja tidak memberikan tanggapan. Melodi semakin didera pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang bergumul di dalam pikirannya.

Apakah Kak Revan memang menganggap dirinya terlewat gila? Atau malah setelah ini dirinya akan dihujani penghakiman selayaknya seorang terdakwa?

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang