CHAPTER 37

1.4K 377 21
                                    

Eira dapat merasakan napas lelaki yang tengah merangkul pinggangnya. Dia kemudian membawa dirinya keluar dari tempat itu ke permukaan. Keduanya saling bertatapan untuk sesaat, menikmati kedekatan yang sangat intens. Namun kemudian, Kazimierz akhirnya melepaskan lingkaran lengannya.

"Kau kembali," ujar Eira.

Kazimierz terdiam, dia melirik Eira sembari menjawab. "Ya, aku tidak bisa membiarkan kau mati." Untuk sesaat, Eira berpikir lelaki itu benar-benar kembali untuknya. "Leviathan menginginkanmu hidup-hidup," tambahnya.

Kalimat terakhirnya membuat Eira harus menelan bulat-bulat kekecewaan. Dia hampir lupa bahwa lelaki itu setengah iblis, mereka hanya melakukan apa pun yang menguntungkan dirinya. Itulah akibat dari berekspektasi terlalu tinggi pada seorang iblis. Hanya saja dia tidak menunjukkan ekspresinya, takut kalau-kalau Kazimierz dapat mengartikannya.

Keheningan antara keduanya menyelimuti, hingga suara Nimue membuat Eira menoleh pada sumber suara. Saat dia kembali pada Kazimierz, lelaki itu telah pergi lagi. Sambil menggeleng-geleng, dia menuju Nimue dan yang lainnya.

"Eira! Oh, untunglah kau baik-baik saja." Nimue mengela napas lega, akhirnya dia dapat menghilangkan rasa khawatirnya.

Castro yang dibelakangnya langsung menyambar Eira tanpa memedulikan yang lainnya. "Aku kira akan kehilangan kau lagi," ujarnya penuh cemas. "Kau tidak perlu melakukan apa pun sendiri. Ada aku, Nimue, dan yang lainnya untuk membantu."

Seumur hidupnya, Eira tidak akan pernah mengharap seseorang untuk mengatakan hal itu padanya, karena itu dia tidak pernah mengandalkan siapa pun. Baginya, hanya diri sendiri yang dapat dipercaya dan diharapkan. Namun, mendengar Castro mengatakan hal itu dengan jelas membuat dirinya semakin takut. Dia takut untuk mengecewakan, dia takut untuk kehilangan, dia takut pada semua perasaan yang akan membuatnya terlena.

Tidak jauh dari keempat orang itu berada, Kazimierz tengah mengamati di balik kegelapan. Matanya menyorot tajam lelaki yang tengah memeluk Eira penuh emosi yang tidak dapat dia simpulkan. Sesuatu kemudian mengganggunya, datangnya dari panggilan untuk kembali ke Dark Alpen.

Sesaat sebelum dia melesat, diliriknya sekali lagi perempuan itu. Hingga akhirnya dia angkat kaki dan sampai di perbatasan. "Xena! Kau sudah menemukan apa yang kuminta?" tanyanya pada iblis yang membuatnya datang ke sana.

"Ya, laki-laki warlock ini bisa melakukan necromancy," katanya. Tangan iblis itu berada di kepala si lelaki yang tengah berlutut menghadap Kazimierz.

"Asmodeus akan datang sebentar lagi, dia akan tahu apa yang harus dilakukan." Kini, lelaki itu berdiri sambil bersidekap. Pikirannya masih jauh tertinggal pada Eira, dia sedikit gusar. Entah apa yang membuat lelaki itu merasa begitu.

Di tengah kegusarannya yang tidak dia mengerti, Asmodeus datang. Sebuah tombak berbentuk sabit tengah di genggamnya, sedangkan kepulan asap mengikuti dibelakangnya—para iblis bayangan. "Kazimierz, kau sudah mendapatkan apa yang kuminta."

"Ya, sekarang apa yang kau inginkan darinya?" tanya lelaki itu.

"Gorok lehernya, aku hanya membutuhkan darahnya." Asmodeus kemudian mengeluarkan sebuah belati dan menyodorkannya pada Kazimierz.

Diraihnya belati itu, kemudian menghampiri sang lelaki warlock yang menatap dengan gamang. Tubuhnya bergetar hebat saat Kazimierz berdiri di belakangnya sambil melingkarkan belati ke leher lelaki malang itu. Dengan sekali sebat, darah mencuat dari lehernya dengan deras. Percikan darah juga mengenai pergelangan tangan Kazimierz.

Lelaki itu kini menyeret tubuh sang warlock yang telah meregang kepada Asmodeus. Sebuah wadah dimunculkannya dari kepulan asap hitam oleh iblis itu. Asmodeus kemudian menampung darah sang warlock, hingga rasanya sudah cukup baginya, dia meletakkan wadah di atas tanah. "Singkirkan mayatnya!" perintah Asmodeus. "Aku akan memulai ritualnya."

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang