CHAPTER 32

1.5K 404 38
                                    

"Makhluk macam apa itu?" Kramor bangkit dari tempat dia merebahkan tubuh dan menyambar kapak miliknya.

"Lepaskan alas kaki kalian," pinta Eira dengan suara rendah, mengabaikan pertanyaan Kramor.

Osric yang bingung bertanya-tanya. "Untuk apa?"

"Lakukan saja!" perintah Eira sembari melepaskan alas kakinya yang diikuti oleh Castro dan yang lainnya. Sambil menelusur sekitar, udara hangat yang Eira rasakan kini semakin memanas sedangkan keringat membanjiri pelipisnya.

"Hanya aku saja atau udaranya semakin panas?" tanya Osric lagi. Untuk ukuran seorang manusia serigala, udara panas adalah hal yang biasa. Namun karena suhu tubuhnya yang sudah menghangat, membuat udara menambahkan sengatan panas tidak tertahankan. Membuka pakaian, keringat juga bercucuran sekujur tubuhnya.

Sesaat, keheningan menerpa hutan yang bermandi cahaya bulan. Semua orang bersigap, memasang mata dan telinga. Eira yang menggenggam pedang Axia erat-erat memutar tubuh perlahan, menelusur sekitar. Hingga sebuah bola api menerjang ke arah mereka dengan cepat. Memuntahkan cahaya menyilaukan ke seluruh penjuru.

Langit gelap bersilih bagaikan cahaya matahari yang berpendar tengah hari, membutakan dan menusuk kulit. Dengan mata yang masih terbutakan, Eira memerintahkan semuanya untuk tetap dalam posisi. "Jangan ada yang berpindah!" tegasnya.

Dia kemudian menggunakan kekuatan sihirnya. "Syn." Semburat kilat memenuhi mata, memperlihatkan teman-temannya yang bersiaga dengan mata terbutakan. Satu-satunya yang bisa melihat dengan jelas hanya dirinya.

Memikirkan strategi, Eira tahu bahwa banaspati yang menyerang mereka merupakan jenis yang tidak dapat melihat mangsanya saat mereka menapakkan tanah. Karena itu dia meminta mereka untuk melepaskan alas kaki. Namun, dengan cahaya menyilaukan yang dibuat oleh monster itu, dapat membuatnya melihat lebih jelas.

Memekik, Nero terbangun dari tidurnya saat serangan tidak beraturan dilancarkan oleh monster itu. Nimue yang berusaha menenangkan mencoba untuk mengelus pucak kepalanya. Serangan ke segala penjuru membuat Eira harus bergerak cepat menuju Castro saat monster itu hampir mengenainya. Pedang yang beradu hanya dapat mementalkan banaspati tanpa melukai monster itu. Satu-satunya cara untuk mengalahkannya hanya dengan memadamkan kobaran api yang menjadi sumber kehidupannya.

Dengan rencana yang telah dipikirkannya, Eira berbisik pada Castro sebelum melompat untuk menyerang. "Ayunkan pedangmu dari bawah saat aku perintahkan untuk menyerang." Dia kemudian beguling, menghindari serangan banaspati. Kini, Nimue yang diarahkan untuk menggunakan sihirnya. "Aku ingin kau membuat pusaran kecil di udara, saat aku perintahkan tutup semua sirkulasi udara yang masuk."

Setelah Nimue mengangguk, Eira mulai melancarkan rencananya. Banaspati yang masih bergerak tidak tentu arah, hampir membuatnya kewalahan. Untungnya, Osric yang meggunakan insting manusia serigala dapat membantu Eira untuk mengalihkan sang monster roh.

"Arahkan dia pada Castro!" teriak Eira pada Osric yang berlari berseberangan dengannya.

Menukik, Osric berhasil menghindari serangan banaspati. "Kemari kau, monster sialan! Mengganggu tidurku saja!" geramnya.

Banaspati yang teralihkan mengikuti Osric, berusaha menyerangnya. Tepat saat dia melompat ke belakang Castro, Eira berseru. "Serang!" Bersamaan dengan itu, Castro mengayunkan pedangnya dari bawah. Banaspati yang melesat cepat, seketika melambung ke udara.

Tinggal bagiannya untuk mengarahkan banaspati masuk ke perangkap udara yang Nimue buat. Cepat-cepat dia meloncat, menyemburkan api biru untuk mendorong banaspati. Tepat saat monster roh itu masuk ke perangkap, Eira memerintahkan Nimue untuk menutup semua sirkulasi udara di dalamnya.

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang