CHAPTER 9

2K 516 11
                                    

"Kita harus ke pemukiman dan bersembunyi di salah satu rumah warga, mereka pasti tidak akan menemukan kita di sana." Nimue yang telah lebih dulu sampai di permukaan danau membantu Eira yang baru saja muncul.

"Tidak, kita akan lari ke hutan, kemungkinan mereka mengejar kita akan lebih kecil, mereka lebih memilih untuk menunggu pagi hari daripada bertemu Leshy* dan jadi santapannya."

"Dan kau pikir aku mau jadi santapan Leshy?" Nimue melototkan matanya pada Eira.

Si dhampir yang tidak menghiraukan mulai mencari pedang milikknya di antara barang-barang yang sudah disiapkan Castro, setelah mendapati semua perlengkapannya dia segera naik ke kuda tunggangannya. "Lebih baik bertemu Leshy daripada masuk penjara dwarf lagi." Eira menunjukkan pada Nimue pedang kebangganannya.

"Maksudmu pedang itu bisa mengalahkan Leshy daripada para prajurit dwarf?" Eira masih tidak menghiraukannya, sampai Nimue sadar bahwa Castro tidak muncul juga ke permukaan. "Di mana si Pangeran?" tanyanya sambil naik ke kuda.

"Dia tidak ikut, lebih baik kita berangkat sekarang sebelum para penjaga menyadari kita sudah berada di luar istana. Aku yakin mereka masih mencari kita di dalam." Eira kemudian mulai menghentakkan tali kudanya untuk memerintahkan jalan.

Nimue yang masih bingung menyusul dari belakang. "Tunggu, kenapa dia tidak ikut? Dia takut untuk menyelam?" tanyanya.

"Aku meninjunya," jawab Eira dengan begitu santainya. Seolah meninju seorang pangeran adalah hal yang biasa. Ya, dia memang pernah meninju lebih dari seorang pangeran, yaitu seorang raja.

"Kau apa? Meninjunya? Dia berusaha menolong kita, Eira. Aku tidak akan meninggalkannya." Nimue kemudian berhenti untuk memprotes.

Alasan lain dia lebih senang melakukan perjalanan sendiri yaitu tidak akan ada drama membuat keputusan secara sepihak. "Dia seorang pangerang, Nimue." Sambil memberhentikan kudanya, Eira berputar. "Membawanya hanya akan menjadi masalah bagi kita dan dirinya. Aku dikutuk, karena kau, ingat?" nada kekesalan terdengar dari suara Eira.

Memang salah Nimue yang tidak memperingatkan lebih awal mengenai hal seperting itu, namun nasi sudah menjadi bubur, semuanya harus tetap dalam rencana. Sambil menghela napas panjang, Nimue kembali mengisyaratkan kudanya untuk berlari, meninggalkan Eira di belakangnya yang masih tidak percaya harus berurusan dengan hal semacam ini.

Sekarang, mereka sudah masuk ke hutan, beberapa prajurit dwarf terlihat mengejarnya sesaat setelah mereka menembus gelapnya hutan. Dan dari sini, mereka yakin, para prajurit itu tidak akan mengejar mereka, setidaknya sampai pagi hari, jadi lebih baik melanjutkan perjalanan lebih jauh untuk beristirahat.

Suara-suara hewan hutan terdengar sejak mereka memasuki hutan lebih dalam. Eira tentu sudah terbiasa dengan suara mereka, tidak bagi Nimue yang seorang Aziza. Walaupun seorang peti hutan, Nimue tinggal di salah satu hutan Aeri, yang jauh dari hewan buas dan monster.

Hutan Aeri di rawat oleh para peri dengan kekuatan sihir mereka, di mana para makhluk hutan tidak bisa bermutasi menjadi makhluk buas seperti di hutan lainnya. Walaupun begitu, tidak semua hutan di Aeri aman dari para monster. Hanya daerah pemukiman yang terjangkau oleh sihir mereka, sedangkan di luar itu sudah pasti banyak yang bermutasi. Walaupun begitu, para monster tidak akan bisa masuk ke hutan Aeri yang yang dibatasi dengan selubung mantra.

"Pedangmu itu apa benar bisa membunuh para monster?" Nimue mulai bicara untuk menghilangkan kesunyian yang menelan mereka.

"Ya, aku seorang pemburu."

Nimue mengerutkan keningnya, seolah mengerti mengapa dia ditakdirkan untuk bertemu dengan Eira. "Apa ada bedanya kedua pedangmu itu?"

Eira tidak menjawabnya.

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang