CHAPTER 33

1.2K 368 9
                                    

"Apa Elias yang mengirimmu?" desaknya, sedangkan kedua tangan Eira meraih kerah jubah lelaki itu.

"Ya dan kau tahu bagaimana Raja Elias terhadap dirimu," tuturnya dengan suara rendah.

Melepaskan kerah baju si lelaki, Eira berdecak kesal. "Sudah kuduga elang itu pasti piarannya."

"Aku hanya memastikan kau baik-baik saja, itu perintah dari Raja Elias." Membuka penutup kepalanya, lelaki itu terlihat lebih pucat di bawah cahaya.

"Kau seorang adze, dia tahu aku memiliki pengalaman buruk dengan kaummu," ketusnya.

"Satu penjahat tidak menjadikan semua adze menjadi penjahat," balasnya dengan nada yang tenang.

Sambil menoleh pada lelaki itu, Eira menimpali. "Ya, tapi membuatku waspada. Lebih baik kau kembali dan katakan pada Elias jika dia memang peduli padaku, seharusnya tidak meninggalkanku di hutan waktu itu."

"Urusanmu dengan Raja Elias bukan urusanku. Aku hanya melaksanakan perintah raja. Terlebih lagi, ada dua adze yang juga mengincarmu. Tallon yang mengirimkan mereka, dia ingin kau mati dan Raja Elias tidak tahu mengenai hal ini."

Terkekeh, Eira bahkan tidak terkejut dengan pernyataan yang terlontar. "Aku akan membunuh mereka sebelum bisa menyentuhku dan untuk Tallon akan kukirim sialan itu ke neraka," geramnya.

Menengadah, adze itu melirik burung elang yang terbang melewati mereka. "Raja Elias dapat melihat kita, tapi dia tidak dapat mendengar dari jarak sejauh itu." Lelaki itu kembali menoleh pada Eira. "Dengar, aku akan mencegah dua adze itu agar tidak mengikutimu. Tapi sebagai balasannya, aku ingin kau membunuh Tallon."

Untuk kali ini, Eira cukup terkejut. "Kau berusaha untuk menjebakku?" matanya membelalak.

"Bukan begitu, ada rahasia yang hanya diriku yang mengetahuinya. Tallon mengancam akan membunuh keluargaku jika membocorkannya pada Raja Elias."

Dengan rasa penasaran, Eira mulai tertarik dengan pembicaraan ini. "Aku mendengarkan."

Sesaat, ada suatu keraguan dari wajah si adze. Namun dia akhirnya mulai bicara. "Ini mengenai kejadian tepat saat kau pergi dari Failos. Malam itu, gadis vampir yang kau bunuh adalah kakakku."

Mendengar hal itu, serangan memori memenuhi kepala Eira. Rasa pusing menjalarinya untuk sepersekian detik. Namun dia berusaha menguatkan diri. "Lanjutkan," pintanya.

"Tallon adalah orang yang membayar si adze untuk memasuki pikiranmu. Saat adze itu dihukum mati karena perbuataannya, tidak dengan Tallon. Sehari sebelum si adze itu dihukum mati, dia datang ke rumah untuk meminta maaf dan mengatakan semua kebenarannya."

Geram mendengar semua kebenaran yang selama ini disembunyikan Tallon, Eira meninju dinding di sebelahnya kuat-kuat. "Sialan kau, Tallon!" dengusnya.

"Namun saat itu juga, Tallon mengetahui kehadiran si adze yang mengaku pada keluargaku. Dia mengancam akan membunuh kami jika buka mulut. Karena itu aku ingin kau membunuhnya."

Membuang muka, Eira tidak dapat menahan kuasa untuk mengeluarkan emosinya. Perlahan dia menarik napas panjang sambil memejamkan mata, berusaha untuk tenang. "Aku membenci Tallon, tapi aku tidak akan melakukan pekerjaan kotormu," ujar Eira pada akhirnya.

Tidak percaya karena perempuan itu menolak tawarannya, lelaki adze itu membelalakkan mata. "Kau membunuh kakakku, aku tidak akan pernah melupakan itu. Walaupun kau dipengaruhi oleh adze, kakakku mati di tanganmu."

Melirik lelaki itu, Eira jelas tahu hal yang dia lakukan pada saat itu bukan lah kesalahannya. Walaupun begitu, rasa bersalah selalu menghantuinya. "Tallon akan mendapatkan apa yang pastas dia dapatkan, tapi tidak dengan cara ini. Dan untuk kau ingat, aku tidak pernah melupakan setiap detik kejadian itu. Aku menyalahkan diriku atas semua yang terjadi."

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang