CHAPTER 14

1.9K 464 3
                                    

"Kau baru saja menciptakan api!" Sambil mencecar, Nimue mengikuti Eira dibelakangnya.

"Ya dan aku tidak tahu bagaimana caranya," jelas Eira.

"Aku mendengar kau mengatakan sesuatu, apa kau ingat?" Nimue mulai lagi dengan pertanyaan yang seolah mengintrogasinya.

"Llosgi, itu yang aku katakan," timpal Eira sedikit kesal.

"Llosgi." Nimue mengulangi kata-kata Eira untuk mencoba mantra tersebut, namun alhasil dia tidak mendapatkan apa-apa. "Kau berbohong!"

Secara mendadak, Eira memberhentikan langkah kakinya, dia berbalik untuk mendapati Nimue yang kesal karena tidak dapat menggunakan mantra tersebut. Untuk membuktikannya, Eira harus membuktikannya sendiri. Diucapkannya mantra yang sama dan seketika api muncul di tangannya.

Osric terlihat terkesan, namun tidak dengan Nimue yang kesal. "Bagaimana bisa kau membuat sumber api?"

"Aku tidak tahu."

Kali ini Nimue yang memberhentikan langkahnya seketika, seolah dia menyadari sesuatu. "Kau menyembunyikan sesuatu dariku," katanya.

Sudah cukup bagi Eira untuk sabar menghadapi Nimue yang terus-terusan mendesaknya. Dia sudah tidak tahan dengan segala beban yang dia bawa bersamanya. Dengan cepat Eira berbalik dan mendapati Nimue yang masih memberikan tatapan kesal padanya. "Kau yang membawaku untuk mencari pedang Gram, kau yang memintaku untuk mengikuti rencanamu mencuri cincin Andvaranaut, kau yang membuatku dikutuk, kau ingat?" Emosi meluap dari dirinya.

Ekspresi Nimue mengendur seketika, dia membuang muka untuk tidak merasa bersalah. Kenyataanya, memang dia lah yang membawa Eira pada semua rencana miliknya, dia tidak berhak untuk menghakimi dhampir yang telah berusaha memercayainya bahkan saat dirinya dikutuk karena ulahnya.

"Oke, hanya untuk memastikan apa yang baru saja kau katakan. Kalian mencari pedang Gram? Pedang legendaris milik Odin yang hilang setelah perang?" Osric satu-satunya yang terlihat tidak memiliki beban sama sekali dalam hidupnya, malah terkesan sekaligus menganggap kedua perempuan itu sudah hilang akal.

Tentu saja karena dia seorang amarok, dia memutuskan untuk berkelana sendiri dan meninggalkan kawanannya, meninggalkan semua masalah, memilih untuk kabur dari kenyataan.

Tanpa menjawab pertanyaan Osric, Eira melangkahkan kakinya kembali pada pondok milik si dwarf. Setelah mendobrak pintu depan dengan kakinya, dia menarik si dwarf yang tengah berdiri di depan perapian. "Katakan sejujurnya padaku apa yang kau masukan ke dalam gelas itu!"

"Demi Raja Cortus Yang Agung! Aku tidak memasukkan apa pun selain racun zulu," katanya bersumpah atas nama mendiang raja dwarf yang menemukan cincin Andvaranaut.

Kesal, Eira akhirnya melepaskan dwarf itu dan mendorongnya. Namun dia masih belum puas dengan jawaban yang didapatkannya. Diliriknya sekitar dengan putus asa, hingga matanya tertuju pada gelas yang tergeletak di bawah setelah dia menenggak isinya.

Jika bukan isinya, mungkin wadahnya, pikir Eira. Diraihnya gelas itu dan mengamati, ada tiga gelas lainnya yang sama persis seperti itu. Namun, ada hal yang Eira amati berbeda. Gelas yang digenggamnya berbahan perak dilapisi emas, sedangkan yang lainnya terbuat dari tembaga berlapis emas. Eira tentu sangat tahu membedakan kedua bahan tersebut walaupun telah dilapisi emas sekali pun.

"Dari mana kau dapatkan ini?" tanyanya.

"Aku tidak ingat," jawabnya.

Eira memelototkan matanya mengancam.

"Aku benar-benar tidak ingat, tapi seingatku seseorang yang memberikannya padaku mengatakan bahwa dia mendapatkan benda itu di sebuah reruntuhan kastel." Dwarf itu kemudian berjalan menuju lemari di belakang mejanya dan mengeluarkan sebuah buku tua. "Ini, buku ini datang bersamanya." Diserahkannya buku itu pada Eira.

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang