CHAPTER 20

1.6K 449 14
                                    

"Bukankah hanya seorang pengecut yang bersembunyi dalam bayang-bayang untuk menutupi keburukannya?" sindir Eira.

Si lelaki memicingkan matanya dengan serius. Dia kemudian maju selangkah, namun secepat kilat berdiri tepat di hadapan Eira. "Bayang-bayang adalah bagian dari diriku."

Eira terkekeh, seolah perkataan si lelaki adalah lelucon. Menghiraukan, dia kembali melangkah untuk memeriksa sekitar, sedangkan si lelaki mengikuti di belakangnya. Namun, beberapa saat kemudian, dia menyadari bahwa mungkin lelaki asing itu yang harus dia waspadi ketimbang para monster.

Berbalik dengan cepat, Eira dan si lelaki saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Irama jantung dan napas mereka saling berbagi, membuat Eira mundur beberapa langkah untuk mulai berbicara. Sedangkan si lelaki bergeming dengan tangan disembunyikan di belakang, membuat dirinya terkesan mengintimidasi.

"Aku tidak punya waktu untukmu, siapa pun dirimu. Pergi dari sini dan katakan pada Rajamu aku tidak bekerja untuknya dan untuk siapa pun," usir Eira pada si lelaki yang masih berdiri sambil mengamatinya.

"Kazimierz, itu namaku," ujarnya, menghiraukan Eira yang tengah mengusirnya.

"Aku tidak menanyakan namamu dan aku tidak ingin tahu," cecarnya. Tidak mau berlama-lama berurusan dengannya, Eira baru saja akan melangkah lagi saat Kazimierz meraih lengannya. Namun, dengan gerakan yang cepat, Eira meraih pedangnya di punggung dan menodongkannya pada lelaki itu. "Satu gerakan lagi dan pedang ini akan berakhir melukaimu."

Kazimierz melirik pedang Axia yang ditodongkan padanya, kemudian menyeringai. "Tidak ada yang bisa menyakitiku. Setidaknya, tidak dengan pedang milikmu," katanya.

Eira bergeming, namun pedang Axia tidak luput dari leher Kazimierz. Perkataan lelaki itu membuat si dhampir penasaran, bahkan sejak pertemuannya di danau waktu itu, Eira masih bertanya-tanya, makhluk macam apa yang berdiri di hadapannya.

Tanpa ragu, Eira menggores leher Kazimierz dengan pedangnya. Sebuah luka terbuka menghiasi kulitnya, namun dalam hitungan detik, bahkan belum sampai Eira mengedipkan matanya, luka itu telah tertutup kembali. Pembuktian mengenai perkataan lelaki itu bukanlah bualan belaka.

"Makhluk apa kau?" tanyanya, seraya melangkah mundur.

"Anggap saja diriku hampir tidak ada bedanya denganmu," jawabnya.

Mengerutkan kening, Eira tentu saja tidak berpikir bahwa Kazimierz adalah seorang dhampir, atau pun seorang vampir. Bahkan pedang Axia dapat melukai seorang vampir, walau tidak akan membunuhnya hanya dengan sebuah goresan.

"Sekarang giliranku bertanya." Kazimierz berdiri tegak sambil bersidekap. "Bagaimana seorang dhampir sepertimu bisa hidup sejauh ini, bahkan sampai ribuan tahun?"

Pertanyaan itu membuat Eira bergeming sambil memejamkan matanya, bosan dengan kalimat sama yang dilontarkan berkali-kali padanya. Baginya pertanyaan itu adalah hal yang paling tidak ingin dia dengar seumur hidupnya. Ditariknya pedang Axia dan dijejalkan kembali ke punggungnya. Tanpa menjawab lelaki itu, Eira meninggalkannya.

Kazimierz yang tidak mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya yang tidak terbendung, akhirnya meraih lengan Eira kembali. Kali ini, dia berusaha meraih pikiran dhampir itu juga, masuk ke dalam pikiran dan membaca rasa takutnya, memaksanya untuk bicara.

Sengatan mendadak Eira rasakan saat Kazimierz meraih lengannya untuk kedua kali. Sesuatu berusaha untuk memasuki ingatan memorinya, namun dengan dorongan kesadaran, Eira memaksa hal itu tidak terjadi. Ditariknya lengan dari Kazimierz dan mendorong lelaki itu menjauh. "Apa yang kau lakukan? Kau berusaha memasuki pikiranku?" cecarnya.

Terkejut, Kazimierz bergeming saat mengetahui kekuatannya tidak berfungsi pada Eira. "Bagaimana bisa kau menangkal kekuatanku?" tanyanya.

Eira yang kesal, mengacungkan jarinya pada wajah Kazimierz. "Tidak ada seorang pun yang boleh memasuki pikiranku lagi! Itu berlaku juga untukmu, tidak peduli makhluk apa pun kau itu!"

Eira The Last DhampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang