28

13.3K 1K 10
                                    

"Sayang bangetlah gue sama lo berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang bangetlah gue sama lo berdua."

.
.

Setelah berdiskusi lebih lanjut dengan keluarga Gia, ternyata mereka sepakat bahwa tidak akan ada lamaran yang gimana-gimana jadi lusa kemarin Bagas dan Gia hanya bertukar cincin sebagai tanda bahwa mereka sudah bertunangan yang selanjutnya hanya dirayakan dengan makan-makan dua keluarga besar ini.

Bagaskara and Gianina now offically engagement!

"Lo udah makan belom, Gi?" tanya Bagas dari balik ponselnya.

Bagas sedang mengendarai mobilnya ditengah matahari yang sudah ingin bersembunyi menuju ke rumah sakit Gia. Hari ini mereka emang berencana menggantikan Airin yang mendadak belum bisa ke Jakarta karena Sadam punya pekerjaan dadakan untuk mengetes beberapa catering untuk pernikahan mereka.

Tanggal pastinya sudah ada, sekitar 1 bulan lagi dan untuk Bagas dan Gia pernikahan akan dirayakan di Jakarta berbeda dengan Kara yang dirayakan di Jogjakarta. Semua ini menimbang keberadaan Chandra dan Githa juga yang asli orang Jakarta. Dalam kasus Radit, mamanya Radit itu orang Semarang jadi mereka sepakat melakukan pernikahan di Jogjakarta.

Udah, gue makan sama Arel tadi. Lo udah jalan jemput gue?

"Bagus sama Arel," cibir Bagas.

Jangan kayak abg lo, masih cemburuan aja. Kita udah mau nikah Bagas? Lo masih cemburu sama Arel.

Bagas baru mau membalas tapi Arel keburu nyaut dari ponsel Gia.

Bahaya lo, Gas, kalau masih cemburu sama gue.

Bagas anehnya ketawa mendengar cibiran Arel itu. Hubungannya sudah tidak setegang dulu dengan Arel, semuanya berubah saat Arel melepas Gia dengan damai dan Bagas menerima Gia dengan bahagia. Sekali lagi, terima kasih banyak kedewasaan.

"Jagain dulu calon istri gue, Rel. Gue bentar lagi sampe kesana."

Telat 5 menit, Gia berubah jadi calon istri gue.

"Coba aja kalau berani."

Aw!

Suara teriakan Arel terdengar lagi dan Bagas langsung tau kalau cowok itu pasti dipukul sama calon istrinya. Bagas tetep cemburu mau gimana juga tapi dia pura-pura biasa aja karena pada akhirnya ia yang akan bersama Gia.

Mau ngobrol sama Gue atau sama Arel sih?

"Ya, lo lah, ngapain sama Arel."

Lo berapa menit lagi sampe?

"Sekitar 10? Lo mau ngapain dulu emangnya?"

Cipokan sama Arel.

"GIA!" pekik Bagas kesal tapi setelah itu Gia dengan sengaja mengakhiri panggilan mereka membuat Bagas digantungi perasaan kesal.

Bagas tau Gia bercanda, tapi tetap aja ia tidak terima karena bayangan Gia sama Arel ciuman beneran udah terlintas dikepalanya. Kakinya menekan pijakan gas dengan tidak sabar, Bagas ngebut ke rumah sakit.

Harusnya 10 menit tapi jadinya 7 menit berkat Gia yang sengaja ngeledek Bagas kalau dia mau ciuman dulu sama Arel. Nyatanya sesampainya Bagas, Gia lagi duduk di kafetaria rumah sakit bareng sama Arel dan satu suster yang Bagas kenal sebagai pendamping prakteknya Gia.

"Hai," sapa Bagas berani lalu mencium puncak kepala Gia dengan membelakangi gadis itu.

Gia menoleh ke belakang lalu tersenyum lembut melihat sosok Bagas disana. "Hai," sapanya juga tidak kalah lembut.

"Ya ampun, Dok, enak banget sih calon suaminya ganteng, kalau gagal nikah bisa sama Dokter Arel juga, gak kalah ganteng," ledek Yana.

Namanya Yana, suster Yana tapi Gia lebih suka manggil Mbak Yana kalau diluar jam praktek. Yana ini lebih tua 3 tahun dari Gia, berhubung Gia anak tunggal jadi ia mendapat sosok kakak perempuan dari Yana.

"Ganteng-ganteng kalau dua-duanya rewel juga sama aja, Mbak," cibir Gia.

Bagas sama Arel memberi tatapan tidak setuju ke Gia tapi Gia malah ketawa melihat dua pemuda dewasa ini yang suka mendadak kompak padahal dulunya musuh bebuyutan.

Gia berinisiatif pindah ke sebelah Yana agar Bagas bisa duduk dihadapannya dan disebelah Arel. Mereka berempat sudah semacam rekan kerja yang duduk bergerombol, jika tidak ada yang tau Bagas adalah tunangannya Gia mungkin mereka akan mengira mereka hanya rekan kerja yang tidak sengaja bertemu di kafetaria utama.

"Kan, adem kalau liat yang ganteng-ganteng duduk sebelahan terus akur lagi. Ya kan Mbak Yana?" tanya Gia iseng.

Yana mengangguk heboh. "Sini foto dulu Mas Bagas sama Dokter Arel. Biar suster-suster rumah sakit kerjanya semangat," ujar Yana dan tanpa basa-basi bahkan persetujuan dua orang ganteng itu ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menjepret foto.

"Hahaha," Gia tertawa senang.

Bagas dan Arel ragu-ragu antara beneran mau pose atau pura-pura gak tau, jadinya kelihatan canggung banget tapi Gia malah gemes.

.
.

Gia berjalan bersama dengan Arel dan Bagas menuju ruang prakteknya dulu sebelum meninggalkan rumah sakit untuk menuju ke tempat catering. Bagas sengaja memposisikan dirinya ditengah Arel dan Gia agar cowok itu tidak terlalu dekat dengan tunangannya.

"Lo langsung cabut, Gi?" tanya Arel dan Gia mengangguk.

"Kenapa tanya-tanya? Gue sama Gia mau ke tempat catering, mau nyicip makanan buat nikahan kita," balas Bagas sewot bahkan ia sengaja menekankan kata nikah ke Arel.

"Gue tau, jangan diperjelas gitu dong," protes Arel sinis lalu Bagas senyum-senyum nyebelin.

Gak ada pilihan lain, Gia jalan ke tengah dan menyelipkan diri diantara Bagas dan Arel karena cuma dia yang bisa meredamkan perseteruan dua pria dewasa ini.

"Udah, astaga, jangan berantem mulu kenapa. Lama-lama lo berdua yang gue kawinin. Mau?"

"GAK!" jawab Bagas dan Arel kompak.

Gia tertawa lagi melihat kekompakan Arel dan Bagas yang semakin lama semakin terbentuk. Gia melingkarkan kedua lengannya pada lengan Bagas dan Arel lalu menarik kedua pria itu agar berjalan lebih cepat.

"Sayang banget lah gue sama lo berdua," gumamnya kecil biar mereka gak berantem lagi. Soalnya kalau kedengeran pasti Bagas cemburu terus Arel ngompor-ngomporin Bagas padahal arti sayang yang Gia rasakan itu beda.

Bagas sebagai tujuan akhir hidupnya dan Arel sebagai sahabat baiknya. Dua jenis cinta yang berbeda tapi Gia sama-sama memberikan kepada dua orang itu dengan tulus.

The Perks Of Breaking Up ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang