24

12.9K 1.1K 26
                                    

"I think she chose him

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"I think she chose him."

.
.

"Kayaknya ada Bagas, Dit, di dalem," ucap Kara di depan unit apartemennya.

Radit yang baru selesai balik dari kantor setelah nyupirin Bagas dan jemput Kara di tempat persiapan pernikahan pun menuju ke apartemen Kara. Setelah menikah pun mereka berdua memang akan tetap tinggal disini biar bisa bareng sama Bagas juga.

"Fix itu anak galau, Kar," tebak Radit.

Kara membuka pin apartemennya dan masuk ke dalam diikuti Radit yang membawa beberapa bungkusan plastik untuk makan malam mereka. 

"Bener kan," ucap Kara setelah menemukan sosok Bagas yang sudah berbaring di tempat tidurnya lengkap dengan AC yang menyala serta selimut tebal Kara yang menutupi tubuh kembarannya itu.

Kara berjalan mendekat ke tempat tidurnya sendiri dan mengecek kening Bagas. "Panas, Dit," gumam Kara.

Gadis itu menepuk pipi Bagas lemnbut. "Gas, bangun dulu, lo demam," ujar Kara lembut.

Bagas pun terbangun dengan hanya beberapa tepukan tanda pria itu memang tidak terlalu terlelap. "Kar.." panggil Bagas.

"Lo demam, Gas. Kecapean?"

"Keujanan."

Kara menatap Bagas heran. "Kok bisa?" 

"Iya, tadi nyusul Gia yang lagi pergi sama Arel tiba-tiba hujan."

"Terus Gia-nya mana?"

"Sama Arel.." jawab Bagas lirih.

Kara langsung tau ada yang salah dengan Bagas dan apapun yang Bagas lihat tadi karena kembarannya sampai nekat hujan-hujanan which is ini bukan Bagas banget kalau bisa sampai sebucin ini buat nemuin Gia.

"Gue telpon Gia sekarang," ujar Kara tegas.

Bagas langsung menahan tangan gadis itu memohon agar tidak mempersulit keadaan Gia yang sudah buruk karena dirinya dan Arel.

"Jangan," gumam Bagas.

"Kenapa?"

Bukan Kara namanya kalau gak butuh bibit bebet bobot why when who where how dan segala jenis parameter pertanyaan lainnya jika muncul suatu masalah. Kara benci masalah!

"I think she chose him."

"Tau dari?" Good question, Lengkara!

"My guess?" balas Bagas ragu.

Syur! Kepala pening Bagas ditoyor Kara tanpa rasa bersalah sedangkan Radit tertawa keras menyaksikan kejadian itu. Tadi siang soalnya udah kena tolol-tololan Radit si Bagas, jadi biarkan sekarang sang ratu yang  menghakimi.

Kalau udah lawan Kara mau di dunia nyata, di dunia permainan maupun di atas ranjang, Radit ngalah.

"Heh, tolol," panggil Kara naik pitam bikin Bagas bergidik ngeri. "Jangan pernah mengasumsikan pilihan seseorang cuma dari apa yang terlihat. Emang lo cenayang, Gas, bisa tau Gia mikir apa?"

Bagas menggeleng takut.

"Ya udah, gitu aja kok susah. Demen banget punya masalah!" omel Kara. "Gue cuma kasih lo satu kesempatan ya, ini gue telpon Gia atau lo usaha sendiri setelah ini karena gue juga gak bakal kasih ijin Radit buat bantuin lo."

"Telpon," jawab Bagas secepat mungkin dan langsung berubah pikiran. Hancur sudah segala ego dan wibawanya jika ia dihadapkan dengan ancaman seorang Lengkara.

Kara bangkit berdiri meninggalkan Bagas yang memohon tatapan bantuan pada Radit tapi seperti biasa si Radit anjing cuma bisa ketawain. 

"Gi, hai! Lo dimana btw?" tanya Kara langsung setelah Gia mengangkat panggilannya.

Mendengar namanya disebut saja sudah cukup membuat hati Bagas memilu karena gadis itu tidak menghubunginya beberapa hari belakangan ini. Tapi ia mengangkat dalam beberapa deringan panggilan dari Kara.

"Baru mau sampe rumah? RUMAH AREL?" Kara sengaja memperbesar suaranya bahkan hampir berteriak agar Bagas jelas mendengar. 

"Sorry, sorry, gue gak nyantai ya, Gi, Gue kebawa suasana," ujar Kara sambil terkekeh.

Bagas semakin penasaran apa yang gadis itu katakan ke kembarannya dibalik ponsel. Apa Gia lagi jalan sama Arel sambil pegangan tangan setelah tadi jelas-jelas Arel mencium keningnya? Ah, Bagas mau semakin demam aja!

Kara ketawa-ketawa sedangkan Bagas tersiksa menunggunya menyudahi panggilannya dengan Gia.

"Gi, ini si Bagas demam katanya tadi kehujanan gara-gara dia nekat nyamperin lo yang lagi pergi sama Arel terus gak tau deh itu anak lihat apa sampai bilang lo milih Arel," ungkap Kara tanpa filter.

Emang kalau sama Kara itu kartu as Bagas pasti kebuka semua sedangkan Bagas cuma bisa mendengus napasnya pasrah.

"Parah banget, Gi, ini anaknya sampai gak bisa napas. Hah? Lo mau kesini? Oke, Gi, sini aja. DIANTER AREL? Oke, salam buat AREL bilang hati-hati anter lo-nya," seru Kara bermonolog kelihatannya walaupun aslinya ia punya lawan bicara yang jauh entah dimana.

Setelah panggilan Kara dengan Gia berakhir, Kara langsung menatap Bagas yang langsung pura-pura makin sakit. Harus latihan dulu sebelum Gia dateng biar diperhatiin. 

"Sofa baru yang 7 juta buat hadiah nikah gue," ucap Kara malak. 

Kara gak gratis ngelakuin ini buat Bagas, jadi Bagas harus bayar pakai sofa 7 juta sekaligus buat hadiah nikahannya dia.

"Gampang, Bu Bos," sindir Bagas terkekeh. 

Badan Bagas masih demam, kepalanya juga pening tapi hatinya menggebu-gebu menunggu kehadiran Gia. Bagas benar-benar kangen Gia. 

.
.

"Rel, sorry banget. Gini banget nasib percintaan lo, abis gue tolak malah gue minta tolong anterin ke rumah Bagas lagi."

Arel tadinya mau sedih tapi denger kata-kata Gia yang beneran kayak frustasi juga, Arel jadi ketawa. 

"Santai aja, Gi, gue masih akan melakukan apapun kok buat lo."

"Boleh gak lo adain tiket permintaan kayak yang gue kasih ke lo? Satu aja soalnya mau gue pake buat nyuruh lo berhenti gombal," ledek Gia.

Arel tertawa sambil menyadari bahwa jatuh cinta itu sesulit ini ya?

The Perks Of Breaking Up ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang