[Quarante] Kebahagiaan yang Diharapkan

83 13 0
                                    

  Pagi-pagi sekali Minho terbangun, bahkan mendahului mentari yang sampai sekarang belum terbit. Minho pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya dan kembali muntah untuk kesekian.

  Jangan salah jika Minho tak menyadari sikapnya. Ia tahu semuanya tanpa harus dijelaskan oleh Jisung atau orang lain karena ia sendiri merasakan keanehan pada dirinya.

  Jika dirinya hanya masuk angin, apakah mual diperutnya harus terus-menerus mendera? Pun, ia bukan wanita yang emosinya bisa berubah-ubah dengan drastis efek karena tamu bulanan.

  Dan, ia bukan wanita yang tingkahnya bisa berubah karena janin yang sedang dikandungnya kan? Y-ya walaupun mendengar kisah Brian dan Jae membuatnya terpikirkan dengan hal itu.

  Minho tak mungkin hamil, Minho yakin! Tapi bagaimana jika bukti-bukti yang ada mengharuskan Minho untuk percaya semuanya?

  Ia ingat perkataannya semalam pada Jisung yang mana ia menyinggung kata gemuk di kalimatnya. Ucapannya bukan bualan semata, ia serius karena ia sendiri menyadari bahwa perutnya mulai gemuk sekarang.

  Minho meminta dibelikan makanan karena belum pernah merasakan rasanya dimanja, dan ia gemuk karena seringkali meminta makanan dalam porsi banyak hanya untuk dirinya. Setidaknya itu pemikirannya dulu.

  Lalu kenapa mual dan emosional selalu datang silih berganti?

  Minho terisak pelan mengingat sebuah kejadian yang tak terduga dulu tepat sebelum dirinya pulang ke negerinya. Ingatan itu membuatnya merasa bahwa kekhawatirannya menjadi kenyataan.

  Dia baru saja berbaikan dengan orangtuanya, bagaimana hubungan ketiganya kembali hancur karena hal ini? Sudah diyakini bahwa ia akan diusir dan takkan dianggap sebagai anak mereka lagi. Perbuatannya sangat keterlaluan.

Grep!

  Minho tersentak ketika seseorang --yang ia duga Jisung-- memeluknya dari belakang. Minho tak sadar jika pintu terbuka tadi saking asyiknya melamun.

  "Aku khawatir dan nyari-nyari kamu, kamu kenapa, hm? Ada masalah?" bisik Jisung tepat ditelinga Minho.

  "A-aku---" Minho tak melanjutkan ucapannya, ia melepas pelukan Jisung lalu kembali memuntahkan cairan yang ia sendiri tak tahu apa. Setelah mencuci muka, Minho membalikkan badan dan menatap Jisung.

"Masih sakit? Istirahat aja ya?"

  Minho mengangguk lesu lalu merentangkan kedua tangannya, mengode Jisung agar menggendongnya. Jisung yang paham langsung melakukannya.

"Hiks, Hannie.."

...

"Ino sayang, kok bisa sakit?"

  Minho menunduk lesu, "Maafin Ino Ayah, Ibunda, Ino nakal, Ino hujan-hujanan dua hari yang lalu," lirih Minho.

  "Gapapa kok, yang penting sekarang fokus buat kesembuhanmu ya? Bentar lagi kan hari pertunangan kamu sama Jisung," tutur Raja Lee. Aura seorang ayahnya tak pernah sekalipun ditunjukkan Taeyong kepada Minho, jadi wajar jika sekarang Minho terkejut.

"I-iya ayah.."

  Nayeon menerima nampan berisikan bubur dan obat dari salah satu pelayan lalu hendak menyimpannya di atas nakas. Saat itu pula ia tak sengaja melihat sebuah benda yang terselip dibawah bantal Minho.

  "Apa yang kamu sembunyiin dibawah bantal, Minho?" tanya Nayeon, matanya tetap melirik ke benda itu tanpa berniat mengambilnya.

"B-bukan apa-apa kok.."

[01] Bonjour, Prince! ✓Where stories live. Discover now