"Tidak mungkin! Papa tau benar bagaimana Kiara. Dia adalah anak papa dia wanita yang baik tidak seperti kamu!" Ucap Brata menggebu-gebu.

"Ada apa ini?" Moza menyela keributan mereka.

"Kelakukan pacar kamu sudah ketelaluan! Dia hampir melukai Kiara. Untungnya Papa datang di saat yang tepat." Moza yang mendengarnya tampak kaget.

"Bener yang di bilang papa?" Tanya Moza pada Natasha.

"Gak kaya gitu maksudnya Za," Natasha memelas.

"Minta maaf!" Perintah Moza. Natasha yang mendengar perintah itu sangat terkejut dia merasa tidak terima.

"Lho kok aku..."

"Minta maaf Natasha." Ulang Moza. Dengan terpaksa Natashya pun meminta maaf pada Kiara.

"Maaf!" Ucapnya cuek. Moza langsung menarik kekasihnya itu untuk masuk ke ruangannya.

Tersisa Pak Brata dan Kiara di luar ruangan. "Maafkan..."

"Sudah pak, saya gapapa kok. Mungkin Mbak Natashya lagi emosi." Ucap Kiara.

"Tetapi saya merasa tak enak Kiara. Dia memang begitu kurang sopan santun itu alasan mengapa saya tidak menyetujui hubungannya dengan Moza." Tutur Pak Brata.

"Dia sangat mempengaruhi Moza, saya sangat ingin Moza bisa mendapatkan wanita seperti kamu." Pak Brata tersenyum.

*****

Seorang wanita terlihat menanti kedatang seseorang. Sesekali ia melirik arloji di tangannya.

Tak berselang lama sebuah mobil hitam berhenti dihadapannya. "Ayo sayang!" Lelaki yang mengendarai mobil itu mempersilakan wanitanya untuk masuk dalam mobil.

"Maaf udah buat kamu nunggu lama." Ucap sang lelaki.

"Gapapa kok, Iky sayang." Balas wanita itu seraya terkekeh.

Tanpa mereka sadari seseorang dari kejauhan tengah mengintai mereka berdua.

MOZA POV

"Sayang, aku mau yang itu boleh?" Natasha bergelayut manja di lenganku.

"Boleh, ambil apa aja yang kamu mau." Aku mengelus pelan kepala Natasha.

Aku sangat menyayanginya. Apapun yang ia minta aku akan memberikannya.

"Makasi Moza sayang." Dia memelukku.

Natasha terlihat sibuk memilih-milih baju. "Bagusan yang mana sayang?" Tanyanya.

Kringg!!!

"Yang tunggu bentar ya." Aku sedikit menjauh dari Natasha.

"Halo pak?"

"......."

"Selamat sore."

"......"

"Harus lusa ini pak? Tidak boleh di undur?"

"......"

"Hmm, baiklah."

"......"

"Baik pak."

"......."

"Terima kasih."

Tutt...

Natasha menghampiriku. "Sayang siapa?" Tanyanya.

"Rekan bisnis di luar kota." Balasku. Aku menatap Natasha cukup lama.

"Kamu kenapa sih natap aku kaya gitu?" Tanyanya.

Aku menangkup kedua pipinya. "Aku harus pergi ke luar kota dua hari lagi." Ucapku.

Rautnya terlihat berubah nampak tak suka mendengar pernyataanku barusan. "Kenapa harus pergi? Gak bisa disini aja?" Tanyanya.

Aku menggeleng seraya tersenyum. "Hanya sebentar sayang."

"Aku ikut!" Katanya.

"Kau tidak akan nyaman di sana. Aku akan pergi sebentar setelah itu aku langsung menemuimu." Dia kembali tersenyum.

"Kamu mau pergi sama siapa?" Tanyanya.

"Kiara, sekretaris perusahaan."

"Wanita kurang ajar itu?!" Wajahnya merah padam mendengar kata Kiara.

"Ssttt...kamu gak boleh bilang gitu. Kiara itu..."

"Ohh jadi kamu belain dia sekarang? Kamu suka ya sama dia? Atau jangan-jangan kamu udah..."

"Sayang, aku itu semata menghormati Papa aja. Secara dia adalah sekretaris papa dulu. Dia sangat berpengaruh bagi perusahaan." Aku membawanya dalam pelukanku.

"Kamu harus ngerti ya sayang. Dia itu hanya sekretaris aku gak lebih." Ucapku. Akhirnya Natasha mengangguk sebagai jawabannya.

*****

AUTHOR POV

Kiara tengah selojoran seraya membaca sebuah buku. Sesekali ia tampak tertawa, tersenyum bahkan menangis.

"Benci pokoknya sama tokoh protagonis yang selalu tersakiti!" Gumamnya.

Kringg!!!

Kiara yang mendengar ponselnya berbunyi sempat menggerutu.

"Halo pak bos?"

"Halo Kiara, besok kamu lembur. Lusa kita pergi ke bandung."

"Apaaaa???? Ihh gak bisa gitu kok bapak yang atur sih? Mana mendadak banget lagi."

"Heh! Bukan saya yang atur itu tapi rekan bisnis perusahaan."

"Ihhh gak mau saya pak!"

"Saya pecat kamu!"

Tuttt....

Kiara mengentak-entakkan kakinya seraya mengacak rambutnya gusar. Ia sangat kesal dengan tingkah bosnya yang aneh itu. Ralat. Super aneh.

Ia berusaha menghubungi kembali atasannya itu.

"Hal..."

"Iya besok saya lembur!"

Tutt...

Kini giliran Kiara yang menutup telepon duluan. Ingin rasanya ia melihat ekspresi kesal sang atasan.

Di sisi lain, Moza memijat pelipisnya meski tak sakit rasanya kepalanya penuh dengan kepulan asap. "Dasar sekretaris ngeselin!" Gerutunya.

"Pak tua satu itu juga sama ngeselinnya!" Dia membalikkan lembaran berkas yang bertumpuk-tumpuk layaknya cucian anak kost yang sudah seminggu lebih.



































Jangan lupa votenya ya gaes🧡





PUKIS MOZARELLA [END]Where stories live. Discover now