Perihal Rezeki

150 15 2
                                    

"Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu."

QS. Az-Zariyat:22

Kasih beranjak ke kamar dan berganti pakaian. Setelah itu, dia pergi ke dapur, mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat kue pukis. Tak banyak kue pukis yang ia buat, karena modal jualannya juga sedikit.

Perjuangan Kasih tak main-main untuk bisa membantu ayahnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Inilah takdir yang harus ia jalani. Ia yakin, suatu saat nanti ia bisa mengangkat derajat ayahnya. Ia harus berjuang lebih keras untuk itu.

Kasih tersenyum dan menghela napas lega, kue pukisnya siap untuk dijual keliling.

"Ayah, Kasih berangkat ya, Ayah." Kasih berpamitan sembari dengan membawa wadah kotak tempat kue pukisnya yang siap dijual keliling.

"Hati-hati di jalan ya, Nak." Ayahnya berpesan.

"Iya, Ayah." Kasih mengangguk. Setelah itu, Kasih mencium tangan ayahnya dan tak lupa juga mengucap salam sebelum ia keluar rumah.

"Semoga kue pukisnya laku semua hari ini," ucap Kasih penuh harap. Lalu, ia tersenyum ketika menutup pintu rumah.

Kasih berjalan menjajakan kue pukis buatannya. Ia berkeliling di sekitar tempat tinggalnya dan jalan raya.

"Kue pukis!!!" serunya menjajakan kue pukisnya.

"Kue pukis!!!" serunya lagi. Ia tak gentar mencari pembeli. Allah sudah mengatur rezekinya. Tugasnya adalah selalu berusaha, tak mudah menyerah begitu saja.

"Bu, mau beli kue pukis?" tawar Kasih kepada ibu-ibu yang berpapasan dengannya di jalan.

Ibu itu menggeleng. "Nggak, Dek."

Ada gurat kecewa. Senyumnya memudar. Belum ada satu pun orang yang membeli kue pukisnya.

"Jangan menyerah, Kasih." Lalu, Kasih kembali mengembalikan senyum manisnya.

"Kue pukis!!! Kue pukis!!!" Kasih tak menyerah untuk terus menjajakan kue pukisnya. Ia pantang pulang sebelum kue pukisnya ludes terjual.

Tampak mobil berwarna putih berhenti di pinggir jalan dekat dengan Kasih yang tengah menjajakan kue pukisnya.

"Heh, anak cupu!!!" ledek Laura di dalam mobil. Tampak juga Mayra dan Gladys di dalam mobilnya sembari terkekeh. Rupanya mobil itu milik Laura. Maklum, dia sudah diizinkan membawa mobil oleh orangtuanya.

Mendengar ledekan dari Laura, Kasih menoleh dan hanya diam menatap mereka bertiga.

"Oh jualan pukis? Kasian banget, ya!" ledek Laura ketika melihat kue pukis jualannya Kasih.

Sontak, Mayra dan Gladys tertawa. Kasih hanya diam mendengar tertawaan mereka yang meledek.

Kasih tak menggubris. Ia memilih melanjutkan menjajakan kue pukis jualannya.

"Kue pukis!!! Kue pukis!!!" seru Kasih.

"Sial!!! Dia masa bodoh sama ledekan kita!" umpat Laura.

"Iya, tuh! Kebal banget dia! Kupingnya tuli kali, ya! Dia nggak marah sama sekali setiap kali kita ngejek dia!" timpal Mayra.

"Iya, tuh! Mungkin emang tuli kali kupingnya dia!" sambung Gladys.

Laura kembali melajukan mobilnya. Entah kemana tujuan mereka bertiga.

***

Setelah hari menjelang maghrib, Kasih memutuskan untuk pulang, meski jualannya belum laku semua. Ia tersenyum melihat hasil jualannya hari ini, di tangannya ada uang dua ribuan lima lembar dan uang lima ribuan empat lembar.

Ibu PenggantiWhere stories live. Discover now