14. 34+35

36.6K 2.8K 86
                                    

Awal menikah, aku sering diwanti agar tidak membiarkan Mas Damar menyentuh peralatan memasak didapur. Aku tidak terlalu mengerti kenapa mereka mengatakan hal tersebut padaku. Sebenarnya, semua keenam teman Mas Damar itu pandai memasak. Apalagi Mas Nata dan Mas Saga, kudengar setiap mereka pergi belibur saat masih bujang, Mas Nata dan Mas Saga lah yang bertugas menyediakan makan untuk mereka.

Lalu sekarang, aku menyadari mengapa mereka tidak pernah membiarkan Mas Damar menyentuh peralatan dapur. Pertama, saat Mas Damar membuatkan aku susu jahe malam itu. Pagi harinya saat aku ke dapur untuk membuat sarapan, keadaan dapurku yang selalu bersih dan rapi menjadi berantakan. Potongan jahe yang masih tebal, ia buang sembarang tempat. Pan bekas merebus susu, masih ia simpan diatas kompor. Pisau dan talenan, ia biarkan tergeletak disembarang tempat.

Sore ini, Mas Damar berulah lagi. Setelah ia mendengar aku memuji Mas Nata dan Mas Saga yang pandai memasak. "Kemarin Mas Nata sama Mas Saga ke rumah," ujarku ditengah keheningan kami. Mas Damar masih membaca buku disudut rumah tempat kesukaannya.

Mas Damar menutup buku yang sedang ia baca dan menyimpannya dirak kecil sudut ruangan. Ia kembali merebahkan tubuhnya diatas sofa dan menarikku kedalam rengkuhannya. "Ngapain?" Tanyanya seraya mengusap rambutku lembut.

Aku berdehem sekilas, "nganterin makanan."

"Apa?" Mas Damar menatap lurus kehalaman belakang.

"Mas Nata bikin rawon, kalau Mas Saga bikin sate lilit."

Mas Damar hanya mengangguk dan kembali mendekapku tanpa berucap sepatah kata lagi. Aku mendengkus pelan, merasa diabaikan olehnya.

"Mas Nata sama Mas Saga pinter banget ya masaknya, enak tahu masakannya. Kebetulan banget kemarin aku ngga masak, Mas Damar kan ngga dirumah," aku berapi-api memuji Mas Nata dan Mas Saga sambil mengacungkan dua jempolku.

"Ta, lepas dulu. Kebelet," pintanya dengan suara pelan.

Mas Damar tiba-tiba saja bangkit. Ia berbalik dan menatapku seraya berdecak. Aku yang kebingungan hanya menatapnya penuh tanya.  Sepersekon kemudian Mas Damar masuk ke ruang kerjanya. Aku berjalan mengendap dan mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka.

Ia tengah menonton video memasak di tab kerja miliknya.

Aku tertawa puas ketika meninggalkan ruangannya. Paling sebentar lagi ia akan merengek minta dibuatkan camilan padaku.

Tak lama, suara decitan pintu ruang kerja Mas Damar terdengar. Menampilkan sosok Mas Damar yang berjalan tegap dengan rasa percaya dirinya. Ia berjalan dengan memasukkan kedua tangannya pada saku celananya.

Usai menganakan apron, Mas Damar membuka kulkas dan mengeluarkan bahan yang ia perlukan. Aku yang tengah duduk bersantai sontak berlari menghampiri Mas Damar.

"Eh Mas mau ngapain?" Tanyaku panik.

"Masak lah," jawabnya datar.

"Memang bisa?" Tanyaku lagi yang mendapat tatapan menusuk darinya.

Mas Damar mengabaikan pertanyaanku dan mengambil talenan juga pisau di cabinet bagian atas. Kemudian ia mencuci wortel juga kentang di wastafel. Lalu matanya mengedar kesegala arah, seperti mencari sesuatu.

"Cari apa?" Aku masih duduk didepan kitchen bar untuk memperhatikannya.

"Kamu simpan bawang putih dan bawang merah di mana?"

"Itu samping kompor dirak rotan yang kecil," mataku mengarah pada sesuatu yang Mas Damar cari.

Mas Damar mengambil 3 siung bawang merah dan 5 siung bawang putih. Rasa percaya diri masih terlihat jelas diwajahnya, meskipun datar-datar saja. Seperti biasanya.

Grow Old With You [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang