10. Kepiting Kecil

29.7K 3.1K 124
                                    

Mas Damar menghela nafasnya. "Oh ya. Sudah Tante bicaranya? Kalau sudah, Damar tutup."

"Diajari apa aja kamu sama istrimu itu Damar? Lupa kamu siapa yang ngurus kamu dan adik-adik kamu waktu Ayah dan Ibu kamu pergi kerja?"

Benar-benar. Tante Sita merubah moodku dalam sekejap. Memang aku mengajari Mas Damar apa? Menggertak? Tidak. Bermain lembut? Iya. Bayang-bayang menikmati waktu berdua dengan Mas Damar jadi berantakan jika seperti ini.

"Biar Mira yang bicara Mi," oh coba dengar. Perempuan yang nyaris sempurna itu kin ikut membuka suaranya.

Terdengar samar Mas Damar berdecak malas.

"Mar, kamu kok tega sama Mami sama aku? Kita lagi bikin acara lho disini. Kamu ngga mau pulang aja Mar?"

Yang benar saja Mira?! Baru juga kakiku menginjak pulau ini masa harus pulang lagi?! Belum saja aku dan Mas Damar bertempur panas, masa harus pulang dan bertempur diranjang rumah lagi?!

Kan.... aku jadi memaki dia dalam hati. Mira sih mancing-mancing! Tante Sita juga!

"Sudah ya Mir, saya tutup."

Setelah Mas Damar menjawab pertanyaan Mira. Suara Ibu mertuaku yang sedang mencecar Mira dan Tante Sita terdengar jelas sampai ke telingaku. Setelahnya beliau mengambil alih ponsel Ayah.

"Halo, Nak?" Sapa Ibu yang membuat senyum Mas Damar kembali mengembang.

Mas Damar kembali memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kirinya. Tepat disebelahku. Sekarang ia menekan tombol loud speaker.

"Kalian disana yang lama ya, yang betah. Pulang ke Bandung, Ibu sama Ayah tunggu kabar baiknya."

Aku dan Mas Damar terkekeh mendengar permintaan Ibu. Menikah baru 4 bulan, sudah ditagih cucu saja.

"Iya Ibu, maaf ya Bu Damar sama Lovita ngga bilang-bilang mau liburan."

Ibu terdengar menggerutu disana. "Buat apa bilang-bilang? Mau minta izin? Ngga perlu. Kan kalian sudah jadi suami-istri, ya hak kalian itu mau liburan berdua kemana saja. Bebas. Jangan merasa terhalang oleh siapapun. Fokus saja sama rumah tangga kalian."

"Tarik nafas Bu jangan marah-marah, nanti sesak nafas lagi," pinta Mas Damar pada Ibu dengan nada khawatir.

"Iya. Kasih teleponnya ke Istrimu. Ibu mau ngobrol sebentar."

Mas Damar menoleh dan tersenyum ke arahku seraya menyerahkan ponselnya yang masih terhubung dengan Ibu. Ia mematikan mode loud speaker. Mas Damar seperti tahu apa yang akan Ibu bicarakan padaku.

"Halo Bu, ini Lovita," sapaku hangat.

"Iya Ibu, Lovita bawa baju yang Ibu kasih kok. Iya Ibu. Nanti lovita pakai."

Ternyata Ibu mertuaku mengomel perihal baju yang beliau beri untukku kala itu. Masih terbungkus dan berada didalam box kecil. Sudah sempat kubuka sekali lalu kututup rapat lagi. Karena aku tahu isinya. Baju berenda merah maroon dengan tali tipis berbahan satin sebatas pankal paha.

"Udah?" Tanya Mas Damar ketika aku menekan ikon merah setelah selesai berbicara dengan Ibu.

Aku mengangguk dan memberikan kembali ponsel Mas Damar.

"Ya udah, kita jalan lagi. Kamu belum makan siang Ta."

"Mas juga," balasku.

Setelah berdiri kurang lebih lima belas menit, akhirnya kami berjalan lagi mengikuti guide menuju penginapan terapung yang indah di Maratua ini.

Grow Old With You [ SEGERA TERBIT ]Where stories live. Discover now