02. Belum Terbiasa

38.7K 4K 54
                                    

Hari-hari sebelumnya, sebelum menyandang istri dari Mas Damar Adijasa, biasanya aku terbangun tanpa ada seseorang disampingku. Namun, hari ini. Dari sinar cahaya matahari yang menembus jendela, aku dapat melihat dengan jelas wajah damai Mas Damar, suamiku.

Mas Damar sudah tidak dalam posisi memelukku lagi, mungkin ia sudah pulas dan nyaman. Aku menatap alisnya yang sedikit tebal, matanya, hidungnya, mulutnya, semuanya. Tak menyangka saja, aku sudah menyandang istri orang. Istri seorang Damar Adijasa.

Sebelum pukul enam, aku bangkit dan turun dari ranjang king size kamar hotel ini. Mengambil satu botol air mineral dimeja konsol dekat tv. Selang lima belas menit berlalu aku duduk didepan balkon seraya menikmati teh hangat, perutku mulai mendemo meminta makan. Daripada aku menggangu tidur Mas Damar atau pergi ke restoran hotelnya sendiri tanpa izin Mas Damar. Lebih baik aku menelepon pihak hotel untuk meminta sarapannya diantar ke kamar kami.

Aku membangunkan Mas Damar ketika makanan kami sudah ditata rapi di living room depan pintu kamar kami.

"Mas.. Mas Damar," aku menepuk pundaknya dengan perlahan.

Mas Damar melenguh namun matanya masih terpejam, "Mas," panggilku lagi.

"Iya?" Jawabnya seraya mengedarkan pandangannya keseleruh ruangan. Suaranya serak dan berat, rambutnya sedikit berantakan. Tapi, tidak menghilangkan sisi karismanya sedikitpun.

Mas Damar menatapku dari atas sampai ke bawah, aku merasa tidak ada yang salah dengan pakaianku.

"Kok ngga bangunin?" Tanyanya singkat.

Terus ini aku lagi ngapain, Mas? Kan lagi bangunin!

"Ini dibangunin kan Mas," jawabku.

Setelah aku menjawab, Mas Damar hanya mengangguk samar. Ia perlahan bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.

"Mau Lovita siapin bajunya, Mas?" Tanyaku sebelum Mas Damar masuk ke dalam kamar mandi.

Mas Damar mengangguk seraya menyugar rambutnya kebelakang. Waw.

Buru-buru aku berbalik dan membuka koper hitam milik Mas Damar. Ada pakaian putih dan abu seperti biasanya. Celananya hitam dan ada juga beberapa loose fit jeans. Karena hari ini tidak ada acara formal atau resmi, aku menyipakan celana loose fit jeans Mas Damar dengan kaus berwarna abu berlogo Visvim kecil dibagian kanan kerah bulatnya.

Setelah menyiapkan baju Mas Damar, aku duduk menunggu Mas Damar sembari menatap makanan dan minuman yang sudah tersaji. Perutku semakin berteriak meminta diisi. Tahan, Lovita. Tahan. Nunggu Mas Damar!

Akhirnya, setelah 20 menit menunggu. Mas Damar selesai juga memberishkan dirinya, sudah berpakaian lengkap. Ia memakai baju dan celana yang aku siapkan tadi. Rasanya berbeda... aku belum terbiasa dengan kegiatan pagi hari ini. Pertama kali membuka mata disuguhi pemandangan wajah tenang Mas Damar, membangunkannya, menyiapkan bajunya, mungkin besok dan seterusnya aku yang menyiapkan sarapan pagi untuk Mas Damar. Entah mengapa melihat Mas Damar seperti ini ada gelanyar berbeda dihatiku, juga membuat kupu-kupu ditubuhku berterbangan bebas.

Mas Damar menatap makanan yang sudah tersaji dengan sorot mata kebingungan.

"Aku tadi minta tolong sarapannya diantar ke kamar, takutnya Mas Damar masih capek."

Akhirnya Mas Damar duduk disampingku dan meminum air mineralnya. "Maaf lama," katanya singkat.

"Ngga apa-apa Mas," aku mengangguk seraya membawa semangkuk sereal dan memakannya. Tenang, bukannya aku malu-malu dihadapan Mas Damar. Setelah ini aku akan menghabiskan sandwich juga bubur ayam yang aku minta khusus tadi.

Grow Old With You [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now