TXC | 23

38.8K 4.5K 147
                                    

Setiap hari Selasa, Mauretta tidak pergi ke restoran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap hari Selasa, Mauretta tidak pergi ke restoran. Gadis itu menghabiskan waktunya seharian untuk refreshing, mengingat dirinya sudah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan mendekam di ruangan pribadinya.

Tujuan Mauretta hari ini adalah sebuah tempat makan baru yang ada di daerah Canggu. Ia memesan beberapa menu yang paling banyak diminati dan direkomendasikan oleh pelayan. Mauretta memilih tempat duduk di luar yang menghadap langsung ke jalanan yang tak terlalu ramai.

Ponsel Mauretta bergetar saat gadis itu sedang asyik menikmati jus mangganya. Ia segera menggeser tombol hijau di layar tanpa lebih dulu melihat siapa yang menelepon, lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo?"

"Hi, Bestie! Apa kabar gerangan?" Mauretta memutar matanya malas saat mendengar suara Aurel.

"Lo ganggu kedamaian hidup gue."

Aurel berdecak. "Dikurang-kurangin, dong, jujurnya. Gue lama-lama sakit hati, nih," tutur Aurel dengan nada yang begitu dramatis, membuat Mauretta terkekeh. "Apaan?" tanya gadis itu.

"Nggak papa. Lo nggak pengin balik ke Jakarta, gitu? Nggak kangen hang out bareng gue?"

"Lo aja yang ke sini, nginep rumah gue."

"Mau banget, tapi nggak bisa. Bokap gue bisa kebakaran jenggot kalau gue pergi ninggalin kerjaan gitu aja." Mauretta tertawa mendengar jawaban Aurel. Sejak sahabatnya itu lulus kuliah, ia langsung bekerja di perusahaan keluarganya. Aurel seringkali mengeluh karena terus dibebani pekerjaan yang tak pernah habis.

"Ya udah, gue tutup dulu. Mau lanjut kerja biar cepet kelar."

"Hm, bye."

Setelah sambungan telepon terputus, Mauretta baru mulai menikmati makanannya yang baru saja datang. Gadis itu menggigiti kentang gorengnya sedikit-sedikit hingga setengah, lalu melahapnya sekaligus.

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Aurel bertanya perihal kepulangannya ke Jakarta. Sahabatnya itu hampir setiap minggu menanyakan hal yang sama, dan Mauretta selalu menjawab dengan jawaban yang sama pula.

Mauretta masih tidak ingin kembali ke Jakarta. Selain karena ia senang tinggal di Bali, Mauretta juga masih belum siap. Ia masih belum siap kembali ke kota yang menyimpan banyak sekali kenangan indah sekaligus pahit baginya.

Semenjak Mauretta berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga mendapat gelar sarjana di Australia, Mauretta langsung terbang ke Bali. Orang tuanya memberi kepercayaan kepada Mauretta untuk mengelola sebuah restoran Italia yang mereka bangun khusus untuk putri tunggal mereka. Atas permintaan Mauretta, apa yang orang tuanya berikan akan dianggap sebagai hutang, dan gadis itu akan membayar semua modalnya dengan cara mencicil.

Mauretta menghela napas saat bayang-bayang seseorang yang paling membuatnya trauma kembali terlintas di benaknya. Meski sudah tujuh tahun berlalu, Mauretta masih belum bisa menghapus laki-laki itu dari otaknya. Saat Mauretta sedang merenung, laki-laki itu pasti muncul dalam pikirannya. Tak sekali dua kali juga Mauretta menitikkan air mata saat ia memikirkan laki-laki itu tanpa sadar.

TOXIC ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang