Episode 32 Kilas Balik

2.3K 564 115
                                    

Koordinat -2,6388454, 140,9999017 di bawah hutan yang lebat hingga sinar matahari susah menembus tanah, terlihat pergerakan pasukan berseragam angker. Siluet warna loreng hijau dan hitam terlihat sibuk membangun tenda dan membuat api. Sebentar lagi hari malam, para pasukan yang dipimpin oleh seorang komandan peleton itu butuh beristirahat. Situasi mulai tidak kondusif karena hari mulai gelap dan hujan khas Papua mulai turun.

Beberapa dari mereka bergotong royong membangun tenda yang besar. Beberapa tentara sibuk membuat makanan siap saji di atas unggun yang membara. Ada yang membuat minuman panas, sekedar mengusir hawa dingin. Komandan regu sibuk berkoordinasi dengan pimpinan regu lain yang tersebar di beberapa titik. Untuk koordinat itu agak spesial karena pimpinan tertua mereka ikut bersama. Ialah Lettu Inf. Gavin Supadio.

Para ksatria bangsa itu tengah bertugas di perbatasan Indonesia – Papua Nugini. Memeriksa batas antar negara demi menjaga kedaulatan bangsa. Sebentar lagi tugas mereka akan tunai dan segera kembali ke homebase di Tanah Jawa. Akhirnya, penugasan sembilan bulan lima hari akan segera usai dengan baik.

Mereka tegas, sekaligus tegar. Menahan rindu di balik seragam berwibawa itu tak mudah. Menyembunyikan air mata dan luka apalagi. Namun, apabila negara telah memanggil semua harus rela ditinggal termasuk anak, istri, kekasih, dan keluarga. Perpisahan mendewasakan mereka.

Salah satunya Gavin, menjejakkan kaki di salah satu tanah negara di ujung timur ini merupakan kebanggaan terbesarnya. Lelaki bermata sedih itu bisa mengamalkan teori-teori survive yang dipelajarinya selama ini. Memegang dan menggendong "istri pertama" sepanjang waktu. Bersenda gurau dengan rekan sejawat meski di tengah hutan belantara minim signal komunikasi. Itu sangat menyenangkan, pikirnya.

Bisa mengusir rasa rindunya pada "istri kedua" yang jauh di mata. Hanya bisa memandangi selembar foto kusut di dompet basahnya. Berlembar-lembar uangnya kali ini tak berguna, jika tak bisa dipakai untuk mendatangi sang istri. Beberapa lembar kartu ATM pun sama, tiada guna untuk membeli signal demi menebus rindu pada keluarganya. Semua hanya tentang doa, yang bisa menembus apa saja.

Maka Gavin hanya bisa mendoakannya, di sela-sela menunggu makanan yang dimasak Praka Jefry matang. Memandangi foto kusut itu lagi dengan mata kosong. Dengan punggung dan kepala bersandar ke pohon yang tinggi besar, di sebelah senjata disenderkan tanpa mengurangi kesiapsiagaannya. Kedua kakinya terbuka lebar menopang tubuh besarnya yang letih. Mungkin karena telah lima hari mereka mengendap di hutan sebelum tugas mulia itu usai esok lusa.

"Izin, Ndan, T2!" buyar Praka Jefry. Gavin mendongak dan menyimpan foto kembali ke dompetnya, karena Jefry menyodorinya nasi kaleng panas rasa rendang sapi. "Izin, masih panas, Ndan!" aba-aba Jefry.

"Ma kasih, ya, Jef!" sahut Gavin singkat, lalu tersenyum pada bawahannya itu.

"Siap!" jawab Jefry tegas. Tentara muda itu tak sengaja melirik sang Danton memasukkan foto yang terlipat ke dompet sebelum menerima makanan darinya. Tentu memancing keusilan prajurit itu pada Gavin, apalagi Gavin dikenal akrab dengan para anggotanya.

"Izin, Ndan, kangen Ibu, ya?" tanya Jefry yang membuat Gavin menjeda kunyahan nasi ala tentara itu.

"Apa boleh merindukan orang yang teramat jauh, Jef?" tanya balik Gavin sambil tersenyum santai. Perwira muda itu lantas menerima secangkir imukal panas dari tangan Serda Dwi.

"Ma kasih, Wi!" sahutnya yang dibalas badan tegap Serda Dwi. Sersan itu kemudian duduk di sebelah sang komandan untuk ikut berbincang.

Situasi cukup kondusif hingga membuat mereka bisa berbincang santai. Lagipula hujan merantau cukup deras, membuat doa-doa mereka semakin lancar menuju langit. Sederhana, mereka hanya meminta para pengacau malas berbuat onar di waktu seperti ini. Tak seperti pekan lalu, di mana mereka hampir berkontak senjata. Biasalah, situasi di Papua sekeras bentang alam dan curah hujannya.

Hai, Sea! (End/Complete)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin