Episode 1 Game Over

4.9K 626 32
                                    

Di sebuah ruang makan dengan keramik-keramik yang mewah dan piring-piring mahal seorang wanita berusia 50 tahunan sedang duduk bersila sambil melipat tangan. Wajah cantiknya terlihat dilipat-lipat, bibir dipilin-pilin pertanda kesal. Kedua tangan dipeluk rapat ke dada sebagai tanda sedang menahan emosi. Di pagi secerah ini, dia baru saja mendengar deru suara mobil sang suami yang tak pulang semalaman.

Saat suara pintu terbuka dan derap sepatu menginjak masuk ke lantai marmer, wanita cantik itu berdiri senewen dengan mulut penuh serapah. Pun saat sang suami yang bersetelan jas hitam dan dasi dongker itu mendekat, dia tak tahan lagi untuk meledak.

"Oh pulang pagi lagi, Pa?" sindirnya dengan mata tajam.

"Papa sibuk, apa itu jadi masalah?" Sang suami cuek seperti pembawaannya selama ini.

"Kenapa nggak sekalian aja minggat dari rumah ini?" Suara wanita cantik itu makin meninggi.

"Kamu ngusir tuan rumah, hah?" Sang suami melotot sempurna sambil berkacak pinggang.

"Ceraikan aku, Pa!" teriak si wanita sembari berkacak pinggang di depan sang suami.

"Itu lagi modusmu, Ma?" sindir sang suami miring.

"Rumah ini bukan gudang yang bisa seenak udel kamu datangi. Ada atau tidak ada Papa rumah ini sama saja, hambar! Maka, biar rumah ini jadi milikku dan anak-anak saja. Kita bercerai saja!"

"Papa nggak akan ceraikan Mama!" putusnya yang tetap saja tak pernah berubah.

Si wanita bergaun motif kembang mawar warna ungu itu tertawa remeh. "Kenapa, Pa? Bukankah Papa bisa nikah lagi sama Niken, sekretaris bahenol Papa itu, 'kan?"

"Fitnah lagi, Ma?"

"Kalau kenyataan bukan fitnah namanya, 'kan, Pa? Foto kemarin itu udah cukup!" teriak si wanita penuh emosi.

Plak!

Sebuah pukulan mendarat panas di pipi sang wanita. Saking kerasnya hingga mampu memberantakkan rambut bergelombang yang sudah susah payah ditatanya sejak pagi. Maksud hati ingin menarik sang suami dengan penampilan cantiknya, agar lelaki itu menyerah dan menciumnya saja. Nyatanya, mereka tetap terlibat pertengkaran sengit yang berujung pada sebuah ... kekerasan.

"Apa yang ka – kamu lak – lakukan? Apa, memukulku?" Wanita itu terbata-bata dengan mata berair dan pipi memerah.

"Biar kamu sadar! Aku tak sebrengsek yang kamu duga, Ma!" Sang suami mengendorkan dasi di lehernya dengan santai.

"Aku mau cerai! CERAI! Lelaki tak punya malu! Malu aku jadi ibu anak-anakmu, cerai aja!" Wanita cantik itu menggebrak meja dengan penampilan berantakan dan tangis sekeras sambaran petir.

Blak! Sebuah pintu jati tertutup dengan sedikit keras, mengandung sedikit emosi dari orang yang menutupnya. Menyamarkan suara-suara keras dari luar. Akulah orang itu, dan akulah yang akan bercerita sejenak lagi.

Bagaimana cara kalian mengawali waktu di pagi hari? Mendengarkan musik? Mendengarkan dersik angin pagi yang berbisik dari liang jendela? Atau mungkin mendengarkan kicau burung yang merdu? Mungkin ingin di posisiku? Mendengarkan pertengkaran suami dan istri sebut saja papa dan mamaku.

Barusan adalah gambaran dari wanita dan lelakinya. Sang wanita sebut saja mamaku dan si lelaki sebut saja papaku. Pertengkaran harian mereka selalu kuintip dari sela daun pintu yang terbuka, seperti barusan. Bagiku itulah gambaran dunia pernikahan yang mengerikan. Tak ada kasih sayang, adanya cuma saling bertengkar, debat kusir, dan pukul-pukulan.

Hai, Sea! (End/Complete)Där berättelser lever. Upptäck nu