Episode 7 Siang Nahas 2

2.1K 461 57
                                    

Sea mengutuki dirinya sendiri di dalam lavatory. Dia meracau sembari mengetuk kepalanya yang terasa bodoh. Gara-gara apalagi kalau bukan karena sikapnya pada Hana barusan yang terasa sangat murahan. Gadis itu baru sadar jika sikapnya over ceria yang jatuhnya malah ke norak.

"Ini semua gara-gara kehaluanku pengen dicintai segala! Ngapain sih aku jadi segila itu, hah! Lebih baik sendirian daripada berakhir seperti papa mama yang hidupnya sia-sia." Sea mengoceh sendiri sambil menunjuk-nunjuk mukanya di kaca kecil.

Dia menggigit bibir sembari melirik arloji. Beberapa saat lagi adalah saatnya serving makanan. Sea harus kembali ke prinsip awal, tanggalkan semua masalah di darat. Siapa tahu sudah selesai saat kamu mendarat nanti. Pepatah itu yang dia pegang selama ini.

"Ya, aku nggak boleh halu lagi! Kembali ke prinsip awal!" Sea menepuk dadanya kuat. "Aku suka sendiri, aku bisa sendiri. Sendiri jauh lebih baik daripada berdua dan membuat sakit hati," tekadnya.

Kemudian dia menutup tekadnya dengan sebuah hentakan kaki dari wedges tujuh sentinya. "Stop koprek IG tentara, Sea! Kamu nggak boleh mimpiin laki-laki apalagi suami orang!" pungkasnya sambil mengepalkan kedua tangan.

Selesai, Sea kembali ke tekad awalnya. Dia mengusap hidungnya kuat sembari menatap kaca penuh semangat. Dibukanya pintu lavatory dan dengan sigap dia berjalan keluar. Melanjutkan tugasnya di penerbangan ini.

Pramugari tinggi semampai itu mengusap sanggul untuk sekedar merapikan anak rambut. Dia menarik turun atasan kebayanya yang berbalut apron. Mengeluarkan makanan dan meletakkannya di atas troli. Dia membawa dua macam main dish yaitu stik ayam dan spageti roast beef.

"Let's do this!" Sea siap menyajikan makanan kepada penumpang kelas bisnis.

Dia berjalan anggun tanpa dibantu rekannya yang juga sibuk melayani penumpang dari baris depan. Mereka berbagi tugas agar cepat selesai dengan Sea yang melayani dari baris belakang. Tanpa ditolak, dia tetap melayani Hana yang terlihat letih. Sedikit gusar sembari memanding jam tangan, sebab waktu terasa lama benar.

"Permisi, Bu, mau spageti roast beef atau stik ayam?" tawar Sea dengan sopan sambil meletakkan lap makan di meja kecil Hana.

Hana hanya menoleh risau sambil menggigiti tangannya. "Snack saja, Mbak."

"Oh, baik." Sea paham mungkin Hana sedang tak enak makan. Maka dengan cekatan dia mengeluarkan buah dan puding, diletakkan di sebuah nampan kecil.

"Buah dan puding, Bu?" sambut Sea.

Hana kembali menatap Sea risau. "Berapa lama lagi kita akan mendarat?"

"Sekitar ...," Sea memandangi arlojinya, "satu jam lagi. Kita akan transit di Jogja."

"Tidak bisa, ya, kalau kita langsung ke Surabaya?" Hana membuat Sea tersenyum sabar.

Tentu saja pramugari ini menggeleng. "Tidak bisa, Ibu. Kita akan singgah di Jogja dulu," jawabnya santai.

Padahal hatinya masih kalang kabut karena berada di depan idolanya. Namun, sesuai dengan tekad yang bulat, Sea tak lagi memamerkan rasa kagumnya. Dia sepakat mengubur dalam-dalam obsesinya pada dunia lelaki atau pun dunia pernikahan. Apalagi sampai memimpikan suami orang lain, tidak boleh!

"Duh, kok masih lama, ya?" racau Hana cemas. Dia hanya meminggirkan nampan kecil pemberian Sea.

"Silakan, Bu," ujar Sea pelan, tapi diabaikan Hana.

Rupanya Hana cukup sombong di dunia nyata, pikir Sea. Entah kenapa gadis itu tak menangkap wajah cemas dan buru-buru dari Hana. Padahal Hana sedang menyesal kenapa harus membeli tiket itu. Dia ingin segera sampai di Surabaya tanpa transit di Jogja.

Dia harus ketemu ibu komandan sebelum jam lima sore. Cukup aneh terlalu buru-buru, sebab jam masih menunjuk pukul sepuluh pagi. Masih ada waktu yang panjang. Namun, Hana tak sabar lagi. Dia terus saja gelisah, sesekali menggesek giginya hingga berkerut-kerut.

Ting! Tung! Dua denting itu memecah perhatian Hana dan juga Sea. Tak hanya itu, pesawat yang mulanya stabil mulai berguncang kecil. Lama kelamaan guncangan itu berubah menjadi goyangan. Pesawat bergoyang cukup kencang, membuat sebagian penumpang berteriak, memuji Tuhan, takbir dan sebagainya. Sebagian yang lain mulai pucat pasi.

Sea dan Yuri, rekannya di kelas bisnis, saling berpandangan. Sepertinya sedang turbulensi, mungkin. Namun, cuaca di luar cukup cerah. Suasana mulai aneh, sedikit pelik dan panik.

"Para penumpang yang terhormat dikarenakan cuaca yang sedang tidak bersahabat, dihimbau agar tetap duduk dan mengenakan sabuk pengaman, serta untuk sementara tidak menggunakan kamar kecil hingga lampu tanda sabuk pengaman telah dipadamkan. Terima kasih."

Sea dan Yuri berpandangan lega setelah mendengar pengumuman dari pilot. Rupanya benar cuma turbulensi. Tak bisa dipungkiri, cuaca cerah belum tentu anginnya landai. Bisa jadi cuaca cerah mengandung angin yang keras, bisa mengguncang pesawat.

Suasana mulai tenang dan dikendalikan. Sea dan Yuri meneruskan kegiatannya untuk mengambil satu persatu nampan berisi bekas makanan penumpang. Sekalian merapikan barang di kompartemen kabin yang berantakan dan bergeser. Mereka mulai berjalan di aisle dengan anggun walau sesekali harus menjaga keseimbangan.

Pesawat masih sering bergoyang meski lampu tanda sabuk pengaman telah dipadamkan.

"Kok pesawatnya guncang kenapa, ya?" tanya salah satu penumpang dari baris depan. Sea langsung sigap menjawab dengan wajah hangat dan tenang.

"Sedang turbulensi, Ibu. Diharap tenang, ya ...," ucapnya santai.

Sampai sebuah denting berbunyi lagi. "Ting ... tung ... ting ... tung!"

"Para penumpang yang terhormat, kita akan segera mendarat darurat di Bandara Adi Soemarmo Solo diakibatkan kerusakan sistem pada pesawat. Dihimbau kepada para penumpang agar tetap tenang dan mengikuti instruksi awak kabin. Sekali lagi dihimbau agar tetap tenang dan mengikuti instruksi awak kabin."

Pengumuman Captain Teddy kontan membuat suasana kembali gaduh. Semua memiliki spekulasi yang pelik. Semua beranggapan dan membuat keributan yang riuh rendah. Beberapa awak kabin mulai kewalahan mengatasi situasi. Baik di kabin ekonomi dan bisnis semua ribut minta penjelasan.

Termasuk keributan di kelas bisnis, para penumpang menuntut kejelasan dari Sea, Yuri, dan Purser Anita. Mereka ribut berebut bertanya saat ketiga awak itu berjalan di lorong kabin untuk memastikan semua sabuk sudah terpasang baik.

"Apa kita tidak mendarat di Jogya?"

"Apa kita akan jatuh?"

"Apa kita akan mati?"

"Beneran kita akan mendarat darurat?"

"Kami harus apa, Mbak?"

"Jangan-jangan pesawat dibajak!"

Berondongan pertanyaan-pertanyaan itu membuat Sea, Yuri, dan Anita terpojok. Semua bingung menghadapi kepelikan situasi darurat ini. Entah harus menunggu berapa lama hingga bisa mengondisikan situasi.

Mereka bertiga memang terlatih untuk menghadapi situasi darurat dan situasi tersulit sekalipun. Namun, kali ini beda, mereka tidak membayangkan akan berada di situasi seperti ini, hari ini!

"Mohon Ibu tetap duduk dan kenakan sabuk pengaman, ya?" pesan Sea berusaha menenangkan salah satu Ibu yang panik berat.

"Nggak ... saya nggak mau jatuh, Mbak," ucap si Ibu mulai sesenggukan.

"Tidak Bu, Captain pasti sedang berusaha sekuat tenaga untuk mendarat dengan selamat," balas Sea sambil memapah si ibu duduk. Dengan lembut dia memasangkan sabuk pengaman lalu berganti ke kursi selanjutnya.

"Dipakai, ya, Pak?" Sea berusaha membantu salah satu bapak-bapak yang kelihatan bingung.

Si bapak memegang lengan Sea gemetaran. "Apa kita akan jatuh?"

"Tetap tenang dan kenakan sabuk pengaman, ya, Pak?" Sea berusaha kalem meski hatinya bergejolak bak kapal di lautan badai.

Dia berusaha berjalan tegar meski ketakutan setengah mati. Keringat dingin dan tangan gemetar tak dapat disembunyikan saat dia sampai di kursi Hana. Hana memandangnya tajam dengan mata marah. "Pesawat apa ini? Saya mau mendarat dengan selamat, Mbak! Saya harus segera ke Surabaya, bukannya malah kayak gini!" protesnya emosi.

"Harap sabar, Ibu. Ini situasi yang tidak dapat kami tolak," ucap Sea berusaha tenang.

Hana terus saja melonjak hingga berdiri dari kursinya. "Pokoknya saya nggak mau tahu, kita harus ke Jogja! Saya mau bicara sama pilot, Mbak!" Hana mulai kehilangan akal sehatnya karena terlalu ambisius menemui ibu komandan.

"Ibu tidak bisa sembarangan meminta ini dan itu. Kita sedang di situasi darurat, Bu. Harap tenang dan duduk. Harap memakai sabuk pengaman!" paksa Sea tegas. Mata indahnya setengah mendelik karena kecewa dengan ketidakdewasaan Hana.

Hana tidak sebaik yang dia kira. Seketika imej Hana hancur di mata Sea. Dia tak lagi menjadikan Hana idolanya.

Hai, Sea! (End/Complete)Where stories live. Discover now