Episode 25 The Pines

Start from the beginning
                                    

Napasku yang sempat tertahan hanya bisa lepas dengan sengalan. Kedua mata milik Hana ini hanya memandangi Gavin tak terarah. Bibir sensual Hana ini tanpa sadar gemetar. Sungguh sial! "M – maaf, Bang ...."

"Ada yang kamu rencanakan lagi dengannya?" telisik Gavin setelah membantuku berdiri lebih tegap. Dia menunjuk dingin Yunita yang celingukan di balik pintu.

"Nggak ada, Bang," jawabku seraya menggeleng. "Mungkin ada hal penting sampai datang sepagi ini."

Tanpa berkata-kata lagi, Gavin segera membuka kenop pintu. Sedikit kasar seperti caranya menyambut Yunita. "Mau apa?"

Yunita meringis sungkan. "Assalamulaikum, Abang. Selamat pagi, Hana ada?" ucapnya berbasa-basi seraya meremas-remas tali tasnya.

"Mau ngapain kamu cari istriku?" sahut Gavin jutek, setelah membalas salam.

"Eng ... gimana, ya, jelasinnya?" Yunita menggaruk rambutnya, sangat salah tingkah. Aku takkan membiarkannya tersiksa seperti itu, dia kartu asku yang penting.

"Ada apa, Mbak?" sambarku meringis, menggeser tubuh Gavin.

"Hana!" sambut Yunita semringah lanjut memegang kedua tangan ini. "Kamu sehat, 'kan?"

"Iya, ada apa?" tanyaku tak sabar, lalu melirik Gavin yang mematung dingin. "Katakan dengan cepat sebelum aku diomeli lagi."

"Kamu habis dimarahi?" tanggap Yunita tidak nyambung seraya melirik Gavin yang sekarang makin mendelik.

"Udah buruan!" desakku. Kutarik Yunita menepi ke kursi teras. Menghindari amukan Gavin yang akan meledak.

"Jadi gini, kedatanganku ke sini mau ngajak kamu pemotretan, Han." Penjelasan Yunita diiringi gerakan matanya yang takut-takut melirik Gavin. "Maaf kalau aku nggak tahu diri, tapi kontrak kerjamu makin mendesak. Agensi lain bisa paham kondisimu, tapi nggak dengan Sera Halim."

"Ser ...," desisku berusaha mengingat nama itu. "Bukannya itu desainer top negara ini!" lonjakku semangat, lalu mengendur lagi karena decakan sinis Gavin meletus.

"Iya, Sera Halim. Kamu susah payah untuk bisa pemotretan pakai bajunya dia, Hana," jelas Yunita lega.

Hana tiada hentinya membuatku kagum. Setelah membuat imej ala wanita sempurna, sekarang mengejutkanku lagi dengan kenyataan bahwa dia bekerja sama dengan Sera Halim! Seriusan, siapa yang nggak suka pakai baju karangan Sera? Yang jelas bukan aku.

Mendadak hatiku berbunga-bunga karena membayangkan tubuh ini dibalut hasil karya manusia hebat itu. "Iya, aku mau, mau!" ucapku antusias sembari mengangguk-angguk ceria.

Tentu saja membuat Yunita makin semringah. Pegangan di tangan ini makin erat, semangat. "Sekarang kamu siap-siap, ya, Hanaku Sayang."

"Siapin apa aja? Aku nggak tahu, Mbak," jawabku pilon.

"Gue bantu, Hana!" putus Yunita membantuku bangkit.

Namun, tubuh pria tinggi itu menghadang di tengah pintu ruang tamu. Wajahnya yang mengeras tak pernah padam, amarah mendominasi rupa good looking itu. "Kamu nggak boleh pergi!" larangnya kuat.

"Ah ... Abang, please! Kali ini aja!" Yunita memohon dengan mengacungkan telunjuknya. "Abang mau Hana disuruh bayar denda karena melanggar kontrak."

"Aku nggak izinkan Hana pergi. Dia nggak boleh lelah yang bisa merugikan diri sendiri!" larang Gavin alot. "Total semua sisa kontrak kerja Hana, aku yang bayar!"

"Wow ...!" Yunita lagi-lagi melongo kehilangan fokus.

"Nggak, aku mau ikut pemotretan, Bang! Ini pengalaman pertamaku pose di depan kamera, lagian aku udah lama nggak dandan cantik," bantahku tak kalah ngeyel.

Hai, Sea! (End/Complete)Where stories live. Discover now