16. Terakhir Kapan?

124 20 2
                                    

Faye selalu ingin mengajak orang sekitarnya mengingat tentang hari di mana Alsha  pamit dengan senyum yang begitu menyejukkan. Sekali seumur hidup, saat itu Faye benar-benar baru pertama Kali melihat Alsha tersenyum tanpa beban. Ada Panji, Ardan dan dirinya. Yang Faye ingat saat itu dirinya masih sangat muda untuk tahu apa arti kehilangan yang abadi. Apa arti terluka meski tidak tersentuh.

Setelahnya Faye menyadari, luka tak tersentuh adalah ucapan, dan sikap yang sama sekali tak pernah menginginkan keberadaan yang telah ada. Sosok Ardan merupakan bukti nyata, bagaimana Aries menolaknya dengan tegas. Sampai ia sadar suatu hari, saat dirinya bersama Pitter datang ke tempat di mana Ardan berada. Cowok itu pernah bertanya padanya, namun sampai detik ini belum satu pun pertanyaan itu terjawab.

"Pernah nggak sih, Lo ngerasa capek sama semuanya?"

Satu kalimat yang jawabannya belum pernah Faye sebar ke manapun. Bahkan pada Pitter atau Panji. Dia hanya memiliki jawaban yang begitu sederhana, dalam benaknya ia berkata banyak hal tapi tak sanggup mengungkapkannya ke media lain selain pada note yang ada di ponselnya.

21 Maret, 13. 00
Ruang gelap akan menjadi pembatas saat semuanya tak lagi bersama. Saat di mana kelam kembali terbuka. Saat di mana rasa tak lagi abadi. Hanya duka, mungkin menjadi pengingat kalau harinya telah berlalu.

Satu hal yang pernah Faye tulis dalam note ponselnya. Anak itu teramat sakit saat tahu puing masa lalu Ardan lewat kisah yang Pitter ceritakan setiap kali Faye mambas tentang jarak.  Setiap detiknya telah berganti jarak yang begitu kokoh. Pertemuan singkatnya teramat menyedihkan. Ia ingin, tapi tak mampu untuk melawannya.

"Ri, Lo sama Gusti kenapa?" Faye mendongak, ia menemukan Benua dan Pandu yang kini berdiri di hadapannya.

Sudah hampir dua Minggu mereka tidak bertemu, kabarnya Benua sedang ada urusan keluarga, berbeda dengan Pandu yang beberapa hari lalu sedang berkabung dan Faye belum sempat melayat.

"Nggak apa-apa, kalian baru masuk hari ini? Kok bisa bareng?"

Benua dan Pandu pun mengangguk, mereka ikut duduk di sebelah Faye ketika anak itu hendak berdiri.

"Udah di sini dulu, lagian baru istirahat juga. Cerita sini, Lo kenapa sama Gusti? Selama nggak ada kita, kalian ribut ?"

"Panjang, gue harus mulai dari mana?"

Sementara semua yang ingin diceritakannya tak dapat ia katakan. Bibirnya kelu, hanya takut jika kelak Ardan pergi dan tak kembali. Atau bahkan, Panji yang memilih berpisah dengan Yola. Semua kemungkinannya telah berputar begitu saja sejak hari di mana Aries datang. Ketakutannya begitu besar.

"It's okay, nggak masalah kalau Lo nggak mau cerita, tapi apa Lo udah dengar kabar baru dari Gusti?" tiba-tiba suara Pandu mengalihkan semua pikirannya. Ia pun menoleh meminta penjelasan, di saat semua orang berjalan melintas melewati mereka dengan tatap heran.

"Gue dengar, hari ini Gusti mau pindah. Entah karena apa, tadi gue ketemu dia di kantor, katanya dia udah ketemu sama Lo,"ucap Pandu. Sejenak Gusti terdiam. Ia ingat sebelum bel istirahat, mereka memang sempat bertemu.

"Kenapa? Lo kok biasa aja?"

Tidak, Faye tidak sedang biasa-biasa saja. Dalam pikirannya saat ini, telah berkeliaran banyak pertanyaan yang sangat mengerikan. Semua perjalanan yang telah ia lalui, tidakkah memberi bahagia untuk yang terakhir?

Tidak!

Faye tak ingin, semua mimpi buruknya terjadi. Ia pun bangkit, lalu berlari meninggalkan Benua dan Pandu yang kini sudah berteriak memanggil namanya.

☄️✨☄️

Mungkin semua sudah terlambat, tapi tak ada salahnya untuk bersuara walau tak ada lagi tempat terbaik di dalam sana. Saat Faye berhenti di depan ruang kepala sekolah, Faye melihat Gusti yang baru saja keluar dari sana.  Tatap mereka bertemu.

ANCHOR ✅Where stories live. Discover now