Selesai urusan di toilet. Kakiku terus berpijak pada selasar sekolah sambil memegang tangkai permen dimulutku. Sebelumnya permen ini ku dapat dari Sean saat kami berangkat sekolah tadi pagi dan Sean singgah di mini market membeli pulpen.

"Leta."

Mendengar sebuah seruan membuatku menoleh, memandangi gadis sebayaku yang tengah berlari menghampiriku.

"Kamu mau ke kantin?"

"Um," jawabku seadanya.

"Aku ikut, ya?"

Permen yang ku emut lantas ku simpan dipipi kiri hingga pipiku menggembung, hal ini dilakukan agar bisa bicara dengan jelas. "Kenapa minta izin ke gue? Kantin sekolah bukan punya bokap gue. Kalau lo mau ke kantin ya tinggal jalan."

"Lo nggak punya temen, ya? Sendiri mulu gue liat."

"Ada kok, teman-teman aku itu Kak Gara, Kak Rey, Kak Dion, Kak Liam, sama Kak Sean."

"Teman cewek nggak ada? Cowok semua?"

Karin menggeleng ribut. "Aku nggak suka temenan sama cewek, mereka itu berisik terus ribet suka ngomongin make up sama skincare, aku kan nggak ngerti. Aku heran kenapa cewek itu suka pakai make up sama skincare? Apa cuma aku doang yang nggak suka pakai make up sama skincare soalnya aku natural cuma pake bedak bayi aja."

"Iya lo doang," sahutku tak acuh.

"Oh iya, kamu juga teman aku. Tapi semenjak abis kecelakaan, kamu berubah. Sekarang kamu udah punya teman lain, aku dilupain," papar Karin, soprannya halus dan lembut.

"Lebay ah, dilupain-dilupain, kayak lo pernah diingat aja."

Sambil memegang tangkai permen ku lirik Karin wajahnya berubah suram, ia pun diam, mungkin apa yang aku katakan telah menyinggung hatinya. Selama perjalanan menuju kantin diisi oleh kelenggangan namun tak sepenuhnya sebab ada backsound dari siswa siswi di sekitar, Karin tak lagi mengajakku bicara begitupun sebaliknya.

Kami sampai di kantin. Manik cokelat terang milikku menyapu sekeliling mencari eksistensi teman-temanku, cukup kesulitan karena kantin bak lautan manusia. Namun seruan Auri sukses menginterupsi hingga pandanganku langsung jatuh pada meja yang terletak di tengah-tengah kantin.

Otak dalam kepalaku mengaktifkan perintah hingga kaki ini otomatis bergerak mendekati mereka.

"Lo ngapain ngajak dia sih?" tanya April jutek, tak senang melihat keberadaan Karin yang sedari tadi berada di sampingku.

"Ketemu di koridor tadi, kebetulan Karin juga mau ke kantin. Jadi yeah, kita bareng," ungkapku.

Ekspresi April tak banyak berubah akan tetapi tidak sesinis sebelumnya, sedangkan Auri dan Kaila mengangguk paham mendengar penjelasanku.

"Tapi sorry nih, Rin. Kita nyisain kursi kosong satu doang buat, Leta," kata Kaila seraya menatap Karin.

"Nggak apa-apa kok, aku bisa duduk di tempat lain." Karin membalas.

"Karin."

Panggilan itu berhasil menarik atensiku. Sekitar tiga meter dari tempatku berpijak berdiri Gara di depan sana, setelah ku amati dengan seksama tak hanya Gara namun juga ada Rey, Dion, Liam, bahkan Sean.

"Aku ke sana dulu ya," pamit Karin, ia berlari kecil-kecil menghampiri Gara.

"Enak banget ya jadi Karin bisa dekat sama Gara and the gang."

"Iya iihh, kenapa mereka nggak pacaran aja sih! Mereka cocok tau!"

"Karin takut kali sama Leta, Leta kan bucinnya Gara."

"Tapi akhir-akhir ini Leta nggak pernah lagi ngebully Karin."

"Mungkin mereka udah baikkan, kan dulu mereka emang temenan."

"Iya sih."

Kepalaku spontan menengok ke samping di mana meja itu terisi oleh tiga siswi yang baru saja membicarakanku. Menyadari tatapanku, mereka langsung tertunduk dan fokus menyantap makanan masing-masing seakan apa yang mereka bicarakan barusan tak pernah keluar dari mulut mereka.

"Dek."

Aku mengalihkan pandangan kepada si pemanggil. Sean, kapan dia datang? Aku tak menyadari kedatangannya. Ia berpijak di hadapanku, berhasil menciptakan kerutan penuh tanya pada keningku.

"Gue mau bawa Leta ke meja gue, boleh kan?" Sean meminta izin kepada teman-temanku.

"Boleh sih, Kak, tapi kita ikut ya?" sahut Auri excited, tersenyum teduh seraya menyelipkan rambutnya ke belekang telinga.

Sean mengangguk sebagai persetujuan.

"Yey, yuk." Auri bangkit dari posisinya langsung saja ia melangkah duluan meninggalkan kami.

Kami menyusul Auri, sampai di sana cuma ada dua kursi kosong. Namun secara cergas Dion, Rey, dan Liam bangkit dari posisi duduk mereka.

"Silakan duduk, para ladies," ucap Dion.

"Duduk, Let." Liam mempersilahkan aku duduk dikursinya.

Tak menolak tawaran Liam, aku mendudukkan diri di sana.

"Woii, minggir lo!" Rey mengusir seorang siswi dari tempat duduknya. "Kursi lo buat gue yak?"

"I-iya, Kak, pakai aja." Siswi itu membalas gagap. Ia menunduk, meremat kedua sisi roknya takut.

Tak sampai di situ Rey kembali merampas dua kursi lainnya agar kami semua bisa duduk.

A or A [New Version]Where stories live. Discover now