Ketika mobilnya berhenti di lampu merah, Laura membuka nama Aimee di aplikasi pesan. Online. Baru saja Laura hendak mengetik, dia melihat status itu berubah menjadi Typing. Tubuh Laura menegang. Dia menunggu hingga Aimee menyelesaikan pesannya. Laura mendecak ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau tetapi Aimee masih belum juga mengirimkan pesannya. Terpaksa Laura kembali menjalankan mobilnya hingga tiba di apartemen. Selesai parkir, Laura segera meraih ponselnya kembali, bahkan tanpa lebih dulu membuka sabuk pengaman. Ada sebuah pesan baru yang diterimanya dari Aimee.

Aimee

Rencananya aku berangkat ke Jerman sebulan lagi, Ci. Mudah-mudahan kita bisa ketemu ya sebelum itu.

Laura hanya memandangi layar ponselnya dengan tatapan kosong untuk beberapa saat. Ada sejuta pertanyaan bagi Laura untuk Aimee saat itu. Bagaimana perasaan Aimee saat tahu bahwa Laura adalah ibu kandungnya? Apakah Aimee membencinya? Apakah Aimee membenci Tante Rena dan Om Lim yang menyimpannya sebagai rahasia? Bagaimana Aimee bisa tetap bersikap baik pada Laura yang sudah mencampakkan dia? Apakah Aimee penasaran siapa ayahnya?

Seharusnya Laura segera mengiyakan ajakan Aimee untuk bertemu. Dengan begitu, mereka bisa bercakap-cakap banyak tentang segala sesuatunya yang ingin dibicarakan. Laura bisa bercerita panjang lebar tentang siapa dirinya dan Aimee. Tetapi, Laura merasa takut. Dia merasa tidak siap. Mungkin dia tidak akan pernah siap. As much as she cares about Aimee, everything about that girl reminds her of her painful past. Jemari Laura mulai bergerak di atas ponselnya dan mengetik.

Laura

Aimee, mungkin sebaiknya kita jangan ketemu. Aku nggak mau suasana antara kita berdua jadi semakin canggung, it's not like we have a close relationship from the start. Aku harap hubungan antara kita berdua tetap sama: sebagai sepupu. Good luck untuk studimu di Jerman, jaga diri baik-baik.

Laura menelan ludah. Dia membaca ulang pesan itu sebelum mengirimkannya kepada Aimee. That message sounds very, very cold. But Laura doesn't know any better on how to be warm, nobody taught her how. Laura bimbang. Pada akhirnya dia tidak jadi mengirim pesan tersebut. Lagi-lagi Laura hanya membaca pesan Aimee tanpa membalasnya. Untuk beberapa saat, status Aimee bertahan pada online sebelum kemudian menghilang.

Malam itu Laura tidak bisa tidur walaupun dia merasa sangat lelah. Kepalanya sakit. Sekujur tubuhnya terasa penat. Berbagai emosi bergejolak di dalam dadanya, tetapi semuanya tertahan, tak ada yang bisa termuntahkan, tidak ada air mata yang bisa dia tumpahkan. Rasanya begitu menyiksa. Laura menghabiskan malam itu tanpa tidur sama sekali. Dia hanya duduk di sofa memeluk lututnya sambil membuka Instagram Aimee. Laura melihat ulang satu per satu semua komik yang Aimee buat sejak awal. From the beginning, it has always been all about her, about Laura.

Keesokan hari, Ergi mendatangi Laura di ruang kerjanya. Laura sedang mengetik laporan pasien ketika Ergi masuk tanpa permisi. Tanpa basa-basi, Ergi menarik kursi di hadapan Laura dan duduk. Dia menarik napas dengan berat. Sebelum Laura sempat bertanya apa yang terjadi, Ergi keburu melontarkan pertanyaan serupa untuknya.

"Laura, kamu beneran nggak mau ketemu Aimee?" tanya Ergi. "Besok dia datang, kan?"

Laura mengangguk. Ergi menunggu respon Laura yang lebih dari sekedar anggukan.

"So?" cecar Ergi lagi, setelah beberapa saat berlalu dan Laura masih tidak melanjutkan pembicaraan. "Kamu bakal ketemu Aimee nggak?"

Laura memutar kursinya dan menghadap Ergi. "Menurut kamu, saya harus ketemu dia?"

"Dia anakmu, Laura. Say something to her."

"Saya nggak tau harus ngomong apa. Dia udah tau segalanya. That's all, right?"

"Apa kamu nggak mau ngomong langsung ke dia, menjelaskan siapa kamu, siapa dia? Meskipun dia tau, yang entah dari siapa, tapi saya yakin pasti dia akan lebih lega mendengarnya langsung dari kamu."

"Atau dia malah jadi benci sama saya setelah mendengar langsung pengakuan dari saya."

"Apa kamu nggak mau mencoba bersikap lebih baik ke Aimee? Show her the love you never got?"

Ucapan Ergi membuat Laura tersenyum getir. "Saya bukan orang yang tepat untuk itu. Aimee doesn't even need that, she already receives every love she deserves from her parents. Aimee punya kehidupan yang baik. Dia nggak perlu tau lebih tentang saya atau Maxime dan kisah dua orang f*cked up yang cuma akan bikin dia bingung dan merasa hina."

"Kenapa kamu ngomong seperti itu? Saya yakin, Aimee nggak mikir seburuk itu tentang kamu. Dia menghormati kamu."

Laura melempar pandangannya menjauh dari Ergi.

"Temuilah dia hari ini, Laura. Seenggaknya biar Aimee tau, bahwa kamu mengabaikan pesan-pesannya bukan berarti kamu marah sama dia. You need a better closure to all these."

~

SINCERELY (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora