Pembawa Pesan

63 10 35
                                    

TAP TAP TAP

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TAP TAP TAP

"Mengapa suara langkahmu kencang sekali, Kek? Aku tidak bisa berkonsentrasi," eluh seorang pemuda berambut keperakan sambil menopang kepalanya di meja. Ia membolak-balik lembaran halaman buku yang agak tua di meja sambil menatap bosan pada tiap huruf yang melekat di sana.

"Apa katamu?" seseorang yang dikomplain barusan menghentikan langkahnya dan menatap geram pemuda itu dari belakang kursi dimana ia duduk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa katamu?" seseorang yang dikomplain barusan menghentikan langkahnya dan menatap geram pemuda itu dari belakang kursi dimana ia duduk. Pria tua itu menyilangkan kedua tangan keriputnya di dada dan mengernyit. Jelas sekali wajahnya tidak senang akan ucapan tidak sopan pemuda itu. Ingin rasanya ia menimpuk kepala pemuda itu dengan sebuah buku tebal hingga membuatnya pingsan.

Buku tebal manakah yang cocok untuk ia gunakan?

Pemuda itu merasakan ada sedikit kemarahan di suara pria tua di belakangnya. "Tidak. Lupakan saja."

Pria tua berambut putih panjang dan berjenggot itu melanjutkan langkahnya menuju rak buku yang tak jauh dari pemuda itu.

"Sudah tiga hari kau menatap buku-buku itu. Apa kau tidak nyaman di rumah?" selidik pria tua itu. Telunjuknya tak berhenti menyusuri judul-judul buku di hadapannya. Ia sedang mencari buku yang ia butuhkan—buku apa tadi yang sedang ia cari? Oh—jemarinya berhenti pada buku tentang ramuan.

"Aku tidak ada kerjaan, Kek. Misi-misi itu sudah selesai dan Kota Lagnam ini terlalu damai sehingga membuatku bosan," ujar pemuda itu sambil menautkan jari-jari dan meregangkan kedua tangannya hingga terdengar bunyi gemeretak tulangnya.

"Aku juga bosan melihat wajahmu, Danio," tutur pria tua itu tak peduli.

"Kakek Martin aku lapar."

"Apa?"

"Lapar. Aku lapar, apa kakek tidak dengar?"

Apakah pemuda ini barusaja menyiratkan bahwa kakeknya ini tidak bisa mendengar—maksudnya tuli begitu?

"Kalau kau lapar lalu aku harus apa? Kurasa warung-warung makan di Kota Lagnam pukul segini sudah buka. Aku yakin kau bisa menemukan sesuatu disana untuk mengganjal perut laparmu itu," omel pria tua yang dipanggil Martin itu. Untuk ukuran kakek-kakek berumur 70 tahun ia masih terdengar sangat sehat jika dilihat dari ucapan panjangnya barusan.

Danio merebahkan separuh tubuhnya di atas meja dan menenggelamkan wajahnya di atas buku. Martin menatap pemuda yang ia belakangi itu sambil memutar bola matanya malas. Ia merasa heran dengan kelakuan pemuda kurang ajar ini. Danio selalu saja datang ketika ia merasa bosan tanpa kegiatan. Bahkan terkadang pemuda itu datang pagi-pagi sekali, atau larut sekali dengan alasan malas pulang atau bosan di rumah. Tapi Martin tahu benar siapa Danio, pria tua itu berpikir pemuda itu hanya kesepian, jadi ia membiarkannya mengganggu hari-hari tenangnya di perpustakaan.

"Aku benar-benar malas untuk beranjak keluar. Rasanya aku tidak bertenaga. Gara-gara aku tidak ada pekerjaan rasanya tubuhku menjadi lemas. Ditambah lagi kemarau ini, cuacanya sangat-sangat panas," eluh Danio lagi.

"Kalau kau butuh pekerjaan sampingan, aku punya satu," ujar Martin yang kembali berkutat dengan rak buku di hadapannya.

"Aku tidak mau menata buku-buku tebal. Tidak terima kasih," balas Danio sambil menggeleng cepat.

"Ah padahal bukan itu."

"Lalu?"

"Aku mau memintamu untuk memindahkan buku-buku lama itu ke dalam rak di gudang."

"Itu sama saja astaga! Lagipula kenapa harus dipindahkan? Apa koleksi bukumu bertambah lagi? Kau tahu kastil ini sudah penuh dengan buku, Kek!" protes Danio masih dengan posisi yang sama. "Minta tolong saja pada Terry. Aku yakin dia akan melakukannya dengan senang hati," lanjutnya.

"Oh—Danio Arknacht yang pemalas," ejek Martin lalu pria tua itu mengambil buku di meja Danio satu per satu. Danio menegakkan tubuhnya dan menatap kakeknya tak percaya.

"Jangan diambil dulu, Kek! Aku masih belum selesai!" pekiknya sambil menarik buku bersampul merah yang dipegang Martin. "Mandi sana!" sergah Martin kesal dengan sikap pemuda itu. Bagaimana tidak? Sudah tiga hari ini pemuda bernama Danio Arknacht ini berada di perpustakaan menenggelamkan dirinya bersama buku-buku—tidak, ada sekitar sepuluh lebih buku sekarang yang terlihat menumpuk di atas mejanya. Martin tahu jika pemuda ini memang suka membaca, tapi tiga hari di tempat yang sama, hanya beranjak ketika ke kamar mandi untuk mandi dan buang air. Bahkan makan jika bukan Martin yang membawakan cemilan atau makanan berat, ia yakin pemuda ini takkan beranjak sampai perutnya meraung-raung seperti barusan. Memang perpustakaan Kota Lagnam ini terbilang sangat nyaman. Bentuk bangunan seperti kastil tanpa genteng, di bagian atas hanyalah rooftop yang luas dan bebas. Kemudian jalan masuk menuju perpustakaan menggunakan jembatan besar yang membelah Sungai Flumine. Tak hanya itu, jendela-jendela kaca besar yang tertata indah di bagian depan perpustakaan membuat pencahayaan bangunan itu sangat bagus membuat udara di dalamnya sedikit hangat.

Danio menghela nafas panjang. Ia merasa enggan menggerakkan tubuhnya dan sekarang ia lebih ingin tidur dengan posisinya.

"Demi apapun, ini sudah sangat siang!" pekik Martin tak sabar melihat kelakuan Danio dan jujur saja ia sangat ingin menyeret pemuda itu dan melemparkannya ke Sungai Flumine di bawah jembatan. Matahari sudah berada di posisi tertingginya dan pemuda ini sama sekali tak ada niatan untuk melakukan hal lain.

"Lalu kakek mau aku melakukan apa? Di luar sangat panas! Musim kemarau ini sungguh mengerikan sampai-sampai rasanya kulitku terbakar terkena sinar matahari. Tak bisakah kau mengurangi paparan cahayanya kek? Kakek kan Sorcerer cahaya ? Mungkin kakek bisa—"

"Kalau kau pikir sorcerer bisa mengendalikan cuaca kau salah besar. Kau ini seorang Patron! Sepertinya aku akan meminta Azelia memecatmu karena pengetahuan dasar saja kau tidak tahu. Kau ini masih muda tapi terus saja menggerutu!" omel Martin panjang lebar karena mendengar usulan konyol pemuda bersurai keperakan itu. Sungguh sulit dipercaya seorang patron terbaik di divisi necromancer menyuruh pria sepuh—sorcerer sepuh—untuk mengubah cuaca hanya karena ia merasa sangat panas. Jika Martin Gideon bisa melakukan itu, sekalian saja ia hilangkan musim kemarau sejak dulu.

"—ya kan siapa tahu, Kek. Jangan marah-marah begitu, tidak baik untuk kesehatan," ujar Danio yang tidak digubris oleh Martin.

Seorang pemuda berambut hitam dan berkacamata diikuti seorang laki-laki bertubuh tinggi berjas hijau panjang dengan dasi hijau dan hitam serta kemeja warna putih khas petugas pemerintahan Continentia tiba-tiba menghampiri Danio dan Martin.

"Tuan Gideon, ada yang mencari anda," ujar Terry, pemuda berkacamata itu.

"Ahh..ada apa petugas pemerintahan Continentia jauh-jauh kemari dari Serrano ?" tanya Martin dengan sopan. 

NECROMANCER [TAMAT]Where stories live. Discover now