19. Akhir Cerita?

50 30 38
                                    

Tok tok tok

Ella yang duduk di samping jendela pun menoleh ke sumber suara. Mencari tahu siapa yang mengetuk jendelanya. Sayangnya, tak seorangpun ia temukan disana. Melainkan hanya secarik kertas menempel di kaca jendela.

Pulang bareng gue, ya! Pulang, ganti baju, pergi lagi. Kan belum jadi nonton kemaren. Gas kan? Gue tunggu di parkiran, bye!

Ella refleks tersenyum. Juna. Pria itu punya 1001 cara untuk membuatnya tersenyum. Membuatnya lupa akan semua yang baru terjadi antara mereka berdua.

"Apa itu?" Tanya Nico yang duduk di sebelahnya.

"Hah? Ooh, kertas."

"Baiklah anak-anak, pelajaran hari ini ibu cukupkan sampai disini. Ada yang mau ditanyakan?"

"Baiklah, kalau ga ada yang ditanyakan, kita tutup pertemuan kita hari ini. Ibu buru2 ada urusan. Belum bel pulang, tapi gapapa, pulang aja kalian."

Sontak seisi kelas berteriak kegirangan. Terkecuali Ella. Nico yang menyadari perubahan raut wajah Ella langsung curiga.

"Kenapa lo?" Tanya Nico,

"Gue mau minta putus sama Sam." Jawab Ella yang langsung mengeluarkan handphonenya dari dalam tas.

"Lah? Kenapa? Demi Juna?" Ella mengangguk santai atas pertanyaan yang baru Nico lontarkan.

"Gue cape anjir, Nic. Sam kerjaannya bikin hati gue panas mulu. Ga kaya Juna, yang tiap hari bikin gue seneng, bikin gue merasa spesial." Jawab Ella lagi, dengan tetap tenang dan tersenyum.

Nico heran, dengan tingkah aneh sahabatnya. Pakai jurus apa Juna menarik perhatiannya?

"Tega lo? Sam udah dua tahun pacaran sama lo. Belum cukup, buat mastiin kesetiaan dia?" Tanyanya lagi dengan tatapan tak percaya.

Hey, Ella pasti sadar kan? Ingat kan? Kalau pacarnya itu sedang sakit keras?

"Dia sekarat La. Hidupnya belum tentu masih panjang. Penyakit yang diderita dia itu berat! Dan lo, malah mau nambah bebannya?" Bujuk Nico pada Ella.

"Jahat lo!" Sambungnya. Ia pun mengarahkann telunjuknya ke bahu Ella, menunjuk-nunjuknya tak sopan.

"Lo. Pacar. Yang. Jahat." Katanya kemudian dengan sengaja di putus-putus.

Ella yang tak terima, lantas menjauhkan tangan Nico dari bahunya. Beralih menatap tajam Nico yang duduk di sebelahnya.

"Gue juga cape Nic, sama lo. Lo sadar ga sih kita itu aneh? Bertengkar, baikan, bertengkar lagi, baikan lagi." Katanya,

"Udahlah, kalo emang yang lo pengen cuma marah-marah ke gue. Marahin aja gue. Tiap hari juga gapapa! Tapi, jangan lagi, lo minta baikan setelahnya."

"Mending lo urus deh, itu 'saudara tersayang' lo yang sakit parah. Cape gue jadi cewe lemah yang cuma bisa sabar dan ngalah." Kata Ella langsung pergi meninggalkan Nico yang tinggal seorang diri di ruang kelas.

Dengan menghentakkan kaki, ia bergegas menuju ke lapangan parkir. Mencari sosok yang katanya tengah menunggunya. Ella tersenyum ketika yang dicari telah menampakkan batang hidungnya.

"...Aku bakal nerima permintaan Papi. Oke, Pi?"

Juna terlihat tengah berbincang dengan seseorang di telepon. Ella pun berniat mengejutkannya dari belakang.

"dor." Katanya dengan nada dan wajah yang datar. Tak seperti orang yang ingin mengejutkan lawan. Anehnya, Juna terkejut. Membuat Ella tak dapat menahan tawanya.

"Duh! Kaget anjir!" Katanya sambil mengelus dada.

"Yeu, aneh lo. Bernada aja engga gue ngagetinnya. Bayangin kalo gue bern-" dengan cepat Juna mendekap mulut Ella dengan tangannya.

Setelah Ella diam, barulah ia lepas tangannya dan memindahkannya ke arah mulutnya sendiri sambil mendekatkan jari telunjuknya, dan menyimpan jari lainnya.

"Shtt!" Katanya kemudian.

Ia lalu beralih pada ponsel yang masih menghubungkan dirinya dengan orang yang ia panggil Papi.

"Yaudah, Pi! Bener ya? Aku tunggu Papi disini buat bahas kesepakatan kita." Katanya lalu memutus sambungan telepon.

Ia beralih menatap Ella sambil menyimpan ponsel di saku celananya. Tersenyum pada gadis itu. Tak pernah ia berhenti terpesona pada keindahan diri Ella. Semua dari Ella telah berhasil membiusnya. Juna tak butuh segala jenis penenang, baginya, melihat wajah Ella sudah sangat menenangkan.

"Heh! Terpesona lo sama gue? Kedip kali! Gitu amat!" Ella menepuk pundaknya cukup keras membuatnya kembali ke dunia nyata.

"Ck! Sorry sorry! Yuk." Dengan senang, Ella mengangguk. Motor kesayangan Juna pun melaju.

"Gue berantem sama Nico lagi." Kata Ella dengan tiba-tiba. Juna menoleh sedikit, lalu kembali pada jalanan.

"Kenapa lagi?" Tanya Juna seolah hal yang di ceritakan Ella hanya itu dan membuatnya terbiasa.

"Gatau gue, dia PMS anjir kayanya." Terang Ella dengan antusiasnya.

"Dia marah-marah terus ke gue, seolah semua hal yang gue lakuin itu salah. Nanti ga lama setelah itu, minta maaf. Trus, kalo udah maafan, itu dia manis banget, Jun. Tapi bentaran doang.... Habis itu marah-marah lagi." Juna terkekeh pelan.

"Udahlah, mending lo kasih dia waktu. Siapa tau, dengan lo kasih dia waktu, diem dulu, jauh dulu, lo bisa bikin dia balik normal kaya dulu, kan?" Responnya kemudian. Ella yang percaya semua hal dari Juna pun dengan cepat mengangguk dan menurut.

Juna yang baik hati, cerdas, dan perhatian itu membuat Ella percaya akan segala yang ia ucapkan.

"Sampe nih!" Kata Juna. Ella pun tersadar, motor itu sudah berhenti, dan terparkir sempurna. Ia pun dengan sigap segera turun. Juna menyusul.

Melihat Ella masih termenung memikirkan perkataannya, membuatnya berdiri tepat di hadapan gadis itu lalu mengelus pelan rambutnya.

"Udah, jangan dipikirin. Biarin aja, kita kan udah besar, udah harus mulai membuka pikiran kita. Biar ga kaya bocil." Katanya kemudian sambil mencubit hidung mungil Ella di akhir perkataannya. Ella mengerucutkan bibirnya sesaat lalu tersenyum.

Juna lalu mengaitkan tangan Ella pada tangannya, "gue tunggu disini. Jangan lama-lama ganti bajunya. Oke?" Ella mengangguk cepat sebelum menghilang dari pandangan Juna.

★★★

Hari ini Nico merasa tak keruan. Hingga tak dapat mengontrol emosinya yang tidak stabil. Entah mengapa akhir-akhir ini ia cenderung lebih sering memarahi dan menyalahkan Ella dibanding membahagiakannya. Perkataan Ella siang tadi terus terngiang di kepala.

Mengingat perkataan Ella, ia turut mengingat Sam meskipun tanpa sengaja. Hubungan antara Sam, Ella, dan dirinya sedang tidak baik-baik saja. Kepercayaan dan kesetiaan sungguh diuji.

Sikap Ella yang kekanak-kanakan membuatnya dengan cepat menyimpulkan hal yang belum diketahui pasti kebenarannya. Membuat emosinya tak terkendali. Membuatnya menganggap segala yang hanya indah di depan sudah cukup untuknya.

Kenapa? Kenapa ia harus selalu menjadi malaikat penjaga untuk gadis yang tak lagi menganggapnya istimewa? Bahkan tak lagi menganggapnya ada? Kenapa?

"Sam?" Panggilnya ketika dering telepon sudah berhenti, dan telepon dengan Sam tersambung.

"Hm?"

"Lo gapapa?" Tanyanya perhatian. Ia takut Ella sudah mematahkan hati Sam yang sedang sulit.

Yang ditanya kebingungan, "maksud lo?" Katanya kemudian. Nico masih terdiam. Bingung mau menjawab bagaimana.

Notifikasi ponsel milik Sam berbunyi. Pesan dari Ella.

Ella💗
Sam, kita udahan aja, ya!

TBC.

SemestrialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang