11. Janji Nico

50 43 21
                                    

"Rik! Rik! Bangun ege buru!" Nico terus menepuk-nepuk badan Erik.

"Rik, Rik anjing buruan ege Rik, bangun! Itu ada Juna jemput Ella!" Ucap Nico tak sabaran. Erik jelas terkejut mendengar ucapan Nico.

"Hah? Anjir ga ngefek yang tadi pagi Nic!" Erik langsung berdiri. Ditinggalnya Nico yang sedari tadi berusaha membangunkannya.

"Heh? Kok gue yang di tinggal?!" Nico heran melihat kelakuan sahabatnya itu. Ia bergegas menyusul Erik yang sudah menyalakan motornya terlebih dahulu.

Mereka mengikuti motor yang selalu ada di tongkrongan mereka itu. Jelas mereka hapal! Bahkan sampai ke nomor polisi motor itu sudah tercetak permanen di otak mereka. Motor itu mereka tandai sedemikian rupa.

Mereka bersembunyi, kala motor yang mereka ikuti parkir di pinggir jalan.

Diperhatikannya semua gerak-gerik Ella dan Juna. Betapa terkejutnya mereka ketika Juna terlihat sedang mengambil boneka dengan bunga mawar dan sebatang coklat.

"Di tembak anjir gimana ini..." Ucap Erik setengah berbisik. Entahlah, padahal tak ada orang di sekitar mereka.

"Duh, semoga di tolak!" Sambung Nico.

"Eh, tapi Ella kayanya naksir anjir Nic sama Juna,"

"Iya gue tau, keliatan dari sorot matanya. Gue tau dia marah banget sebenernya pas kita nonjokin Juna," jawab Nico datar.

"Tapi dia tahan emosinya. Makanya tadi meluap gitu aja. Mana dia lagi PMS," sambungnya.

"PNS Pegawai Negeri Sipil?" Tanya Erik kebingungan. Nico tinju perut Erik dengan gemas.

"PMS tolol! bukan PNS. PMS itu Pre Menstrual Syndrom!" Kata Nico.

Erik hanya ber Oh ria meski tak mengerti.

"Eh eh, beneran di tolak dong!" Ujar Nico heboh. Ia sungguh sangat senang. Erik langsung melihatnya.

Ella mendorong boneka yang Juna sodorkan.

Ella lalu membentaknya dan meninta untuk didengar.

Ah, Nico tenang sekarang.

"Tolol banget si Juna. Kemaren Tiara diambil dari Sam. Sekarang Ella. Ada masalah hidup apa dah itu bocah sama Sam?" Gerutu Erik.

"Ella masih pacar Sam cuk! Yakali Ella ambil dua sekaligus! Ella ga rakus kaya dia!" Sambungnya.

"Diem anjir! Berisik bat lo kaya emak-emak nyinyir!" Sindir Nico.

Sungguh, mereka tak mengerti jalan pikiran seorang Arjuna Dwi Prasetya.

"Ya ga ngotak aja gitu jir! Jahat banget tolol!" Masih dengan gerutuan Erik. Nico memutar bola matanya malas.

"Bacot!" Hardiknya.

"Ayo ah cabut!"

Mereka kembali lebih dulu, supaya Ella tak merasa diikuti.

Nico duduk di depan tv menanti Ella pulang. Hendak mewawancarainya. Tapi ia tertidur, tanpa sengaja.

★★★

Nico terkejut. Ia mendapati wajah Ella begitu dekat dengan wajahnya. Gadis itu terus menerus membangunkannya yang sama sekali tak berminat untuk bangun.

Ella tak heran. Nico memang selalu sulit dibangunkan. Tapi tidak bisa ia biarkan. Sudah seminggu lamanya Ella menunggu saat ini tiba. Saat dimana mereka akan berkunjung ke Bogor untuk menemui Sam.

"Nic ih bangun!!! Jadi ke Bogor nya hari ini aja sampe nanti sore...." pinta Ella sedikit merengek. Ia lelah. Sulit sekali sahabatnya ini bangun dari tidurnya.

Ella pun berbaring di samping Nico yang tertidur di karpet ruang keluarganya. Ia lelah, sungguh. Membangunkan Nico sama lelahnya dengan keliling lapangan bola lima belas kali.

"Nic!!!! Ayoo!!! Jadi ke Bogor aja yukk!!! Mumpung masih subuh ini.. biar ga siang banget nyampenya...." ucapnya.

Nico meregangkan tubuhnya. Ia mengubah arah ke kanan, tempat Ella berada. Ia sudah bangun. Tapi tetap dipejamkannya matanya. Ia senang berada sedekat ini dengan Ella. Ia peluk Ella. Ella terkejut. Ia tampak bingung harus bagaimana.

Nico tau kalau Ella takut ketahuan oleh Vina dan Erik sedang berpelukan di karpet ruang keluarganya. Tapi Ella tak bergerak. Ia ubah arahnya menghadap Nico. Nico sungguh ingin tertawa. Tapi ia tahan. Ia membayangkan betapa lucu ekspresi Ella saat ini.

"Nic, lo ngikutin gue ya semalem?" Ella berbisik. Ia kira Nico tak mendengarnya. Mendadak Nico panik, hendak menjawab, tapi ia urungkan ketika Ella melanjutkan kalimatnya.

"Hm gue berharap lo ngikutin gue. Lo tau ga si? gue pengen nerima sebenernya. Tapi gue gabisa. Semua pilihan gue itu harus disetujui dulu sama lo. Baru bakal gue konfirm," ucap Ella sambil terkekeh. Nico diam mendengarkan. Ia paham maksud semua kata yang terlontar dari bibir mungil gadis di pelukannya ini.

"Nic, lo ga denger gue kan?" Tanya Ella. Nico masih diam.

"Nic, lo peluk gue kaya gini gue takut ada yang liat Nic. Tapi sumpah dah, gue bingung, kenapa ga karuan ya hati gue?" Ucapnya lagi.

"Lo jangan ninggalin gue ya, sahabat?"

Barulah Nico mengangguk. Ella terkejut. Ia cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan Nico. Dipukulnya Nico.

"LO DENGERIN GUE DARI TADI?!" teriak Ella. Nico hanya menyengir lucu.

"HIIIHHHH NICO!!! GUE MALU!!!" teriak Ella lagi sambil memukuli pria yang tengah berbaring di depannya ini. Nico hanya terkekeh. Tak dibalasnya pukulan Ella. Hingga ia lelah sendiri memukuli Nico. Nico duduk. Dipeluknya lagi gadis itu.

"Iya, gue, Nicholas Abdi Gunawangsa, janji ga bakal ninggalin Mellanie Adhya Puteri, apapun keadaannya." Ucapnya membuat Ella tertegun. Ia tersenyum,

"Makasih Nic," ucapnya. Nico mengangguk sambil tersenyum sangat manis.

"Mau peluk lagi boleh?" Tanya Nico sambil membuka kedua tangannya meminta di peluk.

"Males ewh!"

"Pelit. Yaudah, Yuk?" Ajak Nico. Ella membalasnya hanya dengan mengangguk.

Mereka pun bersiap. Ella yang sudah mandi sedari tadi memilih untuk menyiapkan sarapan. Setelah sarapannya siap, ia bergegas ke kamar Nico, tempat Vina tidur semalam.

Ella lihat sahabatnya itu. Gadis itu masih tertidur lelap. Membuat Ella tak tega membangunkannya. Ia pun keluar dari kamar itu. Ditujunya sofa tempat Erik tertidur. Dibangunkannya Erik. Seperti Nico, Erik juga sangat sulit di bangunkan. Sekali lagi, Ella tinggal sahabatnya itu.

Sejujurnya, Ella hanya ingin meminta maaf atas emosinya tadi malam yang tak dapat ia kontrol.

Ia pun mengambil kertas kecil dari bukunya, di robek nya. Kertas itu ia tulisi pesan untuk kedua sahabatnya yang tengah tertidur. Isinya adalah, bahwa ia dan Nico akan pergi, ia minta mereka menjaga rumahnya, dan makanan yang sudah siap di meja makan boleh mereka makan. Kertas itu ia tempel di pintu kulkas.

Nico sudah selesai mandi. Ia hampiri Ella yang tengah menempelkan kertas kecil di pintu kulkasnya. Ia lalu mengajak Ella berangkat.

"Ntar Nic." Ucap Ella.

"Apalagi nyet?" Tanya Nico heran. Ia lihat, semuanya sudah beres.

"Ini," jawab Ella menunjuk kertas yang ia tempelkan di kulkas.

"Tanda tangan." pintanya. Nico heran. Dilihatnya gambar di kertas kecil itu. Di atasnya terdapat tanda tangan Ella.

"Di samping tanda tangan gue, cepet!" Perintahnya sekali lagi. Nico hanya mendengus. Ia lalu terkekeh. Betapa absurd tingkah sahabatnya ini. Ia lalu menurut. Ia tanda tangani kertas itu.

"Hm oke, ayo!" Ucap Ella bersemangat setelah Nico selesai menaruh tanda tangan.

TBC.

SemestrialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang