23. Kepingan Masa Lalu

9.7K 663 2
                                    

Happy Reading 🥳

"Al, apa kamu ingin jadi orang dewasa?" Pertanyaan tiba-tiba dari Ara membuat Al menoleh.

"Tentu saja. Aku ingin menjadi orang dewasa." Jawab Al mantap. Tidak ada keraguan sama sekali.

Ara menoleh. Menatap kagum sahabatnya. Tapi tidak lama kemudian ekspresi wajah Ara berubah sedih. "Aku tidak ingin menjadi dewasa Al. Aku belum siap." Jawab Ara sambil menatap langit yang mulai menggelap. Hari telah sore. Matahari mulai tenggelam menyisakan cahaya marah yang tampak malu-malu menunjukkan sinarnya.

Al sontak menatap heran wajah Ara. "Kenapa?" Tanya Al penasaran. Ia ingin tau alasannya. Ia ingin tau apa yang sedang dipikirkan oleh Ara.

Ara tersenyum sejenak hingga tanpa ia sadari buliran air mata mulai jatuh membasahi wajahnya. "Karena menjadi dewasa itu melelahkan Al. Aku cukup seperti ini. Aku tidak ingin merasakan dewasa." Jawabnya lirih.

Al mematung. Salah satu tangannya mengepal. Guratan sedih yang tergambar jelas di wajah Ara membuatnya marah. Jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak rela jika gadisnya sedih seperti ini. Lantas Al bangkit dari posisinya kemudian berdiri dan bersimpuh di hadapan Ara. Kedua jemarinya megenggam jemari mungil Ara. Walaupun usianya masih muda, ia sudah mengerti apa itu cinta dan kasih sayang. "Dengarkan aku Ara." Ujar Al memecah keheningan.

Ara beralih menatap wajah Al. Air mata meluncur bebas membasahi wajah cantiknya.

"Menjadi dewasa itu tidak melelahkan Ara. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Hidup itu pilihan. Kalau kamu memilih mundur maka kamu harus siap kehilangan semuanya. Tapi jika kamu memilih maju maka kamu berhak menentukan apa yang kamu inginkan." Ujar Al memberi pengertian.

"Kamu harus berkembang dan maju ke depan Ara. Aku pernah berada di posisi kamu. Tapi lihat? Aku berdiri kokoh sekarang. Abaikan orang yang menyakiti kamu Ara. Lihat lah orang-orang yang menyayangi kamu."

Usia Ara baru genap berusia 6 tahun. Meskipun ia masih belum sepenuhnya mengerti. Namun setidaknya ia mengerti dengan maksudnya. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus maju ke depan. Masih ada Papa yang harus ia banggakan. "Terimakasih Al. Kamu memang terbaik." Pekik Ara langsung memeluk tubuh Al. Ia akan mengingat perkataan ini. Ia akan simpan di memori ingatannya sampai ia dewasa nanti.

Al membalas pelukan itu. Diusapnya punggung Ara sambil berbisik pelan. "Aku akan menemani kamu Ara. Kita akan tumbuh dewasa bersama. Kita akan saling menjaga satu sama lain dan aku akan menikahi kamu. Kita akan membangun keluarga kecil bahagia. Kita akan melewati masa tua kita bersama. Tidak hanya itu, aku akan mencukupi kebutuhan kamu. Kita tidak akan kekurangan apapun Ara. Aku berjanji akan membahagiakan kamu. Siapapun yang menghalangi jalan kita untuk bersama maka aku akan menyingkirkan mereka dengan menggunakan tangan ku sendiri."

"Janji Al?"

"Janji. Al janji."

💙💙💙

Senyuman terus tersungging dibibir Rara. Ia tiada hentinya menatap wajah neneknya. "Nenek udah makan?" Tanya Rara lembut. Salah satu tangannya mengusap lembut punggung tangan Zenni.

Zenni menoleh. Menatap teduh paras cantik milik cucunya. "Sudah. Nenek sudah makan tadi. Sebelum ke bandara tadi teman dari temannya kamu membelikan nenek makanan. Nenek di belikan hamburger jumbo dan teh hangat." Jawabnya sambil menatap wajah Rara.

Rigel melirik sekilas. Ia memilih duduk disebelah Rara. Sementara Rara dan Neneknya, ia dudukan bersama. Sambil memejamkan kedua matanya, Rigel mendengarkan pembicaraan keduanya.

DEVIL BESIDE YOU | 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang