14. Please, Don't Cry

13.8K 878 55
                                    

Happy Reading 🥳

"Aku tidak tau apa masalah mu dengannya Nick. Tapi kau sudah keterlaluan. Dia perempuan Nick! Perempuan!" Dengan kasar Rigel mencengkeram kuat kerah baju sahabatnya. Kedua bola matanya menatap tajam pria dihadapannya yang hanya berekspresi datar.

Nick mendengus geli. Dagunya terangkat, sombong  Lalu, di dorongnya tubuh Rigel hingga cengkeraman di kerah bajunya terlepas. "Tanpa kau beri tau, aku juga tau jika dia perempuan." Jawab Nick santai. Tidak ada perubahan di wajahnya. Tetap seperti semula. Datar dan angkuh. Rigel yang melihat itu rasanya ingin menghabisi sahabatnya.

Bugh

Pukulan telak melesat tepat di rahang tegas itu hingga membuatnya terdorong ke belakang. "Sial!" Umpat Nick meludah. Meskipun tidak terlalu sakit. Tapi itu scukup membuat darah keluar dari dalam mulutnya.

Rigel menatap kesal. Tidak berniat untuk menolong. "Aku tidak habis pikir dengan mu. Bisa-bisanya kau melakukan itu Nick. Dimana otak mu?! Dimana?!"

"Sial."

Bugh

Dengan kuat Nick membalas pukulan Rigel. Rigel yang belum sempat menghindari pukulan itu langsung terjatuh dengan darah mengucur dari kedua hidungnya. "Kau terlalu banyak bicara Rigel." Desisnya dingin penuh penekanan. Lalu Nick melangkah mundur, memberi jarak.

Rigel mendongak. Emosi terpancar jelas dari wajahnya. Kemudian ia bangkit dan berdiri. Keduanya saling berhadapan. Tangannya mengepal, berusaha ia tahan agar tidak memukul wajah sahabatnya. "Aku hanya ingin mengingatkan mu Nick. Kau boleh membencinya. Tapi jangan terlalu membencinya. Cinta dan benci itu beda tipis. Kau memang sekarang mencintai wanita lain. Tapi tidak tau untuk kedepannya. Kau bisa saja jatuh cinta ke Rara, Nick." Kata Rigel sambil menatap wajah sahabatnya. "Ingat Nick. Dia seorang perempuan. Dia butuh perlindungan. Bukan siksaan. Dia butuh dukungan orang disekelilingnya. Jika kau saja menghancurkannya. Lalu siapa yang akan mendukungnya?"

Nick memalingkan wajah sejenak. Setelah itu kembali menatap wajah Rigel dengan ekspresi tak kalah datar. "Jangan sok bijak. Kau tidak tau apapun."

Rigel menggeleng pelan. Senyuman tipis tersungging di bibirnya. "Aku memang tidak tau apa permasalahan mu dengannya Nick. Tapi setidaknya aku masih mempunyai rasa kemanusiaan." Sarkas Rigel.

Nick mengumpat kasar dalam hati. "Morgan!" Suaranya begitu menggelegar di sepenjuru Mansion.

"Iya Tuan." Jawab Morgan, berdiri tepat disebelah Nick.

Nick dan Rigel saling bertatapan. Keduanya saling menatap dalam diam.

"Bawa dia keluar. Jangan ijinkan dia masuk ke dalam Mansion. Ganti dokter yang lain." Titah Nick tegas.

Rigel tersentak ketika dua bodyguard datang langsung memegang kuat kedua lengannya. Sumpah serapah mulai ia keluarkan. "Ingat, Nick. Kau akan menyesal. Kau akan menyesal!" Teriak Rigel sambil tubuhnya terseret jauh.

"Pergi lah dokter. Jangan ikut campur dengan urusan Tuan kami. Anda masih beruntung dokter. Jika tuan tidak berbelas kasihan, mungkin anda bernasib sama seperti mereka yaitu pulang dalam keadaan tak bernyawa." Ujar salah satu bodyguard Nick.

Rigel mengumpat pelan. Pikirannya melayang memikirkan gadis di dalam Mansion. Masalah dirinya, ia tidak peduli itu. "Bagaimana dengan mu Ra? Kau harus menjalani perawatan medis. Jika terlambat, aku takut jika terjadi sesuatu hal buruk dengan mu."

DEVIL BESIDE YOU | 21+Where stories live. Discover now