Ia membenci rambutnya hingga ia biarkan saja surai itu tumbuh semakin panjang menghiasi tubuhnya. Entah mengapa ia justru membiarkan rambutnya semakin panjang alih-alih untuk memangkasnya habis.

Oh! Itu karena ia pernah melakukannya sekali berharap rambutnya akan tumbuh dengan warna yang lain, namun sia-sia. Kala itu ia masih kecil, tidak tahu apa yang ia lakukan. Jadi sekarang, daripada ia melakukan hal yang sia-sia-buang-buang tenaga-lebih baik ia biarkan saja rambut sialan itu tumbuh sesukanya.

Gadis itu menghela nafas sekali lagi. Kali ini lebih panjang untuk menenangkan pikirannya, mengenyahkan pikiran tidak menyenangkan itu dari benaknya kemudian melangkah meninggalkan cermin di hadapannya.

Ia melangkah menuju meja makan dan ia mendengar suara peralatan makan yang saling bersentuhan, serta suara piring yang diletakkan di atas meja kayu.

"Oh! Scarlea sayang, kau sudah bangun?" sapa seorang wanita berambut pendek yang menatapnya. Tangan wanita itu tengah sibuk memegang piring yang akan segera diletakkan di atas meja.

Gadis bersurai merah yang dipanggil Scarlea itu tersenyum simpul dan mengangguk lalu menghambur menuju kursi kayu di depan meja makan.

"Barusaja ibu berencana membangunkanmu," tambah wanita yang menyebut dirinya Ibu.

"Dimana ayah ?" tanya gadis itu sambil menelisik sekitarnya tatkala ia tak melihat sosok pria yang ia cari.

"Mungkin sebentar lagi kembali dengan membawa ikan. Oh! Apa kau mau menunggu ikan itu-mungkin Ibu akan memanggangnya atau-"

"Tidak bu, aku mau roti gandum dan selai saja," tolak Scarlea lembut sambil mengambil roti gandum di hadapannya dan meletakkannya di piring. Ibunya menarik kursi yang berhadapan dengan Scarlea dan tersenyum lembut.

"Lagipula bukankah jauh lebih mudah jika ibu yang menangkap ikan menggunakan sihir air?" lanjutnya.

"Benar, tapi ayahmu bersikeras mencari ikan karena ia ingin memancing. Mungkin nanti saja ibu membakarnya. Itu juga kalau ayahmu mendapatkan ikan." Scarlea hanya menarik salah satu ujung bibirnya menanggapi perkataan ibunya. Ia pun mulai mengoleskan selai stroberi di atas rotinya.

"Ada rencana keluar hari ini ?" tanya ibunya dengan nada berhati-hati. Tanpa sadar ia menahan nafas menunggu jawaban dari mulut putrinya itu. Tangan Scarlea yang mengoleskan selai itu berhenti seketika.

Pertanyaan itu lagi.

Scarlea berucap dalam hati seakan jengah dengan pertanyaan yang dilontarkan ibunya setiap hari. Seperti hari-hari sebelumnya, ia tak ada niatan untuk keluar dari rumah. Bahkan hanya untuk menikmati udara segar atau berdiri di atas hamparan rerumputan membiarkan angin membelai wajahnya-tidak ada rencana.

Dan akan tetap seperti itu, pikirnya.

"Tidak. Aku tidak ingin kemanapun."

Arona, ibu Scarlea hanya menghela nafas pelan mendapati jawaban putri semata wayangnya itu. Lalu wanita itu menarik nafas panjang sebelum mengeluarkan suaranya.

"Ibu bisa mengajarkanmu mantra untuk-"

"Tidak. Aku tidak mau," sela Scarlea yang mulai kesal karena ibunya sudah tahu jika Scarlea sangat tidak menyukai hal-hal tentang sihir karena rambutnya. Ia tidak ingin peduli tentang hal itu meskipun ia tahu ada penyihir-penyihir yang baik seperti ibu dan ayahnya. Di dunia ini hanya penyihir baik dan manusia yang mendapat tempat namun lain cerita jika penyihir itu memiliki rambut merah. Orang-orang takkan membiarkan itu.

Seperti yang sudah dilakukan warga padanya dulu, memaki dan menghinanya ketika masih kecil yang bahkan ia tak tahu apa-apa dan dituduh sebagai Necromancer. Ah ia ingat, itulah sebutan yang dikatakan padanya dulu.

"Ah..baiklah sayang."

Scarlea masih berkutat dengan selainya seakan ingin menyibukkan diri dengan makanannya tanpa berniat menatap wajah ibunya. Ia sudah terlampau bosan dengan pertanyaan yang dilontarkan ibunya setiap hari. Ia tahu jika melangkah keluar sesekali memang perlu.

Ia tahu udara di luar juga sangat segar dan hamparan rumput-rumput itu-oh! Jangan lupakan hamparan bunga yang indah juga di dekat desa. Ah, Scarlea jadi memikirkan warna-warni indah itu, bagaimana jika ia berdiri di tengah hamparan rumput tinggi dan angin membelainya perlahan-perasaan tenang itu. Rasa yang sangat menyegarkan seakan dapat menghembuskan beban pikiran tak bersisa. Kau tahu kan? Belaian angin lembut itu ketika meniup wajah dan rambutmu? Bayangkan bagaimana rasanya. Jelas melegakan! Dan ia juga ingin melihat matahari terbenam dari puncak bukit!

Lihat, Scarlea mulai memikirkannya dan mulai menginginkannya.

"Ibu.."

"Ya, sayang?" Arona menatap anaknya lekat-lekat meskipun gadis itu tak mendongak melihat ibunya. Tak ada lanjutan dari mulut gadis bersurai merah itu. Tangannya sudah berhenti mengoles selai, namun ia masih menunduk. Arona masih menunggu jawaban anaknya.

"-tidak jadi."

CKLEK

"Ayah pulang!" Seru pria berambut coklat tua sembari membuka pintu sementara sebelah tangan yang lain menenteng ikan yang sudah dimasukkan ke dalam kantong jaring.

"Selamat datang!" sambut Scarlea dan ibunya.

"Mana ikan yang kau janjikan, Sayang?" tanya Arona pada sang suami yang dibalas dengan cengiran. Arona sudah menduganya. Memancing tidak semudah membalikkan telapak tangan, suaminya saja yang keras kepala.

"Aku tidak menyangka jika memancing akan sesulit itu. Aku menyerah hahaha. Mungkin aku bisa melakukannya jika kau mengeringkan Sungai Flumine, Sayang."

NECROMANCER [TAMAT]Место, где живут истории. Откройте их для себя