Episode 6 Siang Nahas

Start from the beginning
                                    

Wajah Hana pias bak tersapu angin ribut. Dia kacau hingga hanya air mata yang jatuh berleleran. Hatinya kalang kabut tidak tentu arah karena sedang terjebak di amukan suami. Namun, mau bagaimana lagi semua sudah menjadi bubur.

Hana sudah kepalang basah hingga hanya bisa meneruskan kegilaan ini sampai akhir. Dia hanya berharap Gavin akan memaafkannya jika satu dua buah timpalan cium mendarat di bibirnya malam ini.

Ah, Hana mulai tak sabar dengan waktu. Dia ingin semua segera berlalu.
---

“Have I ever told you. I want you to the bone? Have ever I called you. When you are all alone? And if I ever forget to tell you how I feel. Listen to me now, Babe. I want you to the bone.”

Kepala Sea hanya terangguk-angguk menikmati alunan musik dari airpods yang menempel di telinganya. Itu lagu kesukaannya, yang dia setel untuk menemaninya bekerja pagi ini. Kedua tangannya memang sibuk menata gelas bening yang nantinya akan menjadi tempat welcome drink. Jus tomat dan apel akan tersaji menyambut para penumpang tujuan Jakarta – Surabaya.

Hari ini Sea bertugas di kelas bisnis. Dia hanya akan melayani beberapa orang, tak lebih dari sepuluh. Dia cukup bahagia, hatinya berbunga-bunga. Sebab bukan hanya karena tugas hari ini yang tak terlalu sibuk, melainkan juga karena hal yang lain.

Mendadak dia ingin merasakan dicintai sampai ke tulang, maksudnya dalam sekali. Seperti lagu yang sedang mengalun pelan di telinganya. Dia mulai delusi, terpengaruh mimpi liarnya tadi pagi. Mimpi menikah dengan seorang tentara keren dan tegap, meski dia suami wanita lain.

Entah kena angin apa, Sea yang benci dan apatis pada dunia cinta mendadak ingin merasakan dicintai. Mungkin vibes mimpi liar itu masih ada sehingga dia mulai menghayal yang bukan-bukan. Sea ingin dimiliki, dicintai setulus hati. Dia ingin jatuh ke pelukan dan hati yang tepat.

Sejenak senyumnya terbit karena keinginan itu mulai menghipnotisnya. Rupa-rupanya mimpi liar itu membuat imajinasi Sea bebas menari-nari. Bagaimana rasanya dicemaskan, dipikirkan, dicintai, dan dipeluk oleh seorang lelaki? Sea mulai memikirkannya.

“Sialan!” kutuknya kecil karena mulai sadar dengan kenyataan.

Dirampasnya dengan kasar kedua benda kecil di telinga itu lantas dimasukkan kembali casing-nya. Sea melemparnya ke dalam tas kecil lantas mencep cuek. Sudah saatnya dia kembali ke kenyataan, menyapa para penumpang kelas bisnis yang mulai masuk ke dalam pesawat.

Boarding dimulai dan Sea harus siap jalan!

Satu demi satu penumpang berpenampilan rapi itu masuk ke lorong kabin. Mereka menaruh tas kecil di kompartemen sembari dibantu Sea. Gadis itu terlihat penuh senyum meski hatinya carut marut. Tak dapat dinyana, di balik senyumnya ada kehidupan yang keras dan menyebalkan.

Sea tak peduli. Dia kini malah menyajikan welcome drink di troli yang didorongnya. Satu-satu penumpang dia tanya mau minum apa. Dengan teliti dan santun, dia menuang air jus ke dalam gelas dan menyajikannya. Tak lupa senyum ramah penuh kehangatan.

Namun, saat sampai di baris akhir kelas bisnis, lidah Sea tercekat. Dia melihat seseorang yang tak biasa, seseorang yang dikenalnya. Seorang wanita berparas ayu dengan atasan rajut warna krem sedang memandang wajah Sea yang kelihatan cengo. Mereka saling berpandangan saat ini, khusus Sea, dia mulai penasaran.

Sea langsung mendekat sambil mendorong trolinya. “Ibu Hana, ‘kan?”

Hana hanya mengangguk datar karena suasana hatinya tak baik. Dan disapa oleh salah satu penggemar di situasi ini cukup menyebalkan. Wajahnya sembab karena tadi berjalan di garbarata sambil menyeka air mata. Mukanya kusut dengan beberapa riasan yang luntur.

“Iya,” jawab Hana pendek sambil menahan napas.

Senyum Sea langsung terbit. Dia makin merapatkan tubuhnya ke kursi Hana. “Permisi Ibu, mau welcome drink apa? Tomat atau apel?” berondong Sea ramah plus senyuman lebar.

“Eng … tomat aja, Mbak.” Hana menggosok hidungnya aneh. Siapa orang di depannya ini, terlihat sangat penasaran pikirnya.

Sea menuang pesanan Hana dengan cekatan lantas mengusap tisu sisi gelas yang terkena jus. Gadis itu kemudian menyajikan gelas di depan Hana yang masih meliriknya aneh. “Saya salah satu follower Ibu di Instagram,” ucap Sea yang mampu memupus wajah cengo Hana.

Hana langsung mengangguk paham. “Oh … iya, Mbak,” jawabnya maklum. Datar dan singkat.

“Rasanya nggak percaya bisa ketemu Ibu Hana langsung,” ungkap Sea semringah.

“Eng … iya terima kasih Mbak …,” Hana membaca papan nama Sea, “Sea?”

“Nama saya Sea Rose, Ibu.” Sea meletakkan tangan di dadanya sebagai tanda hormat.

Keduanya berbalas senyum, Sea senyum lebar dan Hana senyum agak aneh. Padahal tak biasa Sea bersikap seramah ini. Dia suka jual mahal tentang senyum dan sebagainya. Namun, kali ini dia perlu bersikap hangat pada Hana. Mengingat Hana menjadi salah satu idolanya tanpa sadar, dan juga semalam Sea ngawur memimpikan suami Hana. Benar-benar mimpi yang liar.

Mereka terlibat situasi kikuk di mana Hana yang mulai bingung karena Sea tak kunjung kembali ke posnya. Mungkin pramugari ini minta tanda tangan atau apa? Hendak bertanya, tapi kok kesannya over confident?

Hana hanya bisa menggaruk sebelah telinganya dengan mulut digigit-gigit. “Ada yang bisa saya … ban …,” tanyanya gantung.

“Oh tidak Ibu. Saya hanya …,” Sea menata sikapnya menjadi lebih normal, “hanya kagum dengan kehidupan Ibu Hana. Saya …,” bola mata Sea berputar makin bingung. Sikapnya makin aneh dan tak masuk nalar.

Sea memicingkan sebelah matanya karena terlalu malu. “Saya ngefans sama video pernikahan Ibu,” ceplos Sea pada akhirnya bak meletuskan bom molotov.

“Oh …,” bibir Hana membola karena mulai paham dengan situasi. Pramugari kikuk di depannya ini hanya salah tingkah karena bertemu dengan idolanya.

Setengah senang, setengahnya lagi senewen. Dia senang karena pernikahannya masih menjadi favorit, tapi saat ini situasi hubungannya dan Gavin sedang buruk. Kalau ingat itu, senyum Hana langsung pias.

Dia merengut dan membuat Sea makin kaku. Akhirnya, annouchment dari Captain Teddy menyelamatkan Sea. Pesawat akan segera lepas landas dan Sea harus kembali ke jumpseat.

“Silakan menikmati penerbangan kami, Ibu. Mari …,” pamit Sea ramah lalu ngeloyor cepat ke galley depan.

Sea mendengus cepat agar napasnya kembali bebas, tidak sesak lagi. Dia berjalan cepat untuk meredakan rasa malu yang penuh. Sekalian memeriksa para penumpang, apa buckle dan gesper sudah terpasang atau belum. Semua sudah beres dan Sea kembali menggeleng untuk menyesali kebodohannya barusan. Bukan sikapnya jika sampai tampil murahan seperti itu.

Pun dengan Hana yang berusaha menormalkan wajahnya. Dia menghela napas seraya membersihkan hidungnya yang mengembun saat pesawat mulai mundur dan menata posisi menuju landasan. Dia mengalihkan berantakan hatinya dengan menatap layar in-flight entertainment yang memutar video demo keselamatan penerbangan.

Sesaat dia menghapus air mata di pipinya yang terus saja mengalir. Dia tertawa kosong. Sangat lucu jika ada seseorang yang kagum pada pernikahannya di saat pernikahan itu sedang diuji macam ini. Hana sedikit menyesal karena terlalu pamer pada dunia, pernikahannya yang sempurna.

Pikirnya, siang ini terasa nahas.

Katanya, melanggar larangan suami bisa mendatangkan celaka bagi istri. Entah itu benar atau tidak, Hana mulai takut. Namun, sekali lagi dia sudah kepalang basah. Tiada celah untuk menghindar lagi selain menjalaninya dengan susah payah.
***

Bersambung ...

Kasihan, ya, Sea dan Hana? Lagi banyak ujian, hehehe..

Selamat Idul Adha, Temans. Mohon maaf lahir dan batin.

Stay safe di mana pun Temans berada. Jangan lupa berdoa agar semua lekas membaik.

Kalau kalian suka jangan lupa tinggalin komen ya!
Saya selalu membacanya, Temans.🤍🤍🤍🤍

20 Juli 2021, 06:02

Hai, Sea! (End/Complete)Where stories live. Discover now