02. Bad Mood

4.2K 478 24
                                    

"Mas, tunggu!"

Suara Dena melengking dari rumahnya ketika mendengar suara mobil Angkasa. Tidak lama disusul dengan suara langkahnya yang berlari. Kadang Angkasa heran, sebenarnya dari mana sumber energi dari tubuh kurus dan pendek itu? Pagi-pagi seperti ini ia sudah berteriak dan lari-lari––walau jarak rumahnya dan Angkasa tidak sampai seratus meter.

Langsung saja Dena masuk ke mobil. Nah, ini, energi yang sempat membuat Angkasa bertanya-tanya. Setelah dua kehebohan sebelumnya, saat di mobil Dena akan bernyanyi nyaring. Suaranya memang layak didengar, tetapi tetap saja Angkasa lelah mendengarnya sepanjang jalan. Cukuplah suara Tori Kelly yang menemani perjalanan mereka––harusnya, tidak perlu ditambal dengan suara Dena.

"Dena ...."

"Dear no one, this is your love song ...."

"Dena!" panggil Angkasa lebih keras karena tampaknya Dena tidak mendengar. Ia malah mengepalkan tangannya dan diangkat ke depan mulut, membayangkannya sebagai mic sambil bernyanyi.

Dena berdecak. "Apa?" tanyanya sambil cemberut, merasa konsernya terganggu.

"Kemarin pulang sama siapa?" Tidak terpengaruh dengan nada judes Dena, Angkasa tetap mempertanyakan sesuatu yang semalam belum ia dapati jawabannya.

Semalam Angksa ke rumah Dena, tetapi sepertinya yang dicari sudah tidur karena tidak ada yang membukakan pintu.

"Sama Rion."

"Dia jemput atau ...."

"Dena telepon dong, Mas." Dena memutar bola matanya malas.

"Kenapa nggak naik taksi aja?"

"Mas nggak ngasih duit buat naik taksi tuh!"

"Kamu nggak minta."

"Males ganggu orang pacaran! Enak juga sama Rion, gratis dan lebih nyaman, bisa ngobrol."

"Ta––"

"Berhenti di lobi dulu sebelum ke parkiran," sela Dena. Enggan meladeni petuah Angkasa yang sudah ia hafal. Mentang-mentang masa mudanya nakal, pria itu suka sekali memukul sama rata orang dengan dirinya. Padahal Rion kan laki-laki baik.

"Bareng aja naiknya," ucap Angkasa.

"Nggak mau, Mas!"

Tidak mau berdebat, Angkasa memberhentikan mobilnya di lobi, menuruti permintaan Dena. Perempuan itu mulai kekanakan lagi. Kalau sudah begini, Angkasa memilih mengalah saja.

"Thanks, Mas," ucap Dena sebelum keluar mobil. Ia berjalan cepat menaiki setiap anak tangga lalu berlari masuk ke gedung. Kantornya yang berada di lantai dasar membuatnya tidak perlu repot-repot antre di lift.

AIF Group, perusahaan finance tempatnya bekerja menempati lantai 1 dan 2 gedung ini. Sedangkan kantor PT Barawijaya Family Group berada di lantai 3 sampai 10. Tempat kerja yang satu atap membuat Dena lebih mudah untuk urusan transportasi karena ada Angkasa. Namun, pekerjaannya lama kelamaan terlalu menguras tenaga. Menjadi junior di perusahaan besar tidak bisa ia nikmati. Selain sibuk mengurusi pekerjaan yang dibebankan padanya dari perusahaan, ia juga harus menuruti perintah para seniornya. Membeli makan siang di luar dengan alasan menitip misalnya. Sekalinya Dena tidak ingin makan di restoran tertentu, mereka masih juga bilang menitip. Kan aneh? Sebagai junior yang punya hati tidak enakan, akhirnya Dena sering menurut. Belum lagi kalau dia buat kopi, pasti banyak yang minta 'sekalian'.

"Dena, udah beli sarapan belum?"

Perempuan dengan rambut diikat ekor kuda itu menoleh. Ia baru saja selesai absen. "Belum sarapan, Mbak."

Say Yes, Mas!Where stories live. Discover now