10. Shelina Itu Baik

20 19 1
                                    

Malam pun tiba, saat ini Jeyna tengah menemani Sofia bermain di Kamarnya. Gadis kecil itu membawa banyak sekali mainan ke dalam Kamar Jeyna, alhasil membuat ruangan itu pun penuh dengan mainan. Terlihat sangat berantakan.

Jeyna menghela nafas nya pelan. Sabar, ia harus sabar menghadapi semua itu. Ia juga harus sadar jika Sofia bukan lah Jaydan yang sangat gampang untuk dimarahi.

"Fia, udahan dulu ya main nya. Kamar Kak Jey udah kayak kapal pecah aja nih." ucap Jeyna sambil memegang kedua bahu Sofia.

Namun dengan cepat Sofia pun menggelengkan kepalanya, "Pia masih pengen main Kak Jey. Masih seru."

Ah, Jeyna benar-benar harus sabar menghadapi seorang anak kecil. Ia tidak terbayang, akan bagaimana dirinya ketika sudah menjadi ibu rumah tangga. Setiap hari pasti akan selalu menghadapi hal seperti ini, bersabar untuk mengurus seorang anak.

Lagi-lagi Jeyna hanya mendesah pelan. "Yaudah, Kak Jey tinggal nih ya. Kak Jey mau nyamperin Ibu nya Fia. Kakak tinggal ya, mau?"

Sofia mengangguk, "Pia gak takut sendirian kok, Kak. Kak Jey kalau mau ke Ibu Pia, sana aja!"

"Loh, Fia kok gitu sih?! Malah Kak Jey yang diusir! Yaudah, Kak Jey pergi ya. Nanti ada hantu, jangan nangis ya." jahil Jeyna, dengan cepat ia pun segera berlari meninggalkan Kamar nya.

Jeyna segera menghampiri Shelin dan Irma yang tengah menonton televisi di ruang tengah. Sedangkan Jaydan, pasti ia sedang sibuk belajar di Kamarnya. Dengan senang hati, Jeyna pun duduk dan ikut bergabung dengan Ibunda dan Kakak nya itu.

Gadis itu mengambil cemilan semacam kripik yang ada di meja di depannya. Cemilan itu adalah oleh-oleh yang diberikan oleh Shelin untuk Irma, Jeyna, dan Jaydan.

"Enak gak Jey? Itu kripik kesukaan Kak Ariel. Makanya Kakak beli yang itu deh." celoteh Shelin sambil ikut memakan kripik nya.

"Enak banget ini mah, Kak. Selera Jey sama ya ternyata sama selera Kak Ariel." canda Jeyna sambil menatap jahil kearah Shelin.

Irma yang melihat itu hanya terkekeh pelan. Ia pun segera memegang pergelangan tangan Shelin. "Shel, bisa dijelasin sekarang kan?"

"Ah iya! Kak Shelin, kan, mau jelasin semuanya! Jey kepo banget nih Kak, ayo jelasin!" ucap Jeyna tidak sabar.

Mimik wajah Shelin yang tadinya tengah sumringah pun berubah menjadi Shelin yang terlihat sedih, seperti tengah memikirkan sesuatu.

Shelin pun menatap lekat kearah Irma, "Waktu Ayah meninggal, aku juga ingin pulang Bun. Aku ingin ketemu sama kalian, udah lama juga kan aku gak kesini. Tapi,"

Gadis itu terlihat menghela nafas, seperti sangat susah untuk membicarakannya. "Tapi, Ibu nya Ariel marah Bun ke aku. Dia gak mau kalau aku pulang nemuin kalian. Dan memang selama ini, salah satu alasan dimana aku susah sekali untuk pulang ya karna itu, Bun."

"Jey masih belum ngerti deh, Kak. Ibu nya Kak Ariel emang galak ya, Kak?" tanya Jeyna.

Shelin mengangguk dan tersenyum, "Bisa dibilang gitu, Jey. Cuma aku udah terbiasa aja sama sikapnya. Tapi pas tau Ayah meninggal, dan Ibu nya Ariel gak ngijinin aku buat pulang juga, aku gak bisa tinggal diam. Dengan terpaksa, aku pun pulang kesini tanpa sepengetahuan nya. Karna aku pengen jiarah ke makam Ayah, aku rindu sama Ayah. Aku kayak anak yang durhaka kan, Bun?"

Irma maupun Jeyna pun terdiam. Mereka sangat merasa bersalah sekali kepada Shelin. Mereka sudah beranggapan buruk kepadanya. Irma tahu, jika Shelin tidak akan seperti itu jika tidak ada satu alasan yang membuat nya menjadi Shelin yang jahat. Shelin itu baik, bahkan sedari kecil pun ia tidak bisa berbohong.

When Loved Someone [ᴏɴ-ɢᴏɪɴɢ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt