Enam

9 1 0
                                    

Hai hai hai! Jangan lupa vote, komen, dan rekomendasiin cerita ini ke temen2 kalian yaa!

Enjoy the story

***

Alin dan Rayyan kembali ke sekolah setelah Nindhi membawakan sandwich yang dibuatnya dengan cepat. Mereka berdua telah sampai di parkiran bertepatan dengan Zeka dan kedua kawannya, Gizka dan Valerio datang.

"Lo mau kabur?" Zeka mendekat ke arah Alin. Menatapnya dengan tatapan yang tajam.

Alin menggeleng. "Nggak kok! Nih seragamnya, udah gue cuci bersih."

Zeka menghempaskan paperbag yang Alin sodorkan hingga seragamnya itu jatuh ke tanah. Tiba-tiba wajah Zeka berubah menyendu dengan cepat seolah sudah ahli dengan hal itu. "Yah, seragamnya kotor lagi, gimana dong?"

Rayyan yang melihat itu segera menarik kerah Zeka dengan cepat. Namun, lelaki itu malah tersenyum, seolah tak takut sama sekali jika terjadi aksi gulat di sana. "Ambil nggak!" bentaknya.

Bukannya mengambil, Zeka beralih menatap Alin. "Ambil!"

Rayyan yang melihat itu menarik kerah Zeka lebih kencang. "Gue nyuruh lo, anjing!"

"Siapa lo nyuruh gue?" Zeka menghempaskan tangan Rayyan dari kemejanya. Ia menatap lelaki itu dengan tatapan tak kalah tajamnya. "Gue punya urusan sama itu cewek, kenapa lo ikut campur sih?" tanyanya dengan heran.

Rayyan menatap Alin yang masih diam membeku. Ia segera menarik tangan Alin pergi, tetapi gadis itu menolak. Ia lebih memilih mengambil seragam Zeka yang jatuh ke tanah. "Ini gue cuci lagi. Besok gue balikin," ujarnya lalu pergi dari sana dengan cepat, menghiraukan segala teriakan Rayyan yang memanggil namanya.

Zeka yang melihat aksi penolakan itu tertawa dengan keras. Ia menatap Rayyan dengan prihatin. "Yah ditolak ya? Kasian..." katanya sembari berlalu bersama kedua temannya. Saat itulah Rayyan mengepalkan tangannya dan meninju tembok yang ada di sana.

"Sialan!" umpatnya.

***

"Lin? Gimana?" Zaza segera menghampiri Alin ketika gadis itu terlihat batang hidungnya dari arah ujung koridor.

Alin mengangkat paperbagnya. "Dilempar sama Kak Zeka. Kotor lagi," ucapnya dengan miris. Rasanya ia sudah lelah dengan segala drama ini. Ia ingin menghentikannya tetapi selalu ada cobaan yang datang bertubi-tubi.

Zaza langsung membekap mulutnya sendiri. Ia terlalu terkejut dengan cerita yang Alin lontarkan. Bagaimana bisa paperbag itu dilempar oleh Zeka setelah gadis itu mati-matian mengambilnya dari rumah? Memang Alin salah apa?

"Coba ceritain gimana kronologinya, Lin..."

Alin meletakkan kepalanya di atas bangku. Jujur ia sangat lelah sekali. Kejadian barusan sungguh membuat energi Alin terkuras habis. Secara bersamaan ia juga merasa bersalah dengan Rayyan atas sikapnya barusan. Ia tidak bermaksud begitu, tetapi entah mengapa ia melakukan hal itu dan ingin mengakhirinya dengan cepat.

Gadis itu menghela nafasnya dengan kasar. Zaza yang melihat sahabatnya penuh dengan tekanan batin hanya bisa menenangkannya hingga ia tahu apa yang sedang terjadi.

"Lin? Lo gapapa?" Fajar datang ke bangku Alin.

"Dia lagi sedih Jar, jangan diganggu!" usir Zaza sehingga mendapat cibiran dari Fajar. Bukannya pergi, lelaki itu malah duduk di depan Alin.

"Siapa yang buat lo sedih kayak gini ha? Sini maju biar Bagong dudukin!" pekik Fajar dengan lantang membuat Bagong, salah satu teman kelasnya yang sedang main catur menoleh. Sesuai namanya, Bagong memiliki tubuh yang gempal dan besar.

RUNNER-UPWhere stories live. Discover now