Empat

16 4 4
                                    

"Kenapa lama Lin? Eh itu baju siapa dah?" Tanya Zaza ketika Alin baru saja datang ke kelas tepat bel masuk berbunyi.

Alin meletakkan seragam cowok itu di laci meja lalu mulai menidurkan kepalanya ke bangku. Ia sangat lelah dengan hari ini. Entah mengapa harinya begitu sial. Sangat sial!

Sebenarnya ia heran, apakah kisah SMA setragis ini hingga ia bertemu dua cowok yang sama-sama galak, pemarah, menyeramkan, dan sadis? Mengapa masa SMA-nya tidak seperti masa SMA yang pernah ia baca di dunia orange dimana ia bisa bertemu dengan cowok manis, ganteng, cool, dan baik hati? Kenapa hanya Alin yang merasa dunia orange hanyalah mimpi yang tidak bisa menjadi nyata? Yah, memang kadang ekspektasi lebih indah daripada realita.

Zaza melihat temannya itu dengan tatapan prihatin. Ia iba melihat Alin yang sudah dihadapkan masalah sebesar itu padahal ia masih tergolong siswa baru. Ia pasti terkejut dengan culture sekolah ini yang sadis dan yang lemah akan tertindas. Setidaknya ia harus menghibur temannya itu. "Lin, pulang sekolah beli es caon yuk?"

Alin menatap Zaza lalu mengangguk. "Es caon emang yahud!"

Jam pelajaran sudah selesai diikuti bel pulang sekolah yang berbunyi nyaring, bel yang sangat dinantikan oleh seluruh siswa SMA Atlanta. Tidak, tidak, mungkin seluruh siswa se-Indonesia Raya. Benar atau betul? Keke

Alin sudah mengemasi barang-barangnya diikuti Zaza yang langsung menggandeng Alin menuju keluar kelas. Namun, saat mereka hendak menuju anak tangga, segerombolan cowok nampak berbincang-bincang di ujung tangga. Alin yang melihat itu segera bersembunyi di balik bahu Zaza.

"Ada apa Lin?" tanya Zaza yang bingung dengan sikap Alin yang tiba-tiba saja merasa ketakutan seperti ini.

"Itu Za... Cowok yang gue tabrak sampe seragamnya kotor," tunjuk Alin kepada seorang cowok yang tidak memakai seragam di antara kedua cowok lainnya. Cowok itu bahkan dengan santainya memakai kaos putih tanpa takut dimarahi oleh guru.

Zaza yang melihat itu segera menarik Alin menuju kelas lagi. Gadis itu menatap Alin dengan tatapan tak percaya sekaligus kaget setengah mati. "Jangan bilang lo nabrak Kak Zeka?"

Alin mencak-mencak di tempatnya. "Gue nggak tau Zeka itu yang mana. Pokoknya dia yang nggak pake seragam tadi," ujarnya cemas.

"Itu yang namanya Kak Zeka, Alin! Dia itu troublemakernya SMA Atlanta! Kalau di sekolah ada murid agungan bernama Kak Rayyan, maka Kak Zeka itu kebalikannya!" Jelas Zaza dengan menggebu-gebu. "Kak Rayyan sama Kak Zeka itu bagaikan Utara dan Selatan. Mereka punya kepribadian yang benar-benar berbeda. Kak Rayyan selalu dipuji guru karena kecerdasannya, tapi kalo Kak Zeka, dia menjadi langganan di ruang BK. Banyak deh problemnya, mulai dari ngerokok, bolos, sampe tawuran! Tapi, mereka punya satu kesamaan."

Alin menggigit kukunya dengan perasaan cemas. "Apa?"

"Mereka sama-sama sadis dengan orang yang berurusan dengan mereka."

Mendadak tubuh Alin seperti tersengat listrik. Gadis itu membeku di tempat, menatap lantai dengan gerakan mematung. Ya Tuhan, kenapa ia harus berurusan dengan dua orang yang seharusnya ia hindari? Kenapa?

Zaza segera merangkul Alin dengan sendu. "Gapapa, yang penting sekarang lo menyelesaikan hukuman dengan baik, balikin seragam Kak Zeka dengan bersih, trus semoga aja masalah lo selesai. Aamiin."

"Aamiin..." balas Alin dengan pasrah.

Akhirnya mereka keluar dari kelas setelah koridor sangat sepi. Mereka perlahan-lahan menuruni tangga, namun gerombolan Zeka belum kunjung bubar. Sial!

Alin segera bersembunyi di balik bahu Zaza dan turun dengan pelan-pelan. Baru kali ini jantung Alin berdegup dengan kencang. Ia merasa akan mati sekarang jika Zeka mengetahui keberadaannya. Bisa gila ia lama-lama dengan situasi macam ini.

RUNNER-UPKde žijí příběhy. Začni objevovat